Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak alergi yang paling utama adalah dengan identifikasi dan menghindari alergen pencetus. Terapi topikal dapat diberikan dengan steroid jika lesi <20% luas tubuh. Pada lesi lebih luas, mungkin diperlukan steroid oral. Pasien juga bisa diberikan obat antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal.[2,12]
Non-medikamentosa
Tata laksana nonmedikamentosa yakni berupa identifikasi dan menghindari bahan alergen yang diduga menjadi penyebab terjadinya dermatitis kontak alergi. Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, sepatu bot, atau apron apabila memang terpaksa atau harus terus terpapar oleh bahan alergen karena tuntutan pekerjaan atau hal lain.
Kompres dingin menggunakan cairan salin juga diduga dapat membantu meredakan gejala gatal dan perih, terutama pada kasus dermatitis vesikular. Kompres dilakukan menggunakan 2-3 lapis kain kasa yang dibasahi cairan salin normal.[2,12]
Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa dengan obat topikal umumnya cukup untuk mengatasi gejala pada pasien dengan lesi yang <20%. Pada kasus lesi lebih luas, steroid sistemik mungkin bermanfaat.
Terapi Topikal
Emolient atau pelembap kaya kandungan lipid, seperti petrolatum atau Eucerin, dapat bermanfaat. Pelembap digunakan sesudah mandi atau setelah bekerja. Tujuan pemberian pelembap yakni untuk melapisi kulit sebagai functioning barrier, agar dapat mengurangi risiko paparan langsung dengan alergen atau iritan.
Kortikosteroid potensi sedang – tinggi berperan sebagai antiinflamasi, dan dianjurkan pada lesi kulit dermatitis kontak alergi yang tidak terlalu luas. Contoh kortikosteroid yang dapat digunakan yakni mometasone furoate, fluticasone propionate, dan clobetasol. Kortikosteroid dioleskan sekali sehari dengan durasi pemberian hingga 3 minggu. Perlu diingat bahwa penggunaan kortikosteroid topikal dapat menyebabkan atrofi kulit.
Topikal kalsineurin inhibitor seperti tacrolimus 0,1% dapat digunakan pada kasus dermatitis kontak alergi pada kelopak mata ataupun dermatitis kronik atau berat yang tidak berespon dengan steroid.
Apabila dijumpai adanya infeksi sekunder atau superinfeksi, antibiotik topikal dapat diberikan. Perhatikan jenis antibiotik yang dipilih dengan zat pencetus dermatitis kontak alergi pada pasien karena antibiotik seperti neomycin, gentamicin, polymyxin B, dan bacitracin dapat bersifat sebagai alergen.[12,16]
Terapi Sistemik
Antihistamin oral, seperti cetirizine atau loratadine 10 mg/hari, dapat diberikan untuk mengurangi keluhan gatal.
Pada kasus lesi yang luas atau tidak berespon dengan steroid topikal, dapat diberikan kortikosteroid oral seperti prednison 20 mg/ hari untuk 3 hari hingga 2 minggu. Pemberian kortikosteroid oral tidak direkomendasikan pada pasien dengan osteoporosis dan diabetes melitus.
Terapi imunosupresif sistemik, seperti azathioprine atau cyclosporin, hanya dipertimbangkan pada kasus dermatitis kontak alergi yang berat yang tidak berespon dengan obat topikal.[12-15]
Fototerapi
Fototerapi dengan menggunakan narrow-band UVB phototherapy atau psoralen-plus UVA diindikasikan pada pasien dengan dermatitis kontak alergi yang tidak terkontrol dengan baik menggunakan kortikosteroid topikal. Penggunaanya harus hati-hati karena fototerapi diduga berkaitan dengan peningkatan risiko kanker.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah