Epidemiologi Alopecia Areata
Data epidemiologi menunjukkan bahwa alopesia atau alopecia areata dialami oleh sekitar 0,1–0,2% populasi umum. Risiko selama hidup untuk mengalami penyakit ini adalah sebesar 2%. Prevalensi dilaporkan hampir sama antara pria dan wanita.[9]
Global
Alopecia areata dapat dialami oleh pria maupun wanita dengan risiko yang sama. Namun, pria cenderung didiagnosis lebih dini daripada wanita. Wanita lebih sering mengalami alopecia areata yang bersifat ekstensif, yang disertai dengan keterlibatan penyakit komorbid dan autoimun.
Alopecia areata dapat dialami oleh segala grup usia. Mayoritas penderita didiagnosis sebelum usia 40 tahun, dengan rerata usia 25–36 tahun. Pada anak-anak, rerata onset terjadi pada usia 5–10 tahun. Studi tidak menemukan predileksi ras tertentu.[1,10]
Alopecia areata dapat terjadi di berbagai bagian tubuh tetapi paling banyak ditemukan pada kulit kepala, terutama di bagian oksipital. Sebanyak 58% penderita dewasa mengalami alopecia dengan keterlibatan pada kurang dari setengah kulit kepala.
Sebanyak 10,5–35,8% penderita alopecia areata akan mengalami perubahan pada kuku, seperti pitting, trakinokia, dan longitudinal ridging. Penyakit ini dapat menurunkan kualitas hidup pada 50% penderita dan berkaitan dengan prevalensi gangguan psikiatri seperti depresi sebesar 70%.[10]
Indonesia
Saat ini data epidemiologi alopecia areata di Indonesia masih terbatas. Data yang ada hanya merupakan laporan kasus dari beberapa fasilitas kesehatan. Studi epidemiologi nasional masih perlu dilakukan di masa depan.[11]
Mortalitas
Alopecia areata umumnya bersifat ringan atau bahkan asimtomatik. Kondisi ini dapat menyebabkan distress emosional dan psikososial bagi penderitanya, tetapi umumnya tidak menyebabkan kematian. Mortalitas mungkin disebabkan oleh penyakit autoimun komorbid yang menyertai.[1-3]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur