Edukasi dan Promosi Kesehatan Trikomoniasis
Edukasi dan promosi kesehatan trikomoniasis dilakukan untuk pasien dan pasangan seksualnya. Setelah terdiagnosis dengan trikomoniasis pasien perlu diterapi bersama dengan pasangan hingga tuntas untuk mencegah gagal terapi ataupun reinfeksi.[1-4]
Edukasi Pasien
Pasien perlu diedukasi bahwa kekambuhan atau transmisi dapat terjadi jika pasien aktif secara seksual dan pasangan seksual tidak diobati, sehingga penting untuk pasien dapat terbuka kepada pasangan seksual mengenai penyakit yang diderita serta mendorong pasangan seksual untuk konsultasi dan mendapat terapi juga.
Pasien dan pasangannya dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seksual hingga terapi selesai dan tidak ada gejala lagi, terutama pada pasien/pasangan ibu hamil karena jika terinfeksi berisiko menularkan pada anak saat persalinan.[1,2,3,4]
Pasien yang sedang menyusui perlu diedukasi bahwa nitroimidazole diekskresikan ke dalam ASI. Meskipun dosis yang diekskresikan tidak mencapai level terapetik pada bayi, ibu tetap dianjurkan untuk tidak menyusui selama terapi hingga 12-24 jam setelah selesai terapi metronidazole, atau hingga 3 hari setelah selesai terapi tinidazole, atau hingga 4 hari setelah selesai terapi secnidazole.[2,4]
Pasien perlu diedukasi untuk tidak minum alkohol selama terapi dengan nitroimidazole karena dapat menyebabkan reaksi seperti disulfiram (disulfiram-like reaction). Pasien dianjurkan untuk tidak minum alkohol selama terapi hingga 24 jam setelah selesai terapi metronidazole atau hingga 72 jam setelah terapi tinidazole.[1,2]
Pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan follow up 3 bulan setelah terapi selesai untuk mengkonfirmasi kesembuhan, terutama untuk wanita yang aktif secara seksual.[1,2]
Trikomoniasis berkaitan erat dengan koinfeksi infeksi menular seksual lain sehingga perlu dipertimbangkan pula untuk melakukan konseling, pemeriksaan, dan terapi terhadap infeksi menular seksual lain.[1,2]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Satu-satunya cara untuk mencegah infeksi menular seksual adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual berisiko, termasuk hubungan seksual oral dan anal. Pada individu yang aktif secara seksual, resiko trikomoniasis dapat dicegah dengan hanya melakukan hubungan seksual dengan 1 pasangan tetap yang tidak menderita trikomoniasis, atau menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks. Penggunaan kondom yang tepat secara konsisten dapat secara efektif mencegah infeksi selama kontak seksual.[3,6]
Pengendalian trikomoniasis dilakukan dengan memutus transmisi berkelanjutan, yaitu dengan tidak melakukan hubungan seksual selama terapi dan mendorong pasangan seksual untuk diterapi juga.[1-3]
Skrining Trikomoniasis
Secara global, tidak ada rekomendasi untuk pemeriksaan skrining trikomoniasis. Hal ini dikarenakan belum ada data yang cukup untuk dapat menunjukkan efek skrining terhadap penurunan kejadian penyakit, kesenjangan di bidang kesehatan, maupun beban infeksi komunitas.
Pemeriksaan skrining lebih disesuaikan dengan epidemiologi lokal masing-masing daerah. Skrining tahunan mungkin dapat dipertimbangkan pada kondisi beresiko tinggi seperti wanita pekerja seksual, pasangan seksual lebih dari satu, penyalahgunaan obat, riwayat infeksi menular seksual, dan narapidana.
Skrining tahunan rutin terhadap trikomoniasis dapat dilakukan pada pasien terutama wanita dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) mengingat trikomoniasis berkaitan erat dengan infeksi HIV.[4]
Vaksinasi
Hingga saat ini belum ada vaksin untuk penyakit trikomoniasis.[2,4]