Penatalaksanaan Karsinoma Sel Skuamosa
Penatalaksanaan karsinoma sel skuamosa (KSS) atau squamous cell carcinoma bertujuan untuk eliminasi tumor, dengan preservasi maksimal dari fungsi dan kosmetik. Umumnya, manajemen KSS kulit berhasil dengan tindakan eksisi, di mana prognosis baik dan angka kesembuhan >90%. [5,11]
Terapi Karsinoma Sel Skuamosa Kulit Primer
Pilihan penatalaksanaan lesi KSS kulit primer yang utama adalah eksisi. Namun, jika lesi tidak dapat dieksisi maka dapat dilakukan kuret dan elektrodesikasi, terapi destruktif, sitostatik intralesi, atau radioterapi.
Eksisi
Eksisi lesi menjadi terapi lini pertama pada pasien dengan KSS kulit primer yang resektabel. Untuk menentukan batas reseksi tumor, diperlukan evaluasi margin perifer tumor di bawah cahaya terang atau melalui dermoskopi.
Beberapa pedoman memiliki batas reseksi yang berbeda. British Journal of Dermatology menetapkan ≥4 mm untuk KSS kulit risiko rendah, ≥ 6 mm untuk risiko tinggi, dan ≥10 mm untuk risiko sangat tinggi. Namun, secara garis besar, pastikan setidaknya terdapat 1 mm jaringan histologi yang bebas tumor di setiap tepi margin.[7,11]
Terdapat dua prosedur pembedahan atau eksisi, yaitu:
- Eksisi konvensional: eksisi standar dengan penilaian safety margin pasca operasi
Micrographically controlled surgery (MCS): digunakan untuk pasien dengan tumor risiko tinggi, yaitu menggunakan prosedur micrographically oriented histographic surgery (MOHS)[11]
Walaupun waktu pengerjaan prosedur lama, MCS memberikan jaminan terbaik untuk mengangkat tumor secara lengkap dan meninggalkan jaringan fungsional secara optimal. Prosedur MCS memberikan tingkat reseksi R0 >90% dengan tingkat rekurensi rendah (0‒4%) dibandingkan tingkat rekurensi tindakan eksisi konvensional (3,1‒8,0%). Reseksi R0 menandakan margin lesi bebas dari sisa tumor secara mikroskopis pasca pembedahan.[11]
Diseksi KGB Regional:
Diseksi kelenjar getah bening (KGB) regional sebaiknya dilakukan pada kasus KSS kulit yang terkonfirmasi mengalami metastasis, baik secara sitologi maupun biopsi. Prosedur rekonstruktif, seperti flap atau graft, dapat dilakukan setelah mendapat hasil konfirmasi dari pemeriksaan histologi.[11]
Terapi Alternatif pada Karsinoma Sel Skuamosa Kulit Primer
Selain eksisi, terapi berikut dapat menjadi pertimbangan pada kasus KSS kulit primer kecil <2 cm, dan termasuk dalam risiko rendah.
Kuret dan Elektrodesikasi:
Kuret mengangkat tumor dengan mengikisnya, hingga jaringan sehat di dermis, yang diikuti dengan proses denaturasi jaringan dengan elektrodesikasi. Tindakan ini tidak dianjurkan untuk lesi area scalp, pubis, regio aksila, dan janggut (pria). Menurut Keohane et al., tindakan ini boleh dilakukan pada individu imunokompeten, lesi kecil (<1 cm), batas tegas, dan termasuk risiko rendah.[7,11,12]
Terapi Destruktif:
Terapi destruktif dapat sebagai alternatif terapi pada KSS kulit primer kecil berukuran <2 cm, baik dengan cryosurgery, laser, atau photodynamic therapy (PDT). Laser ablatif CO2 lebih efektif dibandingkan laser neodymium YAG.[2,6]
PDT merupakan terapi dua langkah. Pertama adalah kuretase lesi, dengan pemberian obat yang berperan sebagai sensitizer (5-aminolevulinate atau methyl aminolevulinate/MAL). Kemudian, lesi disinari lampu merah 635 nm untuk mengaktifkan sensitizer yang akan menghancurkan sel-sel neoplastik.[5,11]
Sitostatik Intralesi:
Injeksi intralesi dengan obat sitostatik, seperti methotrexate, 5-fluorouracil, bleomycin, atau interferon, dapat diberikan pada kasus keratoakantoma. Keratoakantoma merupakan salah satu subtipe KSS kulit berdasarkan pemeriksaan histologi.[2,11]
Radioterapi
Radioterapi dipertimbangkan untuk kasus yang tidak dapat di operasi, yaitu KSS lokal tahap lanjut, pasien dengan komorbid, atau pasien menolak operasi. Selain itu, radioterapi dapat dipertimbangkan untuk lesi yang sulit untuk dioperasi, misalnya di area wajah atau pasien pasca eksisi dengan margin positif yang tidak memungkinkan untuk reseksi ulang.[2,10,11]
Usia pasien tidak menjadi faktor pertimbangan utama dalam pemilihan radioterapi. Isotop dengan brakiterapi dapat efektif untuk KSS kulit di area kepala dan leher, tetapi belum terdapat data keamanan yang cukup untuk dilakukan secara rutin.[13]
Radioterapi adjuvan dipertimbangkan pada KSS kulit di area kepala dan leher, dengan metastasis ke kelenjar limfe dan ekstrakapsular. Indikasi radioterapi pasca operasi jika terdapat faktor risiko rekurensi lokal atau lokoregional.[2,10,11]
Komplikasi radioterapi umumnya akut, berupa radiodermatitis, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan telangiectasia. Dosis paparan bervariasi, tergantung ukuran tumor.[2]
Terapi Sistemik untuk KSS Kulit Advanced
Terapi sistemik terdiri dari imunoterapi (cemiplimab atau pembrolizumab), EGFR- inhibitor (cetuximab atau panitumumab), dan elektrokemoterapi. KSS kulit memiliki tingkat mutasi somatik dan mutasi protein yang paling tinggi di antara kanker kulit lainnya, sehingga belum ada pedoman tatalaksana baku.[5,11]
Cemiplimab
Terapi sistemik yang diakui Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2018 dan European Medicines Agency (EMA) pada tahun 2019 adalah cemiplimab (PD-1 inhibitor). Obat ini merupakan terapi lini pertama pada KSS metastasis, atau pada KSS lokal tahap lanjut yang tidak termasuk kandidat tindakan operasi kuratif maupun radioterapi.
Cemiplimab diberikan dengan dosis 350 mg setiap 3 minggu, secara intravena (IV) infus selama 30 menit. Efek samping obat berupa diare, lemas, mual, konstipasi, dan ruam.[11]
Cetuximab
Cetuximab (EGFR inhibitor) dapat digunakan untuk pasien KSS lokal tahap lanjut, dan KSS metastasis yang gagal terapi atau intoleransi terhadap imunoterapi (cemiplimab). Cetuximab berperan sebagai radiosensitizers.
Kombinasi cetuximab dengan kemoterapi (cisplatin) atau radioterapi lebih disarankan daripada penggunaan tunggal (92% vs 50%). Cetuximab digunakan sebagai lini kedua setelah cemiplimab, dengan kombinasi bersama kemoterapi/radioterapi.[5,11]
Bleomisin atau Cisplatin
Elektrokemoterapi KSS kulit terdiri dari injeksi IV agen sitotoksik, baik bleomisin atau cisplatin, yang diikuti dengan insersi elektrode jarum pada jaringan tumor dan aplikasi tekanan. Prosedur ini dapat menurunkan progresi tumor, mengontrol perdarahan, dan memperbaiki keluhan terkait massa.
Studi EURECA melibatkan 50 pasien KSS di area kepala dan leher, yang tidak dapat dilakukan tindakan bedah, kemoterapi, atau radioterapi menurut para ahli. Subjek menjalani elektrokemoterapi selama 2 bulan. Follow-up mendapatkan respon komplit pada 55% KSS kulit, respon parsial 24%, stabil 15%, dan progresi 4%. Efek samping utama adalah ulserasi kulit, hiperpigmentasi, dan supurasi.[11]
Terapi Suportif
Terapi suportif bertujuan untuk mencegah infeksi, mengontrol nyeri, dan meningkatkan kualitas hidup. Terapi suportif termasuk:
- Mencegah infeksi: irigasi tumor dengan air hangat, NaCl 0,9%, atau solusi povidone iodine 2% atau 10%
- Mengatasi bau busuk: gunakan dressing yang mengandung perak sulfadiazin atau losion/krim metronidazole
- Mencegah maserasi akibat eksudat tumor: zink oksida atau gel silikon
- Menghentikan perdarahan secara temporer: gunakan dressing kalsium alginat, xylometazolin, adrenalin (1:1000), atau silver nitrate
- Mengatasi nyeri dengan prinsip WHO ladder pain[12]
Antinyeri Berdasarkan WHO Ladder Pain
Nyeri ringan diatasi dengan golongan non-opioid, yaitu obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau paracetamol. Nyeri sedang diatasi dengan golongan opioid lemah, seperti kodein, hidrokodon, atau tramadol.
Sementara, nyeri berat dan persisten diatasi dengan opioid poten, seperti morfin, metadon, fentanil, oksikodon, buprenorfin, atau tapentadol. Terapi nyeri berat kadang ditambah OAINS dan adjuvan, yaitu analgesik yang berbeda golongan (misalnya antidepresan trisiklik, serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor/SNRI, antikonvulsan).[14]
Follow Up
Evaluasi atau follow up ketat diperlukan selama 1 tahun sejak ditegakkan diagnosis KSS. Saat ini, belum ada standar jadwal follow up yang baku. Follow up dilakukan berdasarkan penilaian risiko KSS kulit primer, rekurensi lokal atau penyebaran, serta kondisi imunosupresi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, termasuk inspeksi dan palpasi pembesaran kelenjar limfe.
European Association of Dermato-Oncology (EADO) merekomendasikan follow up pasien berisiko tinggi KSS kulit setiap 3‒6 bulan selama 2 tahun pertama, dan setiap 6‒12 bulan pada tahun ke-3 hingga ke-5, kemudian setiap tahun. USG kelenjar limfe harus dilakukan setiap 3‒6 bulan dalam 2 tahun pertama, tergantung stratifikasi risiko. Follow up diperlukan untuk melihat rekurensi, dan perkembangan kanker kulit non melanoma maupun melanoma baru.[5,11]
Rujukan
KSS in situ yang kecil (<2 cm) dan risiko rendah dapat ditangani di fasilitas primer, oleh dokter yang mampu menegakkan diagnosis dan memberikan terapi awal sesuai panduan. Tindakan pembedahan (kuretase) dilakukan dokter yang memiliki minat di bidang dermatologi dan sudah mengikuti pelatihan khusus.[6]
Sementara, kriteria rujukan ke layanan kesehatan sekunder adalah diagnosa tidak pasti, lesi berukuran besar, lesi di area risiko tinggi (wajah, jari), dan klinisi belum berpengalaman dalam menangani kasus KSS in situ. Selain itu, lesi dengan karakteristik pertumbuhan cepat, nyeri, dan mengalami perdarahan perlu segera dirujuk dan dicurigasi suatu kanker kulit.[6]
Penulisan pertama oleh: dr. Ricky Dosan