Patofisiologi Dermatitis Kontak Alergi
Patofisiologi dermatitis kontak alergi selalu diawali dengan adanya paparan atau kontak langsung dengan agen penyebab alergi atau disebut sebagai alergen.[1,2]
Alergen dan Hapten
Terdapat setidaknya 3000 zat kimia yang diduga menjadi penyebab dari dermatitis kontak alergi. Alergen yang dapat menembus stratum korneum harus berukuran kurang dari 500d. Molekul organik yang bersifat chemical sensitizers berikatan dengan self-proteins untuk membentuk neoantigen imunogenik melalui proses yang disebut dengan haptenisasi.[1,2]
Ini membedakan dermatitis kontak alergi dengan iritan. Pada dermatitis kontak iritan, reaksi yang muncul tidak melibatkan reaksi alergi.[5]
Fase Sensitisasi
Hapten atau haptenated self-proteins akan mengaktivasi toll-like receptors (TLRs) dan mengaktivasi sistem imun non-spesifik pada kulit. Hal ini kemudian memicu mediator proinflamatori lain seperti interleukin (IL)-1β, diikuti dengan aktivasi dari sel dendritik pada kulit, salah satunya yakni sel Langerhans.
Hapten atau alergen tersebut akan ditangkap oleh sel Langerhans. Sel Langerhans yang secara efisien menangkap antigen di perifer, kemudian akan berpindah menuju kelenjar getah bening regional, dan antigen-antigen tersebut akan bertemu dengan sel limfosit T.
Akibat proses ekspansi klonal yang juga dikenal dengan istilah cytokine-induced proliferation, maka antigen spesifik limfosit T akan terbentuk. Sel-sel limfosit T akan kembali ke lokasi awal kulit yang terpapar dengan alergen, melepaskan sitokin proinflamatori, dan menyerang sel-sel haptenated, yang kemudian menyebabkan reaksi inflamasi klasik pada dermatitis kontak alergi. Proses ini yang disebut sebagai fase sensitisasi.[1-3]
Fase Elisitasi
Selain fase sensitisasi, terdapat fase kedua yakni fase elisitasi. Fase elisitasi terjadi setelah paparan ulang dari antigen terjadi. Sel-sel Langerhans yang mengandung antigen akan berinteraksi dengan antigen-spesifik- limfosit T, yang kemudian memicu terjadinya proses cytokine-induced proliferation. Proliferasi ini, akan menciptakan respon peradangan lokal.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah