Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Eritropoietin Beta
B3 menurut TGA. Saat ini data studi mengenai pemberian eritropoietin beta pada kondisi kehamilan masih terbatas, namun data awal yang ada tidak menunjukkan bahwa pemberian eritropoietin beta terbukti berperan dalam terjadinya efek samping bagi ibu dan janin. Eritropoietin eksogen jenis eritropoietin beta belum diketahui apakah ikut diekskresikan atau tidak kedalam air susu ibu, namun eritropoietin endogen sendiri merupakan suatu zat yang normal berada didalam air susu ibu.
Penggunaan pada Kehamilan
Berdasarkan kategori FDA, eritropoietin beta dalam bentuk sediaan methoxy polyethylene glycol-epoetin beta termasuk kategori C. Data awal yang ada tidak cukup untuk menunjukkan bahwa dengan pemakaian eritropoietin beta akan meningkatkan risiko defek kongenital mayor, abortus atau efek samping maternal dan neonatal. Kondisi penyakit ginjal kronis sendiri sebenarnya merupakan salah satu penyulit yang dapat meningkatkan risiko maternal dan fetal.[7]
Berdasarkan kategori TGA, penggunaan eritropoietin beta dalam kehamilan tergolong dalam kategori B3. Berdasarkan hasil uji pada hewan percobaan tidak ditemukan adanya bukti bahwa obat tersebut bersifat teratogenik terhadap fetus. Akan tetapi karena masih kurangnya data studi mengenai tingkat keamanan pemakaian eritropoietin beta pada wanita hamil, pemberiannya harus dengan perhatian khusus dan telah menimbang untung rugi pemberian obat terhadap janin yang dikandung pasien serta manfaat obat bagi pasien itu sendiri.[8]
Penggunaan pada Laktasi
Hingga saat ini belum diketahui apakah eritropoietin beta sebagai suatu eritropoietin eksogen, ikut diekskresikan kedalam air susu ibu atau tidak. Sementara itu, eritropoietin endogen sendiri adalah salah satu komponen yang normal ditemukan berada didalam air susu ibu. Konsentrasi eritropoietin endogen didalam air susu ibu berada pada rentang antara 4 hingga 5 units/L pada 1 hingga 2 bulan postpartum yang selanjutnya akan meningkat menjadi 20 hingga 40 units/L pada bulan ketiga dan dapat mencapai 100 hingga 150 units/L setelah 12 bulan postpartum.[8,17]
Karena kurangnya data hasil studi mengenai efek pemberian eritropoietin beta pada masa laktasi, maka lebih disarankan untuk diberikan alternatif eritropoietin eksogen jenis lain sebagai pengganti. Contohnya eritropoietin alfa, yang berdasarkan hasil studi telah memiliki profil keamanan yang dapat diterima bila diberikan pada masa laktasi.[17]