Diagnosis Gangguan Panik
Diagnosis gangguan panik ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dalam DSM 5 atau ICD 11. Pasien dengan serangan panik biasanya mengalami episode ketakutan intens yang spontan dan terpisah yang dimulai secara tiba-tiba dan berlangsung selama beberapa menit hingga satu jam. Sebelum diagnosis gangguan panik ditegakkan, maka diagnosis gangguan fisik harus disingkirkan dulu.
Untuk membantu menegakkan diagnosis dan monitoring gejala selama terapi, maka bisa digunakan kuesioner seperti kuesioner gold standard Panic Disorder Severity Scale (PDSS).[15]
Anamnesis
Pasien umumnya mengunjungi instalasi gawat darurat dengan keluhan berulang nyeri dada, berdebar-debar, atau sesak nafas. Gejala lain yang dikeluhkan adalah diaphoresis, tremor, perasaan tercekik, mual, menggigil, paraesthesia, atau depersonalisasi.
Karena keluhannya selalu berupa keluhan fisik, maka seringkali pasien datang ke dokter juga untuk meminta penjelasan fisik mengenai keluhannya dan menolak penjelasan psikologis.[1]
Untuk menegakkan diagnosis, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah:[4,5]
- Onset gejala yang bersifat mendadak dan tidak bisa diprediksi. Gejala memuncak umumnya dalam 10 menit dan kemudian perlahan-lahan mereda.
- Adanya kekhawatiran dan ketakutan bahwa serangan akan berulang
- Adanya perilaku menghindari yang spesifik agar pasien tidak mengalami serangan, misalnya menghindari keramaian, menghindari situasi stress
- Timbulnya perilaku maladaptif pasca timbulnya serangan dan pasien mulai mengandalkan parameter-parameter keamanan tertentu untuk mengatasi cemasnya, misalnya harus selalu ada yang menemani, harus selalu mempunyai obat di dekatnya
- Ketika dilakukan wawancara, pasien sering terlihat cemas dan gelisah ketika diminta menggambarkan serangan yang dialami
Kuesioner Panic Disorder Severity Scale
Kuesioner gold standard untuk membantu menegakkan diagnosis dan monitoring gejala selama terapi gangguan panik adalah Panic Disorder Severity Scale (PDSS). Kuesioner dapat diisi oleh klinisi maupun sendiri oleh pasien (self report).[15]
Kuesioner PDSS terdiri dari 10 pertanyaan dengan masing-masing memiliki sistem penilaian. ada 4 pilihan jawaban mulai dari jawaban “tidak”, “kadang-kadang”, “separuh waktu”, “sebagian besar waktu”, dan “sepanjang waktu”. Pasien dengan gejala gangguan panik diberikan kuesioner dan diminta untuk menjawab sesuai dengan perasaannya dalam 7 hari terakhir.[22]
Pemeriksaan Fisik
Karena keluhan gangguan panik berupa keluhan fisik yang melibatkan sistem kardiorespirasi, maka pemeriksaan tanda vital dan fisik lengkap sebaiknya dilakukan.[3]
Biasanya hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan gangguan panik dalam batas normal. Meskipun pasien banyak mengeluhkan keluhan kardiorespirasi, namun pemeriksaan cord an pulmo biasanya juga dalam batas normal.
Pada serangan panik yang hebat, pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda adanya peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, misalnya takikardia, peningkatan tekanan darah sistolik, hiperventilasi, banyak berkeringat, dan flushing. Tremor atau gemetar pada ekstremitas juga bisa ditemukan.[4]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratoris, radiografis, atau penunjang lain yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis gangguan panik. Namun pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis gangguan fisik.[1]
Misalnya pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormon (TSH) bisa digunakan untuk menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme. Pemeriksaan toksikologi juga penting untuk dilakukan mengingat efek fisiologis, gejala withdrawal, dan intoksikasi zat pada pengguna NAPZA bisa menyerupai gangguan panik. Pemeriksaan EKG juga sebaiknya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kardiovaskular dari keluhan-keluhan pasien.[3,4]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM 5
Kriteria diagnosis gangguan panik berdasarkan DSM 5 adalah sebagai berikut.[2]
Kriteria Kelompok A
Serangan panik berulang yang terjadi mendadak. Serangan panik adalah peningkatan intensitas ketakutan yang terjadi mendadak atau ketidaknyamanan yang intens yang kemudian memuncak dalam hitungan menit. Ketika serangan terjadi, muncul 4 atau lebih dari gejala-gejala berikut:
- Palpitasi, jantung berdegup kencang, atau takikardi
- Berkeringat
- Gemetar
- Sensasi nafas pendek atau sesak
- Merasa tercekik
- Nyeri dada atau ketidaknyamanan di area dada
- Mual atau tidak nyaman di lambung
- Merasa pusing, tidak seimbang, kepala terasa ringan, atau pingsan
- Menggigil kedinginan atau panas
- Parestesia (merasa kebas atau perasaan geli)
- Derealisasi (merasa tidak nyata) atau depersonalisasi (merasa dipisahkan dari tubuhnya)
- Merasa takut kehilangan kendali atau “menjadi gila”
- Takut akan mati
Kriteria Kelompok B
Setidaknya salah satu serangan diikuti oleh 1 bulan (atau lebih) dari salah satu atau kedua hal berikut.
- Kekhawatiran atau kecemasan yang persisten akan terjadinya kembali serangan atau konsekuensinya (misalnya kehilangan kendali, mengalami serangan jantung, menjadi gila)
- Timbul perilaku maladaptive yang berhubungan dengan serangan (misalnya perilaku menghindar yang spesifik agar tidak mengalami serangan panik, misalnya menghindari olahraga atau situasi yang tidak familiar)
Kriteria Kelompok C
Gejala-gejala yang timbul bukan akibat efek fisiologis dari penggunaan zat (misalnya NAPZA, obat-obatan) atau akibat kondisi medis lain (misalnya hipertiroid, gangguan jantung paru).
Kriteria Kelompok D
Gangguan yang timbul tidak bisa dijelaskan oleh adanya gangguan mental lain. Serangan panik yang timbul tidak hanya pada situasi sosial yang menakutkan tetapi sebagai respon terhadap:
- Objek-objek atau situasi yang menjadi sumber fobia
- Adanya obsesi, yang dipicu oleh adanya gangguan pasca trauma atau akibat terpisah dari figur kelekatan/orang dekat)
Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD 11
Berdasarkan kriteria dalam ICD 11, gangguan panik ditandai oleh adanya serangan panik berulang yang terjadi tiba-tiba, serta tidak terbatas pada stimulus atau situasi tertentu.
Serangan panik adalah episode-episode yang khas berupa ketakutan yang hebat atau kekhawatiran bahwa sesuatu akan terjadi yang disertai dengan gejala-gejala tertentu yang muncul bersamaan dan dengan cepat timbul. Gejala tersebut meliputi, antara lain:
- Palpitasi atau takikardi
- Berkeringat
- Gemetar dan kedinginan
- Nafas pendek dan cepat
- Nyeri dada
- Pusing atau kepala melayang
- Wajah terasa panas
- Ketakutan bahwa pasien akan meninggal[8]
Gangguan panik juga diikuti oleh adanya kekhawatiran mengenai berulangnya gejala yang dialami, sehingga menimbulkan gangguan dalam fungsi kehidupan sehari-hari, pekerjaan, sekolah, sosial, atau area fungsi penting lainnya.[1]
Gejala-gejala yang timbul bukan akibat penyalahgunaan zat atau akibat kondisi medis lain atau gangguan pada sistem saraf pusat.
Diagnosis Banding
Sebelum diagnosis gangguan panik ditegakkan, maka diagnosis gangguan fisik harus disingkirkan dulu dengan pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai.
Diagnosis banding gangguan fisik mencakup hipertiroidisme, angina, asma, gagal jantung kongestif, prolaps katup mitral, emboli pulmonal, serangan jantung, dan gejala putus zat dari obat-obatan.[1]
Diagnosis banding gangguan mental lainnya adalah penyalahgunaan zat, fobia sosial, agoraphobia, fobia spesifik, post traumatic stress disorder (PTSD), dan cemas perpisahan.[2,4]
Penyalahgunaan Zat
Konsumsi kafein yang berlebihan serta penggunaan obat-obat stimulan seperti amfetamin dan kokain bisa memicu serangan panik.
Kondisi putus zat akibat penghentian penggunaan obat-obat sedatif hipnotik, alkohol, dan opiate juga bisa memicu timbulnya serangan panik.[15]
Karena itu perlu dilakukan skrining penggunaan zat terlarang pada pasien-pasien dengan kecurigaan penyalahgunaan zat.
Post Traumatic Stress Disorder
Pasien dengan post traumatic stress disorder (PTSD) mempunyai gejala-gejala seperti flashback, re-experiencing, dan hyperarousal.
Pasien dengan PTSD bisa mengalami gejala-gejala mirip dengan serangan panik jika terpapar stimulus yang berhubungan dengan trauma pemicu PTSD.[16]
Pasien dengan PTSD umumnya tidak mengalami serangan panik bila terpapar stressor yang tidak berhubungan dengan traumanya.
Psikosomatis atau Somatoform Disorder
Pasien dengan psikosomatis atau somatoform disorder dengan predominasi keluhan pada sistem kardiovaskular dan respiratori umumnya mempunyai gejala-gejala mirip dengan gangguan panik.
Namun, pasien dengan gangguan somatoform sebenarnya mengalami gejala fisik, seperti nyeri punggung, meskipun gejala somatik ini mungkin atau mungkin tidak dijelaskan oleh kondisi medis umum yang diakui.
Berbeda dengan gangguan panik, pasien dengan gangguan somatoform umumnya tidak ada serangan panik yang menyebabkan pasien takut mati, menjadi gila, atau sakit berat ketika serangan. Selain itu, gangguan panik bersifat episodik.[17]
Pada pasien dengan gangguan somatoform, dokter juga harus mengenali adanya gangguan mental lain, misalnya cemas atau depresi, yang menimbulkan keluhan-keluhan fisik.
Hypochondria atau Illness Anxiety Disorder
Keluhan pasien dengan hypochondria atau illness anxiety disorder bisa menyerupai gangguan panik bila penyakit yang dikhawatirkan berhubungan dengan sistem kardiovaskular dan respiratori.
Pasien dengan gangguan ini merasa bahwa dirinya mengalami penyakit jantung atau pernapasan tertentu. Meskipun terdapat keluhan-keluhan gejala yang mirip dengan panik, namun fokus pasien adalah kekhawatiran mempunyai penyakit serius.[18]
Gangguan Mental Lainnya
Gangguan lain yang mempunyai manifestasi menyerupai gangguan panik adalah fobia spesifik, agoraphobia, dan fobia sosial. Pada gangguan fobia, pemicu gejala umumnya spesifik dan terdapat perilaku menghindar spesifik, dimana pasien berusaha menghindari hal-hal yang berhubungan dengan sumber ketakutannya.
Gejala hanya timbul bila pasien terpapar sumber ketakutannya. Gangguan lainnya adalah cemas perpisahan. Gangguan ini hanya muncul pada anak-anak dan gejala hanya timbul bila pasien dipisahkan dari caregivernya.[2]
Kondisi Medis Umum
Kemungkinan kondisi medis organik harus dipertimbangkan sebelum membuat diagnosis gangguan panik. Sejumlah kondisi dapat meniru gejala serangan panik termasuk asma, angina, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan aritmia.