Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Digoxin
Penggunaan digoxin pada kehamilan dikategorikan sebagai kategori C oleh Food and Drugs Administration atau FDA, dan kategori A oleh Therapeutic Goods Administration atau TGA. Penggunaan pada ibu menyusui sebaiknya dilakukan secara hati-hati karena digoxin diekskresikan pada air susu ibu (ASI).
Penggunaan pada Kehamilan
Digoxin termasuk ke dalam kategori C berdasarkan FDA, yang berarti studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Berdasarkan TGA, digoxin termasuk kategori A. Artinya, obat telah digunakan oleh sejumlah besar wanita hamil dan wanita usia produktif tanpa bukti adanya peningkatan frekuensi malformasi atau efek buruk, baik direk atau indirek, terhadap fetus.
Berdasarkan bukti klinis, digoxin tidak berhubungan dengan cacat lahir mayor, abortus, maupun luaran buruk terhadap maternal atau janin. Wanita hamil dengan gagal jantung mengalami peningkatan risiko persalinan preterm. Wanita hamil dengan atrial fibrilasi berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Penyakit jantung pada kehamilan dapat mengalami perburukan, bahkan mengakibatkan kematian maternal atau janin. Digoxin dapat digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. Jika digoxin digunakan selama kehamilan, pantau tanda-tanda toksisitas digoxin pada neonatus, misalnya muntah atau aritmia. Kebutuhan dosis digoxin dapat meningkat selama kehamilan, dan menurun pada masa postpartum.[4,11,13]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Digoxin dapat diekskresikan melalui ASI dengan rasio milk-to-serum 0,6-0,9. Estimasi jumlah yang dikeluarkan ini masih jauh di bawah dosis pada bayi, sehingga seharusnya digoxin tidak menyebabkan efek pada bayi. Walau demikian, penggunaan pada ibu menyusui sebaiknya tetap dilakukan secara hati-hati.[5,13]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra