Kontraindikasi dan Peringatan Digoxin
Kontraindikasi digoxin adalah pada pasien dengan fibrilasi ventrikel dan riwayat hipersensitivitas terhadap digoxin atau digitalis lainnya. Peringatan penggunaan pada pasien dengan kondisi medis tertentu, misalnya infark miokard atau atrioventrikular blok.
Kontraindikasi
Digoxin dikontraindikasikan pada pasien dengan fibrilasi ventrikel. Penggunaan digoxin pada pasien dengan Wolff-Parkinson-White syndrome dengan atrial fibrilasi meningkatkan risiko terjadinya fibrilasi ventrikel.
Selain itu, digoxin juga dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap digoxin. Reaksi hipersensitivitas dapat berupa ruam kulit, edema pada mulut, bibir, atau tenggorokan, dan kesulitan bernapas.[4,13]
Peringatan
Peringatan penggunaan digoxin terutama diberikan terhadap potensi toksisitas akibat digoxin. Penggunaan digoxin juga memerlukan perhatian khusus pada beberapa kondisi, misalnya sinus bradikardia, sebelum kardioversi, dan pada riwayat infark miokard.
Toksisitas Digoxin
Tanda-tanda toksisitas digoxin adalah anoreksia, mual, muntah, gangguan penglihatan, aritmia jantung, blok jantung, kontraksi ventrikel prematur, takikardia atrium dengan blok, atrioventricular (AV) dissociation, accelerated junctional rhythm, takikardia ventrikel, dan fibrilasi ventrikel. Toksisitas sering kali terjadi saat konsentrasi di darah lebih dari 2 ng/mL. Beberapa faktor risiko untuk toksisitas di konsentrasi yang lebih rendah adalah berat badan rendah, usia lanjut, gangguan fungsi ginjal, dan hipomagnesemia.
Pada anak dan bayi, tanda toksisitas digoxin awal adalah aritmia jantung, termasuk sinus bradikardia. Gejala toksisitas digoxin dapat serupa dengan gagal jantung, sehingga pertimbangan peningkatan dosis digoxin sebaiknya didahului dengan pemeriksaan kadar digoxin dalam darah.[2,4]
Sinus Bradikardia dan Blok Sinoatrial
Digoxin dapat menyebabkan sinus bradikardi atau blok sinoatrial di pasien yang memiliki riwayat penyakit nodus sinus. Digoxin juga dapat memperparah AV blok inkomplit menjadi blok komplit. Sebaiknya, lakukan pemasangan pacu jantung terlebih dahulu sebelum memulai terapi dengan digoxin.[4,13]
Kardioversi Elektrik
Penggunaan digoxin bila digabung dengan kardioversi elektrik dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Sebaiknya, hentikan pemberian digoxin 1–2 hari sebelum kardioversi untuk fibrilasi atrial. Pada pasien dengan toksisitas digoxin, kardioversi sebaiknya diundur. Bila tidak memungkinkan, lakukan kardioversi dengan tingkat kekuatan terendah.[4,15]
Infark Miokard Akut
Pemberian digoxin tidak disarankan pada pasien dengan infark miokard akut. Penggunaan obat-obatan inotropik, seperti digoxin, segera setelah infark miokard dapat meningkatkan demand oksigen jantung dan memperburuk iskemia.[4,13]
Miokarditis
Digoxin dapat menimbulkan vasokonstriksi dan meningkatkan pembentukan sitokin proinflamasi, sehingga sebaiknya dihindari pada pasien miokarditis.[4]
Preserved Left Ventricular Systolic Function
Pasien gagal jantung dengan preserved left ventricular systolic function dapat mengalami pengurangan curah jantung dengan penggunaan digoxin. Beberapa kondisi yang harus menghindari penggunaan digoxin adalah kardiomiopati restriktif, perikarditis konstriktif (constrictive pericarditis), sakit jantung amyloid, dan kor pulmonal akut.[4]
Hipokalsemia
Bila pasien mengalami hipokalsemia, digoxin akan menjadi tidak efektif sampai kadar kalsium sudah dikembalikan ke jumlah normal. Hal ini disebabkan mekanisme kerja digoxin yang serupa dengan kalsium, dengan memengaruhi kontraktilitas dan eksitabilitas jantung.[2,4]
Gangguan Tiroid dan Kondisi Hipermetabolik Lainnya
Pasien dengan gagal jantung atau aritmia atrium yang disebabkan oleh kondisi hipermetabolik, seperti hipertiroid, hipoksia, atau shunt arteriovena, sebaiknya diberi pengobatan untuk mengobati penyakit yang mendasarinya. Aritmia atrium yang disebabkan keadaan hipermetabolik resisten terhadap digoxin. Gagal jantung akibat penyakit beri-beri tidak dapat merespon digoxin dengan baik, jika defisiensi tiamin tidak diobati.[4,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra