Penatalaksanaan Scabies
Penatalaksanaan scabies atau skabies dilakukan menggunakan skabisidal seperti krim permetrin, krim sulfur, atau crotamiton. Penatalaksanaan dilakukan pada pasien yang bergejala beserta orang di sekitar pasien yang berkontak dalam jangka waktu substansial, misalnya keluarga pasien atau partner seksual.
Selain terapi farmakologi, benda-benda yang dapat menjadi sumber penularan seperti sprei, pakaian, dan handuk yang digunakan oleh orang yang terinfeksi dalam 3 hari sebelum perawatan harus dicuci dalam air panas atau disegel dalam kantong plastik setidaknya selama 72 jam. Hal ini penting untuk mencegah penularan dan infeksi ulang, karena tungau scabies umumnya tidak bertahan lebih dari 2-3 hari di luar kulit manusia.[1-4]
Terapi Farmakologi
Tata laksana farmakologi scabies dilakukan menggunakan obat-obatan skabisidal seperti permetrin, sulfur, atau ivermectin. Terapi lain yang dapat digunakan adalah obat simptomatik dan obat untuk infeksi sekunder. Terapi farmakologis bertujuan untuk mengeradikasi scabies pada pasien, mengurangi gejala, dan juga untuk pengobatan infeksi sekunder.[1,2]
Permetrin
Terapi lini pertama adalah krim permetrin 5%, digunakan di seluruh area tubuh 1 kali seminggu dan digunakan selama dua minggu (total 2 kali pemakaian). Kekurangan dari terapi ini adalah berkaitan dengan resistensi scabies, kepatuhan pasien yang rendah, dan reaksi alergi.
Krim ini digunakan sekali dan dihapus setelah 10 jam. Krim dioleskan pada kulit mulai dari leher hingga ke ujung kaki. Bila belum sembuh, dapat diulang kembali dengan jeda 1 minggu. Penggunaan permetrin tidak dianjurkan pada bayi di bawah usia 2 bulan.[1,2,12-15]
Crotamiton 10% Krim atau Losio
Crotamiton merupakan salah satu obat yang dapat digunakan untuk terapi scabies pada dewasa, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan pada anak-anak. Obat ini bekerja sebagai antiskabies dan juga antigatal. Penggunaannya harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
Crotamiton digunakan ke seluruh tubuh sebanyak sekali sehari, dalam 2 hari berturut-turut.[1-3]
Gameksan 1% (Lindane 1%) Krim atau Losio
Merupakan salah satu obat pilihan karena efektif pada semua stadium scabies, mudah digunakan dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun, wanita hamil dan menyusui, pasien dengan gangguan kejang, dan pasien dengan kulit yang mudah iritasi. Obat ini memiliki risiko neurotoksisitas yang lebih tinggi dibandingkan permetrin.
Dosis pemberian adalah sekali sehari dan dihapus setelah 8-12 jam. Bila belum sembuh setelah satu minggu, gunakan ulang atau pertimbangkan obat lainnya.[1-3]
Sulfur Presipitatum Kadar 6% Krim atau Salep
Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, karena itu penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangan lainnya adalah berbau, mengotori pakaian, dan kadang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaannya aman pada anak-anak bahkan pada bayi di bawah usia dua bulan.
Berikan sulfur presipitatum setiap malam setiap hari selama 3 hari setelah mandi, dan biarkan selama 24 jam. Bilas secara menyeluruh dan mandi sebelum mengoleskan ulang obat pada malam hari berikutnya.[1-3]
Emulsi Benzil Benzoas 20-25%
Obat ini efektif pada semua stadium. Penggunaannya diberikan setiap malam selama tiga hari, dan harus dibiarkan minimal selama 24 jam. Bilas secara menyeluruh dan mandi sebelum obat dioleskan ulang pada malam hari setelahnya.[1-3]
Kontroversi Penggunaan Ivermectin untuk Scabies
Ivermectin sistemik merupakan opsi terapi lainnya. Namun, di Amerika serikat, Food and Drug Administration (FDA) tidak mengizinkan penggunaan ivermectin untuk terapi scabies. Ivermectin dapat digunakan pada pasien berusia lebih dari 10 tahun dan diberikan dalam dosis tunggal, dapat diulang dua minggu kemudian apabila gejala masih ada.[1,2,12-15]
Ivermectin oral dianggap lebih nyaman untuk digunakan oleh pasien karena kemudahan penggunaannya menyebabkan kepatuhan pasien meningkat. Ivermectin sistemik juga dinilai lebih superior dibanding permetrin ketika wabah scabies terjadi. Namun, penggunaan ivermectin untuk terapi scabies masih dikaji di berbagai negara sehingga penggunaannya harus memperhatikan regulasi yang berlaku. Ivermectin juga tidak dapat digunakan pada anak kecil dan wanita hamil.[1,2,12]
Terapi Suportif
Rasa gatal dapat bertahan hingga satu bulan walaupun terapi eradikasi menggunakan agen skabisidal sudah berhasil. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin oral, seperti loratadine 10 mg sekali sehari.[1]
Perhatian Khusus
Pada pasien scabies tipe krusta, dokter harus menginstruksikan pasien atau orang yang merawat pasien untuk menghilangkan terlebih dahulu krusta pada kulit pasien agar terapi topikal dapat mempenetrasi kulit. Dokter dapat menginstruksikan untuk mengangkat krusta dengan mengompres area lesi dengan air hangat, diikuti aplikasi dari agen keratolitik seperti asam salisilat 5%. Setelah itu, krusta dapat didebridement secara manual dengan alat tumpul, barulah obat diaplikasikan.[1]
Pasien dengan scabies dapat dilakukan pemeriksaan ulang setelah 2 minggu dan 1 bulan terapi topikal. Apabila pasien memiliki lesi persisten pada 1 bulan setelah terapi, reinfeksi atau infeksi persisten harus dicurigai. Pada kasus seperti ini, terapi ulang harus diinisiasi. Sebaiknya anggota keluarga atau orang lain yang satu rumah juga ikut diskrining untuk melihat adanya sumber reinfeksi.[1,2,12]
Terapi Nonfarmakologi
Tata laksana nonfarmakologi pada scabies berupa modifikasi dari lingkungan pasien seperti mencuci linen, handuk, dan baju dengan air panas. Hal ini diharapkan dapat mencegah penularan melalui kontak tidak langsung dan reinfeksi scabies.
Diperkirakan tungau scabies dapat hidup tanpa inang selama 3 hari. Di luar inang, tungau scabies sangat sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Hal tersebut mendasari mengapa mencuci pada air panas pada suhu lebih dari 60 derajat dapat dipertimbangkan untuk eradikasi scabies dari benda-benda yang bersentuhan langsung dengan pasien. Jika air panas tidak tersedia, barang-barang yang diperkirakan terkontaminasi dapat disimpan pada bungkus plastik yang tertutup rapat hingga 3 hari.[1,11,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Afiffa Mardhotillah