Farmakologi Warfarin
Farmakologi warfarin sebagai antikoagulan memiliki peran dalam menghambat faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K, yakni faktor II, VII, IX, X, dan antikoagulan protein C dan S.[1,6]
Farmakodinamik
Farmakodinamik dari warfarin dengan efek antikoagulannya ditunjukkan melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik dalam kaskade pembekuan. Warfarin secara kompetitif menghambat subunit C1 dari kompleks enzim vitamin K epoksida reduktase (VKORC1) yang berperan sebagai enzim penting untuk mengaktifkan vitamin K dalam tubuh.
Aktivitas tersebut menyebabkan berkurangnya regenerasi vitamin K1 epoksida dan sintesis faktor pembekuan aktif, yakni faktor koagulasi II, VII, IX, X, dan faktor pengatur koagulasi protein C dan protein S.
Warfarin mengganggu aktivasi faktor pembekuan dengan menghalangi siklus reduksi oksidasi vitamin K yang diperlukan untuk karboksilasi faktor pembekuan, sehingga akan mengurangi jumlah cadangan vitamin K aktif yang bertindak sebagai kofaktor dalam pembentukan residu asam glutamat dalam faktor pembekuan. Hal tersebut akan mengakibatkan faktor pembekuan tidak aktif dan tidak dapat berpartisipasi dalam kaskade pembekuan.[1,4,6]
Farmakokinetik
Warfarin diabsorpsi secara cepat dan komplit. Efek antikoagulasi terjadi dalam 24 jam hingga 72 jam setelah administrasi.[6,8]
Absorbsi
Warfarin dapat diabsorbsi sepenuhnya dengan cepat setelah diberikan secara oral dengan konsentrasi puncak umumnya dicapai dalam 4 jam pertama. Efek antikoagulasi dari warfarin terjadi dalam 24-72 jam setelah pemberian dengan waktu puncak efek terapeutik terlihat dalam 5-7 hari setelah inisiasi.[1,6,8,9]
Kadar INR sudah ditemukan meningkat dalam 36-72 jam setelah terapi inisiasi. Durasi satu dosis warfarin dapat bertahan hingga 2-5 hari dengan waktu plasma puncak dicapai dalam 1,5-3 hari.[1,6,8,9]
Distribusi
Volume distribusi warfarin adalah 0,14 liter/kg. Sekitar 99% warfarin terikat pada protein plasma dan warfarin diketahui dapat melewati plasenta.[6,8,9]
Metabolisme
Warfarin terdiri dari isomer S dan R yang dimetabolisme di liver oleh enzim mikrosomal hepatik (sitokrom P-450) menjadi metabolit inaktif terhidroksilasi dan metabolit tereduksi. Isomer S memiliki potensi efek yang lebih tinggi dari isomer R. Isomer S dimetabolisme oleh enzim CYP2C9 dan isomer R dimetabolisme oleh CYP1A2. Metabolit ini diekskresikan melalui urine, dan dalam jumlah sedikit diekskresikan melalui cairan empedu.[1,6,8,9]
Eliminasi
Warfarin diekskresikan melalui urine (92%), terutama sebagai metabolit dan dalam jumlah kecil sebagai obat yang tidak berubah. Waktu paruh eliminasi sekitar 20-60 jam.[6,8,9]
Penelitian telah menunjukkan bahwa variasi genetik pada CYP2C9 dapat mempengaruhi klirens warfarin. Pasien yang heterozigot untuk 2C9 (*1/*2 atau *1/*3) dapat mengalami penurunan klirens S-warfarin sekitar 37%. Sedangkan, pasien yang homozigot untuk alel fungsi yang berkurang (*2/*2, *2/*3, atau *3/*3) dapat mengalami penurunan hampir 70% dalam klirens S-warfarin.[1,9]
Resistensi
Resistensi warfarin merupakan suatu kondisi langka di mana individu memiliki toleransi yang tinggi terhadap obat warfarin.[10,11]
Resistensi Inkomplit
Individu dengan resistensi inkomplit hanya dapat mencapai efek terapeutik warfarin dengan pemberian dosis tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh variasi genetik VKORC1, di mana beberapa jenis enzim memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk berikatan dengan warfarin. Pada kondisi resistensi inkomplit, kadar INR yang baik dapat dicapai dengan dosis warfarin yang tinggi (> 15 mg/ hari).[1,10,11]
Resistensi Komplit
Individu dengan resistensi komplit tidak akan memiliki respon dengan warfarin meskipun sudah diberikan dosis tinggi. Hal ini disebabkan karena warfarin tidak dapat berikatan dengan VKORC1. Pada kondisi resistensi komplit, dosis warfarin tidak mempengaruhi kadar INR sama sekali.[10,11]
Penulisan pertama oleh: dr. Tanessa Audrey Wihardji
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta