Pendahuluan Gangguan Panik
Gangguan panik atau serangan panik didefinisikan sebagai peningkatan intensitas ketakutan atau ketidaknyamanan yang memuncak dalam beberapa menit. Ketakutan ini disertai keluhan gejala-gejala kardiovaskuler dan respiratori (serangan panik), meskipun sebenarnya tidak ada kondisi bahaya yang nyata.
Gejala-gejala ini biasanya disertai dengan kecemasan yang persisten akan serangan berikutnya atau perilaku maladaptive (misalnya tidak bekerja atau sekolah). Gangguan ini merupakan salah satu gangguan cemas dan termasuk yang paling sering datang ke unit gawat darurat.[1,2]
Tanda dan gejala gangguan panik adalah hiperventilasi, takikardi, palpitasi, nyeri dada, gemetar, berkeringat, dan pusing yang disertai dengan perasaan takut akan kehilangan kendali, menjadi gila atau meninggal.[3]
Etiologi pasti gangguan panik belum diketahui, namun diperkirakan akibat ketidakseimbangan neurotransmitter. Faktor genetik merupakan salah satu faktor risiko kuat untuk gangguan panik.
Diagnosis ditegakkan dengan terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan fisik atau mental lain yang mungkin memicu timbulnya panik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dalam Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder 5 (DSM 5) atau International Classification of Disease 11 (ICD 11).[1]
Untuk membantu menegakkan diagnosis dan monitoring gejala selama terapi, maka bisa digunakan kuesioner. Kuesioner dapat diisi oleh klinisi maupun sendiri oleh pasien (self report). Kuesioner gold standard untuk gangguan panik adalah Panic Disorder Severity Scale (PDSS).[15]
Gangguan panik lebih banyak ditemukan pada perempuan. Prevalensi gangguan kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal pada pasien dengan gangguan panik lebih besar dari populasi umum.[1]
Gangguan panik diterapi dengan kombinasi obat dan psikoterapi. Prognosis gangguan ini dipengaruhi oleh adanya komorbid gangguan fisik atau mental lain dan kepatuhan pasien terhadap terapi.[1]