Diagnosis Kista Pilonidal
Diagnosis kista pilonidal didapat dari gambaran klinis bukaan, lubang, atau dimple ke sinus dengan/tanpa abses, pus, dan lendir. Sinus dan kista pilonidal dapat asimtomatik, maupun disertai nyeri, eritema, dan edema bila reaksi inflamasi sudah terjadi. Abses dan pus umumnya terjadi selanjutnya dalam perjalanan penyakit karena infeksi sekunder maupun ruptur struktur pilosebasea.
Daerah predileksi adalah celah gluteal, tetapi dapat pula di tangan, sela-sela jari, dan periungual pada pencukur atau penata rambut. Pada kondisi kronis, gambaran klinis dapat menunjukkan kavitas dengan rambut dan sekret purulen yang timbul berulang.[1–4,10]
Pencitraan seperti MRI dan ultrasonografi, umumnya tidak disarankan sebagai pemeriksaan rutin, tetapi dapat dipertimbangkan bila gambaran klinis inkonklusif, misalnya menyingkirkan diagnosis banding seperti fistula anorektal. Pencitraan juga dapat dipertimbangkan sesuai klinis untuk menilai ekstensi penyakit, maupun transformasi keganasan, seperti karsinoma pilonidal.[1–4,7]
Anamnesis
Anamnesis kista pilonidal berupa keluhan lubang atau dimple kecil yang asimtomatik maupun nyeri, bengkak, dan kemerahan. Keluhan nyeri biasanya diperparah dengan gerakan atau posisi yang menyebabkan penekanan atau peregangan kulit yang mengalami lesi. Misalnya bila pada celah gluteal, nyeri memberat pada saat duduk sehingga sulit duduk atau membungkuk. Keluhan ini lebih banyak terjadi pada pilonidal eksaserbasi akut.
Keluhan demam pada umumnya jarang terjadi umumnya terkait dengan abses yang tidak didrainase. Selain itu, pasien juga dapat mengeluh adanya sekret baik cair, purulen, maupun darah dari lesi. Pada kista pilonidal kronis, sekret purulen seringkali dikeluhkan timbul berulang. Pada kondisi kronis juga dapat ditemukan adanya rambut yang keluar dari lubang pilonidal.[1–4,7,10,11]
Faktor risiko kista pilonidal yang terkait dengan kebiasaan pasien perlu ditanyakan, yaitu duduk lama beberapa jam sehari, riwayat pekerjaan seperti tukang potong rambut, penata rambut atau pekerjaan yang berhubungan grooming hewan berbulu. Riwayat pekerjaan ini seringkali memiliki predileksi lesi pilonidal di tangan, sela-sela jari, dan periungual. Riwayat keluhan serupa pada keluarga dan penyakit komorbid seperti diabetes mellitus perlu ditanyakan.[1,6,7]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kista pilonidal memiliki karakteristik lubang atau dimple, dengan area predileksi di superior celah gluteal pada area sacrococcygeal. Lubang atau dimple ini dapat menjadi muara kantung maupun sinus yang terletak di bagian atas celah gluteal, pada midline, sekitar 4–10 cm dari anus, dan seringkali berbentuk asimetris. Hal ini mungkin karena jalur sinus yang terbentuk mengarah ke lateral atau cephalad.
Lesi juga dapat ditemukan pada regio lain, seperti pada tangan, sela-sela jari, dan periungual. Pada keadaan asimtomatik, seringkali kulit di sekitarnya tampak tenang, tanpa eritema, dan tidak terdapat nyeri tekan pada palpasi.[1,2,7,10]
Gambar 2. Kista Pilonidal dengan Lubang, Sinus, dan Bukaan Traktus Sinus.
Pada keadaan di mana sudah terjadi inflamasi akut, infeksi, maupun eksaserbasi akut, lesi seringkali disertai dengan gambaran abses dan selulitis. Kulit di sekitar lesi mengalami kemerahan, dengan/tanpa fluktuasi dan nyeri tekan.[1,2,7]
Pasien dengan infeksi akut, pada pemeriksaan fisik sering ditemukan gambaran selulitis di celah gluteal dan dapat ditemukan abses yaitu massa lunak, berfluktuasi di dekat bagian atas celah gluteal, biasanya sedikit lateral ke satu sisi.[1]
Pemeriksaan Fisik pada Kista Pilonidal Kronis
Kista pilonidal kronis seringkali dikaitkan dengan sekret bening atau purulen dengan/tanpa darah yang keluar dari lubang sinus. Saluran sekunder atau lubang dapat diidentifikasi melebar ke lateral dari garis tengah pada kista pilonidal dengan supurasi kronis.
Pada kista pilonidal kronis, presentasi klinis bervariasi tergantung derajat inflamasi dan jaringan parut pada area lesi. Selain itu, dapat ditemukan adanya rambut yang tumbuh dari lubang sinus.[2–4,6,7,10]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kista pilonidal meliputi kondisi klinis dengan lesi serupa, yaitu seperti lubang atau dimple, dengan area predileksi pada sacrococcygeal. Membedakan kista pilonidal dari penyakit lainnya memerlukan pemeriksaan anorektal secara detail.
Diagnosis banding kista pilonidal, meliputi abses perianal, fistula anorektal, komplikasi perianal pada penyakit Crohn, furunkel dan karbunkel, psoriasis fisura natal cleft, serta hidradenitis suppurativa.[1,2,6]
Abses Perianal
Pada abses perianal, keluhan yang sering adalah nyeri berat di daerah anus atau dubur, dengan gejala sistemik seperti demam dan malaise. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan lesi eritema dengan fluktuasi dan indurasi kulit di atas kulit perianal.
Sementara abses perianal umumnya ditemukan dekat anus, abses pilonidal terletak lebih atas di daerah celah gluteal. Kista pilonidal baik kista dengan tanda inflamasi, infeksi akut, kronis maupun eksaserbasi yang membentuk abses seringkali dapat disertai kantung atau sinus yang berisi debris, rambut, maupun sekret bening atau purulen dengan/tanpa darah.[1,2,6]
Fistula Anorektal
Abses anorektal kronis dapat membentuk fistula anorektal. Fistula anorektal berupa saluran epitel yang menghubungkan anus atau rektum dengan kulit perirektal. Saluran ini biasanya terbentuk ketika abses pecah atau didrainase.
Diagnosis fistula anorektal adalah berdasarkan riwayat abses anorektal kronis, serta adanya nyeri, drainase purulen, dan lesi pada kulit perirektal. Fistula anorektal memiliki muara yang mengarah ke anus, sedangkan muara sinus pilonidal umumnya mengarah ke arah rongga di garis tengah celah gluteal.[1,2,6]
Komplikasi Perianal Penyakit Crohn
Komplikasi perianal penyakit Crohn termasuk fisura anus, fistula, dan abses. Fisura anus dapat bersifat asimtomatik maupun dengan gejala klinis seperti nyeri dubur, inkontinensia, ulkus yang dalam, serta sekret purulen maupun perdarahan. Komplikasi perianal terkait penyakit Crohn biasanya berpusat di sekitar anus, dan tidak pada daerah celah gluteal.[1,2,6]
Furunkel dan Karbunkel
Furunkel merupakan infeksi folikel rambut dengan gambaran nodul kemerahan atau pustul. Karbunkel adalah dua atau lebih furunkel yang juga dapat menghasilkan sekret purulen.
Furunkel dan karbunkel pada umumnya ditemukan di area gluteal. Lesi ini biasanya jauh dari midline dan tidak berhubungan dengan saluran sinus. Sedangkan kista pilonidal yang sudah terinfeksi dengan abses memiliki klinis yang khas berupa lubang atau dimple dengan/tanpa sekret purulen dengan predileksi di celah gluteal.[1–3,6,14,15]
Hidradenitis Suppurativa
Hidradenitis suppurativa adalah penyakit oklusif folikel kronis yang melibatkan kulit intertriginosa (lipatan kulit) pada daerah aksila, selangkangan, perianal, perineum, dan lipatan di bawah payudara. Pada area perianal dan perirektal, hidradenitis suppurativa juga dapat mengekskresikan drainase purulen.
Hidradenitis suppurativa dapat membentuk lesi nodul mendalam dengan diameter 0,5–2 cm, kemerahan, sinus, dengan etiologi yang hampir menyerupai kista pilonidal. Akan tetapi, hidradenitis suppurativa umumnya berada pada area intertriginosa yang kaya akan kelenjar apokrin, seperti perineum. Selain itu, 12–48 jam sebelum lesi hidradenitis suppurativa muncul, pasien dapat mengeluh pruritus, nyeri, rasa terbakar, maupun hiperhidrosis.[1–3,16]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang, seperti MRI, ultrasonografi, dan biopsi, tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin pada semua kasus kista pilonidal. Akan tetapi, dapat diindikasikan bila diagnosis klinis inkonklusif, identifikasi ekstensi penyakit atau membantu prosedur insisi drainase, serta identifikasi komplikasi osteomyelitis maupun keganasan.[1–4,7]
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat membantu dalam menentukan seberapa luas batas lesi kista pilonidal dan membantu eksisi drainase pada tata laksana bedah. Penggunaan USG eksternal pada area sacrococcygeal dan USG endoanal dapat membantu mengevaluasi luas lesi pilonidal, traktus sinus, dan membedakan sepsis perianal.[1,2,4]
Gambaran USG pada kista pilonidal dapat menunjukkan struktur seperti kantung (saclike) atau seperti pita (bandlike) pada dermal maupun hipodermal. Gambaran kantung maupun pita ini dapat berjumlah banyak (multipel) dengan/tanpa hubungan satu dengan lainnya. Selain itu, dapat pula ditemukan adanya fragmen rambut multipel yang retensi. Pada kista pilonidal, dapat ditemukan edema pada area hipodermis dan hipervaskular pada bagian perifer.[9]
Pada tindakan eksisi, pemeriksaan USG dapat mengidentifikasi panjang sinus, sehingga membantu ketepatan identifikasi margin eksisi. Pemeriksaan USG dinilai lebih baik dalam identifikasi margin eksisi pada sinus pilonidal dibandingkan dengan palpasi saja.[1]
Pewarnaan Methylene Blue
Luas ekstensi lesi sinus pilonidal dapat dievaluasi dengan pewarnaan methylene blue yang digunakan bersamaan dengan operasi. Metode pewarnaan ini pada kista pilonidal dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana reseksi jaringan lunak yang diperlukan pada saat operasi. Akan tetapi, dibandingkan dengan USG, pewarnaan dengan methylene blue lebih inferior untuk mengidentifikasi ekstensi sinus.[1,2]
Magnetic Resonance Imaging dan Biopsi
Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan biopsi pada kasus kista pilonidal tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan MRI hanya dipertimbangkan bila terdapat kecurigaan pelvic sepsis, inflammatory bowel disease (IBD), atau fistula in ano. Biopsi dipertimbangkan bila didapatkan kecurigaan transformasi keganasan, seperti squamous cell carcinoma (SCC).[1]