Pengawasan Klinis Eritropoietin Beta
Pengawasan klinis, pemakaian eritropoietin beta, perlu dilakukan selama masa terapi. Pengawasan klinis yang perlu dilakukan antara lain adalah melakukan pemeriksaan kadar ferritin dalam darah, pemeriksaan hemoglobin secara berkala, menyingkirkan risiko kontraindikasi seperti hipertensi serta memantau ada tidaknya tanda dan gejala PRCA.
Pemeriksaan Kadar Ferritin dalam Darah
Pada pasien yang sedang menjalani terapi dengan eritropoietin beta, perlu diberikan suplementasi besi pada semua pasien yang kadar feritin serumnya di bawah 100 mcg/L atau dengan saturasi transferin di bawah 20%. Hal ini perlu menjadi perhatian karena kondisi penyerta seperti defisiensi zat besi, asam folat atau vitamin B12 dapat mengurangi efektivitas kerja eritropoietin beta.[3,11]
Pemeriksaan Hemoglobin Berkala
Pemeriksaan hemoglobin berkala diperlukan untuk menilai capaian target terapi. Bila kadar hemoglobin sebagai target terapi telah tercapai (kadar Hb antara 10-12 g/dL), dapat segera dilakukan penyesuaian dosis eritropoietin beta dari dosis inisial menjadi dosis pemeliharaan. Kadar hemoglobin harus dijaga tidak melebihi 12 g/dL karena akan meningkatkan risiko pembentukan trombus.[1,8]
Pemeriksaan Tekanan Darah Berkala
Pada pasien yang menjalani terapi dengan agen stimulasi eritropoiesis seperti eritropoietin beta kondisi efek samping yang paling sering terjadi adalah hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi yang tidak terkontrol sendiri merupakan salah satu kontraindikasi pemberian eritropoietin beta.[3,8]
Pemeriksaan EKG Berkala
Eritropoietin beta akan meningkatkan risiko terbentuknya trombus. Hal ini menyebabkan peningkatan risiko kejadian infark miokard pada pasien yang menjalani terapi dengan eritropoietin beta. Saat pasien datang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan diri secara berkala, perlu dilakukan pemantauan irama jantung dengan EKG untuk menyingkirkan kemungkinan risiko infark miokard yang tidak diketahui.[3]
Pemantauan Kondisi Pure Red Cell Aplasia
Pengawasan klinis juga diperlukan agar dapat segera menghentikan pemberian terapi eritropoietin beta bila terjadi Pure Red Cell Aplasia (PRCA). Karakteristik PRCA antara lain adalah anemia berat, nilai hitung Retikulosit <1% dan jumlah persentase eritroblas matang di sumsum tulang <0.5%. kondisi ini terjadi akibat tubuh pasien yang membentuk antibodi terhadap eritropoietin yang diberikan (anti-Epo antibodi). Kondisi ini angka kejadiannya <0.03 per 10,000 pasien pertahun.[3,11]