Pendahuluan Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa (KSS) atau squamous cell carcinoma adalah kanker kulit nonmelanoma kedua terbanyak di dunia, termasuk dalam 20% kasus karsinoma keratinosit. Paparan radiasi sinar ultraviolet (UV) dan mutasi gen TP53, CDKN2A, NOTCH1 dan NOTCH2 menjadi faktor risiko utama terjadinya KSS.[1,2]
KSS terjadi akibat suatu proses kompleks, kronik, dan multifaktorial. Selain paparan UV dan mutasi gen, faktor modifikasi epigenetik, infeksi virus, dan perubahan lingkungan mikro berperan sebagai faktor pendukung perkembangan dan progresi penyakit. Kondisi imunosupresi dan terapi tunggal BRAF inhibitor (BRAFi) dengan vemurafenib, dabrafenib, atau encorafenib dapat mencetuskan kejadian KSS.[1-5]
KSS dapat muncul sebagai ulkus yang tidak kunjung sembuh di area kulit yang terpapar sinar matahari. Saat anamnesis, perlu dicari faktor risiko yang mendukung, seperti riwayat pajanan matahari yang sering dan lama, tipe kulit, dan kondisi imunosupresi.[2,6,7]
Diagnosis dapat berdasarkan tampilan klinis, tetapi bila meragukan perlu dilakukan dermoskopi bahkan histopatologi. Biopsi kulit diperlukan sebagai diagnosis definitif. [2,6,7]
Mortalitas akibat KSS dipengaruhi oleh desmoplasia, invasi tulang, dan kondisi imunosupresi. Penatalaksanaan KSS bertujuan untuk mengeliminasi tumor, dengan preservasi maksimal dari fungsi dan kosmetik. KSS berukuran kecil (< 2 cm) dan termasuk kategori risiko rendah untuk rekuren dan mengalami transformasi ganas dapat diterapi dengan eksisi secara konvensional atau dengan micrographically controlled surgery (MCS).[2,9-13]
KSS yang diterapi dengan eksisi memiliki prognosis baik dan angka kesembuhan >90%. Radioterapi dan kemoterapi digunakan pada lesi invasif atau pada kasus metastasis.[2,10-13]
Penulisan pertama oleh: dr. Ricky Dosan