Diagnosis Lymphedema
Diagnosis lymphedema dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Gejala yang umum ditemui berupa edema pada ekstremitas. Edema juga dapat terjadi pada wajah, genital, atau batang tubuh. Pemeriksaan penunjang berupa limfoskintigrafi dapat digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis, menilai stadium lymphedema, serta membantu menentukan intervensi yang tepat untuk lymphedema.[1]
Anamnesis
Lymphedema dapat asimtomatik maupun simtomatik, tergantung dari stadium lymphedema. Biasanya, pasien datang dengan keluhan rasa berat, tidak nyaman, dan kesulitan bergerak pada ekstremitas bawah yang unilateral. Rasa berat serta berkurangnya mobilitas disertai dengan pembengkakan pada punggung kaki. Dapat dikeluhkan juga gangguan kulit, seperti kulit kasar dan perubahan warna kulit. Nyeri dapat dirasakan apabila terdapat inflamasi berulang dari saluran limfa.
Harus ditanyakan pula sejak kapan pasien merasakan keluhan tersebut. Apakah sejak anak-anak, remaja, atau dewasa. Tanyakan juga apakah di sekitar tempat tinggal pasien terdapat pasien dengan filariasis. Apabila tidak ada, perlu ditanyakan apakah pasien pernah bepergian ke daerah endemis filariasis, seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Riwayat keganasan serta penatalaksanaannya, seperti pembedahan dan radioterapi harus ditanyakan. Gangguan vaskuler, infeksi bakteri berulang, dan prosedur medis yang pernah dijalani juga perlu ditanyakan karena lymphedema dapat disebabkan oleh ketiga hal tersebut. Riwayat lymphedema dan gangguan genetik pada keluarga perlu ditanyakan untuk memastikan penyebab lymphedema.
Anamnesis juga perlu dilakukan untuk menggali diagnosis banding. Perlu ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat penyakit sistemik, seperti gagal ginjal, gagal hati, ataupun gagal jantung. Apabila pasien wanita, tanyakan apakah sedang hamil. Perlu ditanyakan juga apakah rasa berat dan bengkak terjadi pada satu atau dua kaki.[1,2,8]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembesaran ekstremitas unilateral atau bilateral, terutama pada ekstremitas atau genitalia. Walaupun terdapat kasus lymphedema generalisata primer yang menyerang wajah dan batang tubuh, kasus ini sangat jarang. 92% lymphedema primer menyerang ekstremitas dan 50% di antaranya bersifat bilateral. Selain itu, 16% anak dengan kasus lymphedema idiopatik dilaporkan memiliki penyakit pada ekstremitas atas.[1,8]
Pada pemeriksaan kulit dapat ditemukan edema, tanda-tanda inflamasi akibat infeksi seperti kemerahan, nyeri tekan, panas, dan berkurangnya fungsi. Edema pitting dapat ditemukan pada lymphedema stadium awal. Sedangkan, kulit hiperkeratosis dan edema non-pitting dapat ditemukan pada lymphedema stadium akhir. Selain itu, gambaran peau d’orange dan fibrosis juga dapat ditemukan. Edema biasanya diawali pada bagian distal ekstremitas, lalu ke bagian proksimal ekstremitas.
Tanda Kaposi-Stemmer dapat ditemukan pada pasien lymphedema. Pemeriksaan tanda ini dilakukan dengan mencubit jari 2 pada kaki dengan edema. Apabila tidak dapat dicubit, tanda tersebut positif. Pasien dengan lymphedema biasanya memiliki tanda Kaposi-Stemmer positif.
Pemeriksaan genitalia pada laki-laki dapat dilakukan untuk melihat apakah adanya pembengkakan pada skrotum, seperti yang biasa ditemukan pada pasien dengan filariasis.[1,2,8]
Klasifikasi Lymphedema
Berdasarkan International Society of Lymphology (ISL), lymphedema terdiri dari 4 stadium. Stadium tersebut dirangkum dalam tabel berikut.[3]
Tabel 1. Stadium Lymphedema Menurut International Society of Lymphology
Stadium | Deskripsi |
Stadium 0 (lymphedema laten) | Pada stadium ini pasien telah mengalami kerusakan sistem limfatik serta gejala lymphedema. Walau demikian, pasien belum mengalami perubahan pada volume atau lingkar tungkai |
Stadium 1 (spontaneously reversible) | Pada stadium ini, edema pitting dan pembengkakan pada tungkai dapat membaik dengan kompresi |
Stadium 2 (non spontaneously reversible) | Pada stadium ini, pembengkakan pada tungkai terjadi akibat adanya penumpukan jaringan adiposa, sehingga kompresi tidak dapat memperbaiki keadaan edema |
Stadium 3 (elefantiasis limfostatik) | Pada fase ini terjadi perubahan struktur kulit serta pembengkakan tungkai yang berat. |
Sumber: dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono, Alomedika, 2022.[3]
Diagnosis Banding
Lymphedema merupakan salah satu kondisi yang cukup sulit dibedakan dengan penyakit lain yang dapat menyebabkan edema tanpa kerusakan saluran limfatik. Diagnosis banding yang perlu dipikirkan mencakup insufisiensi vena, gagal jantung, serta gagal ginjal.[3,9]
Insufisiensi Vena Kronik
Insufisiensi vena kronik biasanya ditandai dengan pembengkakan di ekstremitas, baik ekstremitas atas maupun bawah, dengan komponen pitting yang seringkali timbul pula pada awal-awal lymphedema. Meski demikian, insufisiensi vena kronik memiliki tanda khas seperti terdapat varises, pigmentasi kulit menjadi coklat kemerahan, ulkus tungkai, hingga perbaikan gejala saat dilakukan elevasi.[9]
Lipedema
Lipedema juga dapat menyebabkan pembengkakan, yang diakibatkan oleh kelainan progresif kronik jaringan adiposa yang seringkali terjadi pada wanita beberapa tahun pasca pubertas. Salah satu ciri khas dari lipedema adalah edema yang mendadak hilang pada level malleolus, serta memar-memar yang mudah terjadi di bagian yang mengalami edema.[9]
Edema Terkait Obat
Edema dipicu obat-obatan harus dipertimbangkan sebagai salah satu diagnosis banding pada lymphedema. Beberapa obat diketahui dapat menyebabkan edema di ekstremitas, misalnya golongan penyekat kanal kalsium seperti amlodipine dan nifedipine. Untuk menyingkirkan diagnosis banding edema akibat obat-obatan, tentunya dapat diketahui dengan mencari riwayat konsumsi obat pasien saat melakukan anamnesis.[9]
Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia yang merupakan salah satu penyebab edema tungkai dapat dijadikan diagnosis banding lymphedema. Adapun cara untuk membedakan hipoalbumin dengan lymphedema adalah dengan pemeriksaan laboratorium.[9]
Gagal Ginjal atau Gagal Jantung
Gagal ginjal atau gagal jantung adalah diagnosis banding penting yang harus dipikirkan ketika pasien datang. Adapun cara untuk menapis gagal ginjal atau gagal jantung sebagai salah satu penyebab adalah dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta melakukan pemeriksaan laboratorium yang mengarah kepada kedua penyakit tersebut, seperti pemeriksaan ureum dan kreatinin.[9]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada lymphedema hanya dilakukan apabila anamnesis dan pemeriksaan fisik belum cukup untuk menegakkan diagnosis pasti. Selain itu, pemeriksaan penunjang juga bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menentukan stadium lymphedema.[1]
Pencitraan
Pencitraan yang dapat dilakukan untuk diagnosis lymphedema adalah magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT). Pada kedua moda pencitraan tersebut, dapat ditemukan adanya penebalan pada jaringan kutan dan adanya edema pada lapang epifascial. Selain itu, dapat ditemukan gambaran honeycomb pada jaringan subkutan.
MRI dan CT abdomen dan pelvis juga dapat membantu mengidentifikasi adanya tumor sebagai etiologi lymphedema. Walau demikian, lymphoscintigraphy lebih direkomendasikan untuk digunakan dibandingkan kedua modalitas pencitraan ini.
Penggunaan ultrasonografi juga dapat memberikan gambaran cacing yang hidup di dalam skrotum pada pasien dengan filariasis. Selain itu, pemeriksaan USG Doppler dapat digunakan untuk evaluasi ada tidaknya deep vein thrombosis pada ekstremitas.[1-3,8]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Untuk menyingkirkan gangguan pada hepar, dapat dilakukan pemeriksaan alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate transaminase (AST). Sedangkan untuk menyingkirkan gangguan pada ginjal, dapat dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin dan urinalisis. Pemeriksaan serum albumin dapat dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat hipoalbuminemia.
Apabila pasien dicurigai filariasis, pemeriksaan apus darah dapat dilakukan untuk memeriksa adanya mikrofilaria pada apusan. Sampel paling baik diambil malam hari, pukul 10 malam hingga 2 pagi, dikarenakan terdapat spesies yang nokturnal. Pemeriksaan serologis, yaitu pemeriksaan immunoglobulin G1 dan G4 antifilarial, juga dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.[1-3,8]
Lymphoscintigraphy
Modalitas diagnostik yang cukup definitif pada kasus lymphedema adalah pemeriksaan lymphoscintigraphy. Pada pemeriksaan ini, injeksi protein tracer, yaitu koloid 99mTc-sulfur yang dilakukan pada bagian lengan atau tungkai bawah akan masuk ke aliran limfatik. Selanjutnya, kamera gamma akan menangkap dan menghitung sinyal koloid 99mTc-sulfur atau emisi gamma yang berpindah pada sistem limfatik menuju bagian proksimal nodus limfatik inguinal atau aksilar.
Beberapa temuan abnormal dari pemeriksaan lymphoscintigraphy adalah terdapat penundaan waktu transit dari protein tracer menuju nodus limfatik regional, aliran balik ke arah dermal karena akumulasi tracer pada sistem limfatik kutaneus, laju pengambilan tracer yang tidak sama antar nodus limfatik, serta terbentuknya gambaran kanal limfatik kolateral. Pemeriksaan lymphoscintigraphy memiliki nilai sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas 100% dalam mendiagnosis lymphedema.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta