Penatalaksanaan Ileus Paralitik
Penatalaksanaan ileus paralitik harus disesuaikan dengan penyebabnya. Pada penyebab terseringnya, yakni ileus pasca operasi, ileus seringkali bersifat reversibel dan tidak memerlukan tatalaksana tertentu.[2,3]
Pada ileus paralisis yang disebabkan oleh konsumsi obat, obat dapat dihentikan dan diganti dengan obat lain, atau pasien dapat diberikan obat penghambat reseptor opioid periferal sebagai tambahan. Ileus paralitik jarang memerlukan tatalaksana pembedahan.[2,3]
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal ileus adalah mengoreksi kondisi medis yang mendasari seperti hiperglikemia, hipoglikemia, konsumsi obat, gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia, atau gangguan keseimbangan asam-basa. Pasien diminta puasa, diberikan terapi cairan intravena, Penggunaan nasogastric tube akan membantu mengurangi tekanan intra abdomen.[1,3,4]
Obat-obatan yang menyebabkan ileus seperti opioid sebaiknya segera dihentikan. Pada pasien pasca operasi, penggunaan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dapat membantu memberikan efek analgesik dan mengurangi inflamasi lokal.[3]
Medikamentosa
Terdapat beberapa terapi farmakologi untuk penatalaksanaan ileus paralitik tetapi efikasinya masih belum didukung dengan bukti ilmiah yang cukup.
Ileus Pasca Operasi
Kombinasi prokinetik 5-HT3 reseptor antagonis dan deksametasone dilaporkan efektif dalam mencegah ileus pasca operasi. Namun, perannya sebagai modalitas terapeutik untuk ileus paralitik masih belum dapat dibuktikan. Penggunaan metoclopramide dan eritromisin juga tidak terbukti efektif dalam mencegah ataupun mengobati ileus paralitik.
Mosapride, sebuah obat prokinetik dari golongan 5-HT4 reseptor antagonis, dilaporkan cukup efektif dalam mencegah ileus paralitik. Namun, obat ini belum tersedia di Indonesia.[4]
Ileus Akibat Konsumsi Obat
Pada ileus paralitik akibat konsumsi obat, pasien dapat diberikan tambahan obat penghambat reseptor opioid di perifer seperti methylnaltrexone dan alvimopan. Naloxone banyak tersedia dan sering digunakan, tetapi penggunaannya terbatas karena mudah diserap, menyeberangi blood-brain barrier dan dapat mempengaruhi fungsi opioid di sistem saraf pusat, serta mencetuskan opioid withdrawal.[6]
Pseudo Obstruksi
Pada sindrom Ogilvie, pasien dapat diberikan acetylcholinesterase inhibitor seperti neostigmin dan piridostigmine yang dapat meningkatkan aktivitas parasimpatik. Pengobatan ini dapat diberikan setelah obstruksi mekanis di saluran cerna sudah disingkirkan. Pada pasien yang respon terhadap tata laksana tersebut, flatus dan defekasi dapat timbul 10 menit setelah pemberian obat via intravena.[1]
Pembedahan
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien ileus pasca operasi adalah open reversal Hartmann procedure atau operasi yang sama namun melalui laparoskopi. Sebuah penelitian melaporkan bahwa tindakan pembedahan melalui laparoskopi lebih aman dan efektif, juga memiliki waktu penyembuhan yang lebih cepat dan komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pembedahan terbuka.[3]
Pembedahan juga dapat dipertimbangkan pada sindrom Ogilvie, indikasi absolut untuk operasi adalah bila pasien menunjukkan tanda-tanda perforasi atau iskemia yang imminens, atau dilatasi kolon > 12cm yang persisten. Namun tindakan ini harus dipertimbangkan dengan baik karena angka mortalitasnya adalah 25-31%.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja