Kontraindikasi dan Peringatan Lorazepam
Kontraindikasi lorazepam adalah pada pasien dengan hipersensitivitas pada komponen obat ini, serta beberapa keadaan lain seperti glaukoma akut sudut sempit. Perhatian khusus harus diberikan pada pasien menyusui, pasien dengan depresi, gangguan pernapasan, gangguan ginjal, dan gangguan hepar. Peringatan juga diberikan pada penggunaan lorazepam bersamaan dengan opioid karena dapat menyebabkan efek sedasi berat, depresi pernapasan, koma dan bahkan kematian.
Kontraindikasi
Penggunaan lorazepam dengan opioid harus dihindari sebisa mungkin. Penggunaan bersama opioid dapat menyebabkan sedasi dalam yang berujung pada depresi pernafasan, koma dan kematian. Penggunaan lorazepam bersamaan dengan opioid hanya dapat dilakukan pada:
- Pasien yang tidak dapat menggunakan alternatif pengobatan lainnya
- Dosis yang serendah mungkin dan durasi yang paling singkat
- Pemantauan berkala terhadap tanda dan gejala depresi pernafasan dan sedasi pada pasien dapat dilakukan
Kontraindikasi penggunaan lorazepam adalah:
- Hipersensitivitas
Glaukoma akut sudut sempit
- Akses dan pemberian obat secara intravena
- Depresi nafas hebat
- Sleep apnea
- Penggunaan pada bayi prematur dengan dosis injeksi
Peringatan
Penggunaan lorazepam bersamaan dengan opioid meningkatkan kemungkinan terjadinya depresi pernafasan. Pasien yang mengkonsumsi lorazepam sebisa mungkin menghindari mengemudi dan mengoperasikan mesin karena akan menurunkan kemampuan konsentrasi dan pengambilan keputusan.
Penggunaan lorazepam pada malam hari dapat menimbulkan efek hangover yang mempengaruhi kemampuan mengemudi di hari berikutnya. Penggunaan lorazepam baik sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan golongan benzodiazepin lain dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat dan berpotensi menyebabkan depresi pernafasan.
Pada pasien lanjut usia, efek sedasi dapat terasa lebih berat oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan rutin dan dievaluasi apakah perlu penyesuaian dosis. Pemberian lorazepam pada neonatus dapat menyebabkan “gasping syndrome” yang fatal dan meningkatkan risiko kernikterus terutama pada bayi prematur.
Penggunaan jangka panjang, terutama pada pasien dengan riwayat ketergantungan obat, dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis. Penggunaan jangka pendek, 2-4 minggu, menurunkan risiko ketergantungan.
Harus dilakukan evaluasi berkala berkaitan dengan keberhasilan terapi dan langkah terapi yang harus dilakukan pada pasien. Jangan menghentikan penggunaan secara tiba-tiba terutama pasca penggunaan jangka panjang. Dosis obat diturunkan perlahan sebelum dihentikan.
Hiperaktif atau perilaku agresif pernah dilaporkan pada penggunaan lorazepam. Reaksi paradoksikal juga dapat bermanifestasi sebagai meracau, emosi meledak-ledak, dan tindakan anti sosial.[15]
Hal lain yang menjadi perhatian khusus adalah penggunaan obat yang memiliki efek sedasi pada anak dan ibu hamil. Studi pada hewan menunjukkan bahwa pemberian obat sedatif dan anestesi lebih dari 3 jam dapat memblokade reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan merangsang aktivitas gamma aminobutyric acid (GABA) yang menyebabkan apoptosis neuron pada otak yang sedang berkembang, akibatnya terjadi defisit kognitif jangka panjang.
Penghentian Pengobatan
Penghentian pengobatan dengan benzodiazepin, termasuk lorazepam harus dilakukan secara bertahap. Penghentian pengobatan tiba-tiba dapat menyebabkan gejala putus obat. Gejala putus obat yang muncul berupa kebingungan, gangguan psikosis, kejang hingga kondisi mirip delirium tremens.
Pasca penggunaan benzodiazepin jangka panjang, gejala putus obat dalam muncul hingga 3 minggu pasca penghentian obat terakhir. Pada penggunaan jangka pendek, gejala putus obat muncul dalam hitungan jam. Gejala-gejala awal yang mungkin terjadi adalah insomnia, ansietas, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, tremor, tinitus, dan gangguan persepsi.
Prinsip penurunan dosis benzodiazepin dapat dilakukan secara bertahap yakni:
- Turunkan dosis sekitar 1/8 (dalam rentang ¼ hingga 1/10) dari total dosis sehari sebelumnya
- Penurunan dosis dilakukan setiap 4 hari
- Penurunan dosis dilakukan dengan penurunan dosis siang terlebih dahulu
Apabila terjadi gejala putus obat, pertahankan penggunaan obat pada dosis tersebut hingga gejala membaik. Turunkan dosis setelah gejala putus obat membaik, karena lebih baik menurunkan dosis obat lebih lama dibanding terlalu cepat.
Penghentian total pada masing-masing pasien bervariasi. Penghentian dapat terjadi dalam 4 minggu hingga 1 tahun atau bahkan lebih.
Konseling dapat membantu persiapan pasien dalam mengurangi gejala sehingga dapat dilakukan penurunan dosis obat.
Jangan menggunakan antipsikosis selama terjadi gejala putus obat karena akan memperparah gejala.[15]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri