Epidemiologi Trikomoniasis
Berdasarkan data epidemiologi mengenai trikomoniasis, infeksi ini paling sering ditemukan pada orang yang berhubungan seksual dengan multiple partner dan memiliki riwayat infeksi menular seksual.
Namun, data spesifik epidemiologi trikomoniasis hanya berupa estimasi karena trikomoniasis bukan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan (not a reportable disease). Belum adanya rekomendasi skrining terhadap penyakit trikomoniasis, mayoritas kasus yang bersifat asimtomatik dan sering underdiagnosis juga mempersulit pengambilan data epidemiologi.[1,2,4]
Global
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden trikomoniasis melebihi 220 juta kasus di seluruh dunia. Berdasarkan usia, prevalensi trikomoniasis pada dewasa usia >25 tahun (4%) lebih tinggi dibandingkan prevalensi trikomoniasis pada usia 18-24 tahun (2,3%).
Meski trikomoniasis dapat terjadi pada wanita dan pria, prevalensi trikomoniasis pada wanita ditemukan lebih tinggi dibandingkan pada pria, terutama wanita usia 40-49 tahun. Hal ini berbeda dengan klamidia, dimana infeksi lebih banyak ditemukan pada wanita usia 18-24 tahun.[1,2,3]
Di Amerika, trikomoniasis termasuk infeksi menular seksual yang paling sering terjadi, dengan perkiraan prevalensi 8 juta kasus per tahun, yaitu 0,5% pada pria dan 2,1% pada wanita usia 14-59 tahun. Pada tahun 2018, diestimasi kasus trikomoniasis di Amerika mencapai 2,6 juta, tetapi hanya 30% pasien yang menunjukkan gejala (simtomatik).
Insidensi trikomoniasis di Eropa mirip dengan di Amerika Serikat, sedangkan di Afrika, prevalensi trikomoniasis berkisar antara 11-25%.[2]
Indonesia
Data epidemiologi nasional trikomoniasis di Indonesia masih terbatas. Berdasarkan laporan kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada triwulan pertama di tahun 2021, didapatkan kasus penyakit infeksi menular seksual di Indonesia berdasarkan pendekatan laboratorium berjumlah 7.364 kasus, dimana 5.160 kasus merupakan duh vagina dan 1.451 kasus merupakan discharge uretra. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, dilaporkan kasus trikomoniasis sebanyak 342 kasus dalam 1 triwulan.[7]
Meski demikian, data tersebut hanya merepresentasikan sebagian kecil kasus karena keterbatasan dalam pelayanan serta seringnya pemberian terapi empiris tanpa konfirmasi dari pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu.[7]
Mortalitas
Trikomoniasis umumnya tidak mengakibatkan mortalitas. Trikomoniasis dapat diterapi dengan cepat dan efektif dengan angka kesembuhan 90-100%. Meski demikian, trikomoniasis secara tidak langsung sering dikaitkan dengan peningkatan resiko infeksi menular seksual lainnya seperti gonore, infeksi human papillomavirus (HPV), herpes simplex virus (HSV), human immunodeficiency virus (HIV).
Infeksi-infeksi tersebut dapat mengakibatkan komplikasi seperti servisitis, infeksi kelenjar Sken dan Bartholin, kanker serviks, prostatitis, epididimitis, striktur uretra, bahkan infertilitas. Sementara pada kehamilan, dapat terjadi kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah, ketuban pecah dini, hingga pelvic inflammatory disease.[3,4,6]