Epidemiologi Graft Versus Host Disease
Data epidemiologi menunjukkan bahwa graft versus host disease atau GVHD akut muncul pada lebih dari separuh pasien yang menjalani allogeneic hematopoietic stem cell transplant atau HSCT. Kasus kronik dilaporkan memiliki insiden yang berkisar antara 6% hingga 80%.[7]
Global
Insiden graft versus host disease (GVHD) akut dilaporkan mencapai 40% hingga 60% pada pasien yang menerima allogeneic hematopoietic stem cell transplant (HSCT). GVHD akut (aGVHD) dapat terjadi pada 20-40% pasien yang menerima HSCT dari saudara dengan HLA identik, dan pada lebih dari 50% pasien yang menerima HSCT bukan dari donor keluarga. Bentuk berat dari aGVHD dengan risiko fatal bagi pasien dapat terjadi pada hingga 20% resipien dengan donor keluarga, serta 35% pada resipien dengan donor bukan relasi keluarga.[1,8]
Insiden dari graft versus host disease kronik (cGVHD) berkisar antara 30-70%. Sebuah penelitian menunjukan insiden kumulatif pada tahun pertama adalah 14-58%, pada tahun kedua adalah 13-83%, dan pada tahun kelima 44-70%.[8,9]
Indonesia
Belum ada data prevalensi kasus GVHD di Indonesia. Saat ini di Indonesia transplantasi organ solid, seperti transplantasi hati, masih merupakan prosedur yang jarang dilakukan. Di sisi lain, belum ada data epidemiologi mengenai GVHD pada pasien yang mendapat transfusi darah.
Mortalitas
Mortalitas dari graft versus host disease (GVHD) dipengaruhi oleh respons terhadap terapi. Pada pasien yang mengalami graft versus host disease akut (aGVHD) yang menunjukkan respons klinis baik terhadap terapi, mortalitas dilaporkan sebesar 20-25%. Di lain pihak, pasien yang tidak berespons dengan terapi memiliki mortalitas 75%. Mortalitas GVHD dilaporkan lebih rendah pada pasien berusia di bawah 18 tahun dibandingkan usia dewasa.[18,10]
Kegagalan fungsi organ terkait GVHD terjadi pada 4,8% pasien. Selain itu, GVHD juga berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi akibat disregulasi imun dan pemberian agen imunosupresi.[1,10]