Penatalaksanaan Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
Penatalaksanaan Staphylococcal scalded skin syndrome yang utama adalah pemberian antibiotik intravena. Pemilihan antibiotik dapat bersifat empiris, namun sebaiknya disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi.
Tata laksana suportif meliputi pemberian paracetamol, pemantauan dan mempertahankan asupan cairan dan elektrolit, pemberian petroleum jelly untuk menjaga kelembapan kulit, dan perawatan di inkubator untuk neonatus.[1-3,5]
Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik pada Staphylococcal scalded skin syndrome harus dimulai sedini mungkin, walaupun penyakit akan terus berkembang selama 24-48 jam setelah awitan sampai seluruh eksotoksin yang bersirkulasi telah dinetralisir oleh antibodi atau diekskresikan melalui renal.[5]
Penggunaan antibiotik topikal secara tunggal tidak efektif. Bahkan jika Staphylococcal scalded skin syndrome terlokalisir, tetap diperlukan antibiotik sistemik. Pada kasus Staphylococcal scalded skin syndrome rekuren, pilihan antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan resistensi.[1,5]
Methicillin-Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA)
Pada Staphylococcal scalded skin syndrome dengan methicillin-sensitive Staphylococcus aureus (MSSA), dapat diberikan terapi antibiotik golongan penicillinase-resistant antistaphylococcal seperti nafcillin atau oxacillin.[1,3,5,9]
- Neonatus < 2 kg: nafcillin 25 mg/kg/dosis setiap 12 jam secara intravena, diberikan sampai terlihat perbaikan
- Neonatus > 2 kg: nafcillin 25 mg/kg/dosis setiap 8 jam secara intravena, diberikan sampai terlihat perbaikan
- Anak lebih besar: nafcillin 25-50 mg/kg/dosis setiap 6 jam, dosis harian maksimum 12 g per hari, diberikan sampai terlihat perbaikan
- Terapi nafcillin dapat dikombinasikan dengan cloxacillin oral 12,5 mg/kg setiap 6 jam untuk bayi dan anak dengan berat 20 kg; dan 250-500 mg setiap 6 jam untuk anak yang lebih besar
Sefalosporin generasi I dan II, seperti cefazolin, dapat menjadi alternatif yang diberikan dengan dosis 50 hingga 100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, diberikan setiap 8 jam; dosis maksimum adalah 6 g per hari.[17]. Pilihan terapi antibiotik lainnya adalah flucloxacillin dosis 50-100 mg/kg/hari untuk anak dan 500-1000 mg per hari untuk dewasa, yang masing-masing dibagi menjadi 4 dosis.[5,9]
Clindamycin dapat digunakan untuk infeksi Staphylococcus, namun tidak direkomendasikan sebagai terapi primerĀ Staphylococcal scalded skin syndrome karena tingginya angka rekurensi. Meski demikian, clindamycin terkadang digunakan sebagai terapi tambahan bersama penicillinase-resistant penicillin atau sefalosporin dalam kasus berat.[17,18]
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Sebagian besar kasus Staphylococcal scalded skin syndrome disebabkan oleh bakteri sensitif methicillin. Namun, harus tetap dipertimbangkan kemungkinan Staphylococcal scalded skin syndrome akibat methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) di daerah dengan prevalensi tinggi MRSA atau pada pasien yang gagal berespon terhadap terapi awal.
Apabila terdapat atau dicurigai ada MRSA pada infeksi berat, dapat diberikan vancomycin 1-2 gram/hari dalam dosis terbagi secara intravena selama 7 hari.[3,8]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada Staphylococcal scalded skin syndrome mencakup terapi rehidrasi cairan, perawatan luka topikal, serta terapi simptomatik.[1-3]
Terapi Rehidrasi
Terapi rehidrasi pada Staphylococcal scalded skin syndrome harus dilakukan untuk kompensasi kehilangan cairan dan mencegah hipovolemia. Rehidrasi cairan dimulai dengan larutan Ringer Laktat (RL) 20 ml/kg secara bolus. Bolus dapat diulangi apabila dirasa perlu secara klinis. Terapi rehidrasi dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan yang mempertimbangkan kehilangan cairan dari pengelupasan kulit dengan perhitungan serupa kasus luka bakar.[2,5]
Dressing
Dressing menggunakan soft silicone dilapisi dengan kain kasa yang direndam cairan salin normal harus ditempatkan di atas area denudasi untuk menghindari infeksi sekunder dan mempercepat pemulihan.
Pada kasus dengan area permukaan denudasi yang besar, disarankan untuk menghindari betadine dan silver sulfadiazine karena adanya risiko penyerapan sistemik yang toksik dari iodine dan silver. Jika area kecil, dapat diberikan krim silver sulfadiazine dan paraffin-impregnated gauze, serta saat proses pemulihan dapat digunakan hydrocolloid dressings.[2,3,5]
Terapi Tambahan
Sebagai terapi tambahan, paracetamol dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan demam. Hindari penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproxen karena ekskresi dilakukan oleh renal dan meningkatkan risiko perdarahan. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena memperburuk fungsi imun dan memperlambat pemulihan.[2,3,5]
Selain itu, emolien atau petroleum jelly dapat digunakan untuk mencegah kehilangan cairan lebih lanjut dari kulit yang mengalami ulserasi, menjaga kelembapan, serta meringankan rasa gatal dan nyeri tekan.[2,3]