Penatalaksanaan Infertilitas Pria
Penatalaksanaan untuk infertilitas pria dipilih berdasarkan penyebab yang mendasari. Pada tipe idiopatik, terapi berbasis bukti yang meningkatkan kesuburan dapat direkomendasikan. Penatalaksanaan bisa mencakup pembedahan untuk memperbaiki kelainan anatomi atau kerusakan pada organ reproduksi, serta Assisted Reproductive Technology (ART).
Medikamentosa dapat bermanfaat pada kasus infertilitas akibat ketidakseimbangan hormon dan disfungsi ereksi. Sementara itu, pembedahan dapat bermanfaat mengatasi infertilitas akibat obstruksi atau varikokel.[1,2,11]
Intervensi Bedah
Intervensi bedah bermanfaat pada kasus obstruksi, misalnya pada obstruksi duktus ejakulatorius dan azoospermia obstruktif. Tindakan bedah rekonstruktif dilakukan untuk memperbaiki kontinuitas dari transport sperma. Keberhasilan dari tindakan tergantung pada jenis pembedahan, kesulitan anatomi, dan kemampuan operator. Sebagai contoh, pada kasus varikokel, microsurgical varicocelectomy subinguinal adalah tindakan pilihan karena angka rekurensi rendah (0,4%) dan risiko komplikasi juga lebih rendah dibandingkan dengan tindakan lain.[2,14]
Tindakan pembedahan mikro lebih baik dilakukan dan berbiaya lebih murah dibandingkan dengan ART. Pada kasus dimana pasien tidak menginginkan tindakan pembedahan, maka dapat dilakukan beberapa teknik untuk mengumpulkan sperma dari testis dan epididimis. Bedah pengumpulan sperma dapat dilakukan bersamaan dengan pengumpulan oosit ketika injeksi sperma intrasitoplasmik (ISCI) atau sebelumnya. Teknik pengumpulan sperma ini terdiri dari aspirasi sperma epididimal perkutaneus (PESA), ekstraksi sperma testikular (TESE), dan aspirasi sperma epididimal bedah mikro (MESA).
Intervensi bedah tidak dilakukan pada kondisi dimana tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan sperma, misalnya pada kelainan genetik mikrodelesi AZFa dan AZFb.[13]
Varikokelektomi
Tindakan varikokelektomi adalah tindakan bedah untuk memperbaiki varikokel. Tindakan ini diindikasikan pada pasien yang ingin memiliki anak dengan infertilitas akibat varikokel terpalpasi, abnormalitas dari parameter sperma, infertil ≥2 tahun, dan infertil yang tidak bisa dijelaskan. Varikokelektomi tidak disarankan dilakukan pada varikokel yang tidak terpalpasi yang terdeteksi hanya dari pencitraan, pria dengan azoospermia, atau pasien dengan kadar FSH tinggi dengan testis kecil bilateral yang mengindikasikan kerusakan sel germinal ekstensif.[1,2,14]
Varikokelektomi dapat memperbaiki secara signifikan parameter sperma dan kemungkinan konsepsi. Umumnya, varikokelektomi akan memperbaiki parameter sperma pada 60-70% pasien. Beberapa cara melakukannya adalah melalui retroperitoneal, laparaskopik, pembedahan mikro pada inguinal atau subinguinal. Tidak ada perbedaan signifikan dari pendekatan-pendekatan tersebut, namun pembedahan mikro pada inguinal menunjukkan rekurensi varikokel terendah dan komplikasi yang minimal di antara tindakan lainnya.[1,2,13]
Transurethral Resection of the Ejaculatory Ducts (TURED)
Transurethral Resection of the Ejaculatory Ducts (TURED) digunakan pada kondisi obstruksi pada duktus ejakulatorius yang besar pasca inflamasi atau adanya obstruksi kistik. Tindakan ini dilakukan dengan bantuan transrectal ultrasound scan (TRUS) dengan cara reseksi pada veromontanum. Pada kasus obstruksi akibat kista midline prostat, dilakukan insisi, unroofing, atau aspirasi dari kista.[1,7,9]
Duktus seminalis distal dapat dievaluasi dengan cara memberikan pewarna methylen blue untuk melihat pembukaan dari saluran. Angka kesuburan setelah prosedur TURED adalah 20-25%. Komplikasi dari tindakan ini adalah refluks urine, infeksi saluran kemih, dan cedera pada sfingter eksternal. Apabila terjadi kegagalan tindakan pada kasus obstruksi fungsional saluran seminalis distal, spermatozoa dapat dikembalikan dengan cara antegrade seminal tract washout.[7,9,13]
Tindakan Pengumpulan Sperma
Pada pasien dengan azoospermia non obstruktif, tindakan pengumpulan sperma (TESE) dilakukan bersamaan dengan biopsi testis untuk kriptopreservasi dan selanjutnya digunakan untuk intracytoplasmic sperm injection (ICSI). TESE dapat dilakukan secara konvensional dan mikrodiseksi, tetapi mikrodiseksi TESE lebih disarankan karena lebih aman dan komplikasi yang rendah. Mikro-TESE memiliki angka keberhasilan 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan TESE konvensional dan pengaruh pada testoterone yang lebih rendah.[7,13,14]
Meskipun komplikasi akibat mikro-TESE lebih rendah, namun pasien membutuhkan pemantauan endokrinologi setelah tindakan untuk mendeteksi hipogonadisme, terutama pada pasien dengan sindrom Klinefelter. Pemeriksaan testosterone dapat dilakukan pada pasien asimptomatik pasca operasi 18 bulan atau pasien pria yang mengalami hipogonadisme simptomatik setelah tindakan.[7,13,14]
Terapi Non Bedah
Terapi non bedah dilakukan pada pasien infertilitas idiopatik dan oliog-astheno-terato-zoospermia (OAT). Pada kondisi ini terjadi penurunan spermatozoa pada ejakulasi, penurunan motilitas sperma dan kerusakan dari morfologi sperma.
Terapi Empiris
Terapi empiris meliputi perubahan gaya hidup, penurunan berat badan, olahraga, penghentian merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol. Pasien juga harus menghindari lubrikan yang berpotensi toksik ketika berhubungan seksual, menurunkan stress, menghentikan penggunaan zat rekreasional, serta menghindari paparan terhadap logam berat. Olahraga intensitas sedang dan tinggi dapat meningkatkan parameter sperma.[1,13]
Terapi Antioksidan
Inflamasi kronis dapat menyebabkan perubahan metabolik dan biokimia yang meningkatkan stress oksidatif. Reactive oxygen species (ROS) dapat merusak fungsi sperma dan menurunkan motilitas sperma, dan selanjutnya menyebabkan kerusakan dari DNA. Kadar ROS pada cairan seminal memiliki implikasi negatif pada keberhasilan ART.[2]
Bukti bahwa antioksidan bermanfaat pada infertilitas pria masih belum kuat. Beberapa antioksidan yang diteliti adalah koenzim Q10, selenium, L-Carnitine, asam folat, dan zinc. Meskipun demikian, pemberian antioksidan tidak berbahaya pada pasien dan dapat ditawarkan pada pasien yang menginginkan konsepsi. Dibutuhkan penelitian lanjutan dalam memastikan peran antioksidan serta dosis yang optimal untuk pasien.[1,13]
Modulator Reseptor Estrogen Selektif (SERM)
SERM diduga menghambat reseptor estrogen pada hipotalamus, yang kemudian menstimulasi sekresi GnRH dan peningkatan pelepasan gonadotropin pituitari. Hal ini kemudian akan menstimulasi spermatogenesis. Klomifen dapat digunakan dalam kasus infertilitas pria idiopatik. Perbaikan dari kesuburan akan terlihat dalam 3 bulan pertama atau lebih. Namun hingga saat ini, data yang mendukung masih sedikit.[13,14]
Terapi Hormonal
Penggunaan follicle stimulating hormone (FSH) dapat menstimulasi spermatogenesis dan perkembangan testis dalam masa pubertas. Namun ketika digunakan sebagai terapi tunggal dalam infertilitas, bukti yang mendukung perkembangan dari kesuburan masih terbatas. Tidak disarankan menggunakan terapi testosteron pada infertilitas pria.
Terapi hormonal menunjukkan bukti yang lebih baik ketika digunakan untuk gangguan pituitari dan hipotalamus spesifik, misalnya pada gangguan hipopituitari sekunder. Kombinasi dari human chorionic gonadotropin (hCG) dan FSH dapat menstimulasi spermatogenesis. Opsi lain adalah menggunakan Gonadotropin-releasing hormone (GnRH), namun hormon ini lebih mahal dan tidak menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan kombinasi FSH dan hCG. Apabila ditemukan hiperprolaktinemia, dopamine agonis mungkin dapat membantu memperbaiki kesuburan.[1,13]
Assisted Reproductive Technologies (ART)
ART adalah tindakan memanipulasi oosit dengan sel sperma secara in vitro untuk kemudian ditransfer kepada uterus sehingga terjadi kehamilan. Indikasi tindakan ART adalah bagi semua pasangan yang mengalami infertilitas. Terdapat beberapa teknik ART, seperti intrauterine insemination (IUI), in vitro fertilization (IVF), intracytoplasmic sperm injection (ICSI), dan magnetic activated cell sorting (MACS). Teknik ICSI adalah yang paling umum digunakan.[1,13]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita