Epidemiologi Dermatitis Kontak Alergi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dermatitis kontak alergi lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria. Prevalensi dermatitis kontak alergi dilaporkan terus meningkat setiap tahunnya. Prevalensi tahunan dermatitis kontak alergi diperkirakan sekitar 15%.[1,2,5]
Global
Dermatitis kontak alergi merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang cukup sering ditemukan dalam praktik sehari-hari dan masuk ke dalam kategori penyakit kulit akibat pekerjaan (occupational skin disease / OCD). Insiden dari OCD sendiri per tahun mencapai 0,5-1,9% secara global. 30% dari seluruh kasus OCD adalah dermatitis kontak alergi. Prevalensi dermatitis kontak alergi terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir, dan diperkirakan terjadi pada hampir 15-20% populasi di seluruh dunia.[1,3]
Dermatitis kontak alergi paling sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Apabila terjadi pada pasien usia lanjut, maka biasanya paling sering disebabkan oleh obat topikal.
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan di Swedia, prevalensi dari dermatitis kontak alergi akibat cuci tangan mencapai 2,7 kasus per 1000 populasi. Berdasarkan studi dari Belanda, prevalensi dari dermatitis kontak alergi akibat mencuci tangan mencapai 12 kasus per 1000 populasi.[2]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi khusus mengenai dermatitis kontak alergi di Indonesia. Meski begitu, berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI dilaporkan prevalensi dermatitis di Indonesia mencapai 67,8%.[6]
Mortalitas
Tidak ada data mengenai keterkaitan antara dermatitis kontak alergi dengan mortalitas. Meski demikian, dermatitis kontak alergi bisa bersifat persisten atau mengalami relaps yang sering jika alergen tidak diidentifikasi dan terjadi paparan terus menerus. Hal ini dapat mengganggu kualitas hidup pasien dan menyebabkan penurunan produktivitas.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah