Prognosis Graft Versus Host Disease
Prognosis graft versus host disease atau GVHD tergantung pada stadium klinis dan respons pasien terhadap terapi. Risiko komplikasi GVHD melibatkan sistem organ yang luas, termasuk risiko bakteremia dan disabilitas.
Komplikasi
Pasien dengan graft versus host disease (GVHD) berisiko mengalami berbagai komplikasi pada berbagai sistem organ, baik dari penyakit itu sendiri maupun dari terapi imunosupresi yang digunakan.
Infeksi Bakteri
Infeksi bakteri dapat terjadi akibat imunosupresi berkepanjangan maupun terkait penggunaan alat medis, misalnya kateter. Pasien yang mengalami infeksi bakteri dapat mengeluhkan demam, menggigil, nyeri, ataupun gejala sepsis pada kondisi yang berat. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien risiko tinggi maupun pemantauan berkala, misalnya dengan rontgen toraks untuk mengevaluasi adanya pneumonia, dapat mencegah dan mendeteksi dini komplikasi ini.
Infeksi Virus
Infeksi cytomegalovirus dapat menimbulkan pneumonia interstisial dan gastroenteritis. Pemantauan dengan alat yang dapat langsung mendeteksi virus, misalnya PCR, dapat dilakukan sesuai indikasi.
Infeksi ataupun reaktivasi dari virus varicella zoster (VZV) atau virus herpes simpleks (HSV) juga dapat timbul pada pasien GVHD. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemantauan klinis dan pemberian acyclovir profilaksis.
Infeksi Jamur
Infeksi aspergillosis, kandida, maupun pneumocystis juga dapat terjadi pada pasien GVHD. Pencegahan dengan obat golongan azole, seperti fluconazole dapat dipertimbangkan.
Toksisitas Agen Imunosupresan
Pasien GVHD menjalani imunosupresi yang cukup lama dan terkadang mendapat obat imunosupresan dosis tinggi. Sebagai contoh, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat meningkatkan risiko osteoporosis dan sindrom Cushing. Selain itu, penggunaan inhibitor kalsineurin, seperti siklosporin, dapat menyebabkan neurotoksisitas, hipertensi, tremor, dan gangguan fungsi ginjal.
Komplikasi Okular
Pasien GVHD dapat mengalami manifestasi okular yang ditandai dengan mata kering, keratopati pungtata superfisial, dan kerusakan konjungtiva. Pada kasus lebih berat, dapat terjadi komplikasi seperti neovaskularisasi kornea, keratitis infeksi, dan perforasi dan pelunakan kornea steril.
Komplikasi Neuromuskular
Komplikasi neuromuskular terjadi pada sekitar 8,1% pasien GVHD. Komplikasi neuromuskular dapat terjadi akibat beberapa faktor, contohnya efek samping pengobatan seperti miopati terkait steroid dan neuropati perifer akibat kemoterapi. Selain itu, komplikasi neuromuskular juga bisa muncul akibat malnutrisi, yakni peningkatan kejadian mononeuropati kompresif.[5,7,19-22]
Prognosis
Prognosis bergantung pada derajat keparahan manifestasi klinis dan juga respons terhadap terapi. Pasien dengan GVHD akut (aGVHD) stadium IV dilaporkan memiliki angka mortalitas paling tinggi dibandingkan stadium yang lebih rendah. Di sisi lain, pasien yang tidak berespons terhadap terapi telah dilaporkan memiliki angka mortalitas hingga 75%. Faktor prognosis yang lebih buruk adalah donor sumsum HLA-nonidentik, adanya gangguan hepar, serta keterlambatan mendapat terapi.
Tingkat mortalitas GVHD kronis (cGVHD) dipengaruhi oleh luas penyakit, progresi, adanya trombositopenia, dan donor sumsum HLA-nonidentik. Kesintasan pada cGVHD telah dilaporkan sebesar 42%. Tingkat kesintasan jauh lebih rendah (10%) dilaporkan pada pasien dengan onset progresif cGVHD.
Pasien dengan cGVHD juga lebih rentan mengalami defek imun, seperti gangguan imunitas mukosa, defek kemotaktik, asplenia fungsional, dan abnormalitas sel B kualitatif dan kuantitatif. Pasien cGVHD rentan mengalami bakteremia dan infeksi sinopulmonal, utamanya akibat Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Telah dilaporkan bahwa infeksi paru dialami oleh 50% pasien dengan cGVHD.
Terapi azathioprine pada pasien cGVHD dilaporkan meningkatkan risiko karsinoma sel skuamosa pada kulit dan mukosa bukal. Pasien juga dapat mengalami disabilitas akibat kontraktur sendi dari lesi kulit sklerodermatosa.[5]