Panduan E-Prescription Dermatitis Kontak Alergi
Panduan e-prescription pada dermatitis kontak alergi ini dapat digunakan Dokter pada saat akan memberikan terapi medikamentosa secara online.
Tanda dan Gejala
Pada anamnesis, pasien dengan dermatitis kontak alergi akan mengeluhkan adanya ruam kemerahan yang terasa gatal disertai sensasi terbakar dan perih setelah paparan produk atau zat tertentu. Lokasi keluhan sesuai dengan area yang berkontak dengan alergen. Predileksi yang paling sering adalah tangan, kaki, wajah, dan kelopak mata, tetapi lesi juga dapat muncul di seluruh tubuh.[7]
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan kulit mengalami tanda peradangan seperti eritema, vesikel, dan bula dengan dasar edematosa. Pada kasus kronik, dapat muncul gambaran skuama, fisura, dan likenifikasi. Pada dermatitis kontak alergi, lesi umumnya memiliki batas, garis, dan sudut yang jelas.[1,2]
Peringatan
Terapi paling penting dari dermatitis kontak alergi adalah menghindari paparan alergen. Jika alergen pencetus belum diketahui, ada baiknya untuk menganjurkan pasien melakukan pemeriksaan alergi, misalnya dengan patch test. Apabila alergen tidak bisa dihindari terkait pekerjaan pasien, maka anjurkan pasien untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, sepatu bot, atau apron.
Kompres dingin menggunakan 2-3 lembar kassa yang dibasahi cairan salin dapat membantu meredakan gejala gatal dan rasa perih, terutama pada kasus dermatitis vesikular.[12]
Jika pasien mendapat steroid topikal ataupun oral, perhatikan kemungkinan efek samping yang bisa timbul. Kortikosteroid sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Waspadai efek samping seperti atrofi kulit, hiperglikemia, hipertensi, hipokalsemia, dan supresi hipotalamik-pituitarik-adrenal. Bila digunakan di sekitar area mata, waspadai efek samping katarak, glaukoma, dan hipertensi okular.[12,17]
Medikamentosa
Pada pasien dengan dermatitis kontak alergi yang melakukan konsultasi oral, dapat diberikan steroid topikal seperti mometasone furoate, fluticasone propionate, dan clobetasol. Obat dioleskan tipis-tipis pada lesi sebanyak sekali sehari. Lama pemberian berkisar antara 3 hari hingga 3 minggu. Peringatkan pasien untuk tidak menggunakan obat jangka panjang dan terus menerus.[12]
Pada pasien yang mengeluhkan gatal yang sangat mengganggu, dapat diberikan antihistamin oral. Contoh obat yang bisa digunakan adalah cetirizine atau loratadine dengan dosis 10 mg/hari.[12-15]
Anjurkan juga pasien untuk menggunakan pelembap kulit kaya kandungan lipid, seperti petrolatum atau Eucerin. Pelembap digunakan secukupnya pada area lesi, sesudah mandi atau setelah bekerja.[12,16]
Pada kasus dermatitis kontak alergi dengan lesi yang berat atau luas melebihi 20% luas tubuh, anjurkan untuk berkonsultasi dengan Dokter Spesialis Kulit.[12]
Pemberian pada Ibu Hamil
Secara umum, penggunaan kortikosteroid topikal dianggap memiliki risiko rendah memberikan efek samping baik pada ibu hamil maupun menyusui. Sementara itu, antihistamin generasi kedua, seperti cetirizine atau loratadine, aman dikonsumsi oleh ibu hamil dan masuk ke dalam kategori FDA B.[18,19]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah