Patofisiologi Gangguan Panik
Patofisiologi gangguan panik melibatkan banyak neurotransmiter dan peptida di berbagai area otak. Serangan panik akan memicu reaksi vegetatif yang berlebihan dan peningkatan tonus simpatis, yang disertai dengan peningkatan pelepasan katekolamin.[3]
Penelitian brain imaging juga menunjukkan adanya perubahan berupa peningkatan aktivitas reseptor di area limbic dan frontal pada pasien dengan gangguan panik. Amigdala merupakan area utama yang mengalami disfungsi.[1]
Penelitian brain imaging juga menunjukkan bahwa pada gangguan panik terjadi aktivasi nukleus sentralis amigdala dan area-area pusat takut lainnya di otak lainnya (seperti thalamus, hypothalamus, dan hipokampus. Aktivasi area-area ini menyebabkan disregulasi pusat pernafasan di batang otak.[4]
Hipotesis lain menyebutkan adanya gangguan fungsi pada sistem serotonin, norepinefrin, dopamine dan gamma aminobutyric acid (GABA). Teori ini menyebutkan bahwa pada gangguan panik terjadi peningkatan sensitivitas autoreseptor presinaptik norepinefrin terhadap stimulasi simpatis, sehingga terjadi respon simpatis yang berlebihan.
Hal ini dikombinasikan dengan kurangnya inhibisi sentral oleh GABA. Peran serotonin ditunjukkan oleh kemampuan obat-obat yang meningkatkan serotonin seperti fluoxetine untuk mengendalikan gangguan ini.[3,5]