Patofisiologi Hiperhidrosis
Patofisiologi hiperhidrosis belum sepenuhnya diketahui. Keluhan akan dialami pasien pada area yang memiliki banyak kelenjar keringat, seperti area palmar, aksila, wajah, dan plantar pedis.
Dari semua lokasi, palmar yang berkeringat merupakan tampilan klinis yang paling sering ditemukan. Hiperhidrosis pada palmar seringkali berakibat gangguan pada fungsi tangan, gangguan sosial, serta stres emosional.
Pada pasien hiperhidrosis, sering ditemukan hiperaktivitas sistem saraf parasimpatik yang menyebabkan pelepasan asetilkolin berlebih dari ujung saraf. Asetilkolin akan menginervasi kelenjar ekrin pada epidermis sebagai respons fisiologis terhadap kontrol suhu tubuh, terutama ketika terdapat stres fisik maupun psikologis.
Pada hiperhidrosis, diduga terdapat perubahan dari umpan balik negatif di hipotalamus yang mengakibatkan tubuh berkeringat lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk mendinginkan suhu tubuh. Reaksi patologis ini juga dapat dipengaruhi obat-obatan yang meningkatkan pelepasan asetilkolin dari neuron atau gangguan medis lain yang menyebabkan upregulation respons simpatik.
Orang dengan hiperhidrosis primer akan menghasilkan produksi keringat yang lebih tinggi terhadap stimulus normal. Pada pemeriksaan histologis, karakteristik kelenjar ekrin pada pasien dengan hiperhidrosis memiliki ukuran dan jumlah yang normal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hiperhidrosis. Namun, ganglia simpatis dari pasien dengan hiperhidrosis memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan orang normal.[1-4]
Hiperhidrosis juga berkaitan dengan masalah medis tertentu, seperti tirotoksikosis, hipoglikemia, dan gout.[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja