Farmakologi Cimetidine
Farmakologi cimetidine yang utama adalah menghambat reseptor H₂ pada sel parietal gaster sehingga terjadi penurunan konsentrasi cyclic-adenosin monophosphate (c-AMP). Hal ini akan menyebabkan supresi sekresi asam lambung.[1,2,9]
Farmakodinamik
Cimetidine digunakan dalam tata laksana ulkus peptikum, ulkus duodenum, dan keadaan hipersekresi gaster. Obat ini berperan sebagai inhibitor reseptor H₂ yang menyebabkan supresi sekresi asam lambung oleh sel parietal gaster yang berlangsung simultan dengan penurunan volume cairan gaster dan konsentrasi H+.[5,6]
Efek antitumor dan antikanker dari cimetidine belum dapat dipahami sepenuhnya. Namun, cimetidine memiliki efek antiangiogenesis dan antiadhesi yang dapat menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel tumor.[10,11]
Inhibitor Reseptor H₂ Reversibel
Cimetidine berperan sebagai inhibitor reseptor H₂ yang bersifat reversibel dan selektif. Cimetidine berikatan dengan reseptor H₂ pada membran basolateral sel parietal mukosa gaster. Sebagai antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin, penelitian telah membuktikan bahwa cimetidine menyebabkan penurunan volume cairan gaster dan supresi sekresi asam lambung basal siang hari dan malam hari. Cimetidine juga menghambat sekresi asam lambung yang dirangsang oleh makanan, histamin, pentagastrin, betazole, kafein, dan insulin.
Pemberian cimetidine dengan dosis 800 mg secara oral sebelum tidur pada penderita ulkus duodenum, dapat mengurangi aktivitas ion hidrogen rata-rata sebesar >85% selama 8 jam tanpa mempengaruhi fungsi fisiologis gaster pada siang hari. Efek dari pemberian cimetidine dengan dosis 300 mg secara oral pada penderita ulkus duodenum setelah sarapan pagi menyebabkan supresi parsial pada peningkatan sekresi asam lambung, dan pemberian cimetidine dengan dosis yang sama pada saat makan siang juga dapat menyebabkan peningkatan pH lambung serta penurunan produksi pepsin total sebagai akibat dari penurunan volume getah lambung.
Pemberian cimetidine secara parenteral menghambat sekresi asam lambung secara signifikan. Dalam sebuah studi potong lintang yang melibatkan pasien dengan ulkus duodenum maupun ulkus peptikum yang menerima infus cimetidine dengan dosis 37,5 mg/jam (900 mg/hari) maupun injeksi cimetidine 300 mg setiap 6 jam (1200 mg/hari) secara intermiten, menunjukkan peningkatan pH lambung > 4 pada lebih dari 50% kasus, dalam kondisi steady state.[5,6,8]
Antiadhesi Sel Neoplasma
Cimetidine telah terbukti memiliki efek penghambatan adhesi sel kanker pada sel endotel. Sebuah studi penggunaan cimetidine dengan uji monolayer cell adhesion yang meneliti adhesi sel kanker kolorektal HT-29 pada sel endotel vena umbilikalis manusia, menunjukkan terjadinya penghambatan adhesi oleh cimetidine yang bergantung pada dosis cimetidine yang diberikan.
Sebuah penelitian yang menggunakan tikus sebagai model percobaan menunjukkan bahwa terjadi penurunan insidensi metastasis HT-29 pada sel hepar serta adanya supresi adhesi sel kanker secara total pada pemberian cimetidine dengan dosis tertinggi (200 mg/kg/hari). Selain pada kanker kolorektal, cimetidine juga telah dilaporkan berperan sebagai inhibitor adhesi sel kanker pada kanker lain seperti kanker payudara, kanker lambung, dan glioblastoma.[10]
Antiangiogenesis pada Neoplasma
Sebuah studi tentang peran histamin dalam produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) pada tikus yang diberikan carrageenin-induced granulation tissue melaporkan bahwa reseptor H₂ memiliki peran sebagai sel mediator dan histamin berperan dalam peningkatan VEGF. Cimetidine telah dilaporkan mampu menurunkan ekspresi VEGF dan mereduksi densitas mikrovaskular pada implan tumor.[10]
Farmakokinetik
Absorpsi cimetidine yang diberikan per oral adalah cepat dan diserap sempurna, namun bioavailabilitasnya menurun karena obat mengalami metabolisme di hepar. Ekskresi obat utamanya terjadi melalui traktus urinarius.[5,6,9]
Absorpsi
Pemberian cimetidine melalui rute oral menyebabkan obat dapat diabsorpsi di traktus gastrointestinal secara cepat dan sempurna. Bioavailabilitas cimetidine pada individu sehat sekitar 60%, sementara pada pasien dengan ulkus peptikum maupun ulkus duodenum dapat mencapai 70%. Hal ini terjadi karena cimetidine mengalami metabolisme di hepar.
Konsentrasi puncak plasma tercapai dalam 1-2 jam.[5,6,8,9]
Distribusi
Cimetidine didistribusikan secara luas, termasuk pada plasenta dan air susu ibu (ASI). Volume distribusi obat cimetidine sebesar 1-1,5 L/kg dengan ikatan protein plasma mencapai sekitar 20%.[5,6,8,9]
Metabolisme
Metabolisme cimetidine terjadi di hepar. Cimetidine mengalami perubahan menjadi sulfoksida sebagai hasil metabolit primer dan hidroksimetilsimetidin sebagai hasil metabolit minor. Enzim sitokrom P450 dan flavin yang mengandung monooksigenase berperan dalam metabolisme obat cimetidine, meskipun belum diketahui sepenuhnya enzim spesifik mana yang lebih dominan terlibat.[6,8,9]
Eliminasi
Ekskresi cimetidine sebagian besar terjadi melalui ginjal. Pemberian cimetidine melalui rute oral akan menghasilkan sekitar 50% ekskresi obat di dalam urine, sedangkan pemberian parenteral akan menghasilkan sekitar 75% ekskresi obat dalam urine. Cimetidine diekskresikan melalui urine dalam bentuk obat yang tidak berubah atau senyawa utuh. Sekitar 2-3% obat cimetidine juga diekskresikan dalam feses.[5,6,8,9]