Epidemiologi Karsinoma Sel Skuamosa
Epidemiologi karsinoma sel skuamosa (KSS) atau squamous cell carcinoma dapat ditemukan di seluruh dunia. Jumlah kasus global semakin meningkat seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi imunosupresi, dan paparan cahaya matahari.[1]
Global
Terdapat lebih dari 1.000.000 kasus KSS yang didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Namun, insidensi kasus KSS tidak reliabel karena terbagi menjadi kelompok keratosis aktinik dan KSS in situ.[1,3]
KSS primer 80‒90% berlokasi di area kepala dan leher. Angka kejadian KSS secara global semakin meningkat, dan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan usia, dominan pada pria, low latitude, dan kondisi imunosupresi. KSS kulit menjadi penyebab kanker kulit non-melanoma kedua terbanyak di dunia, termasuk dalam 20% kasus karsinoma keratinosit. Rasio karsinoma sel basal (KSB) dengan KSS berkisar 2-4 :1.[1,3]
Sementara itu, puncak insidensi KSS in situ berada pada dekade ke-7 dan dominan pada wanita. Predileksi lokasi KSS in situ adalah area yang terpapar cahaya matahari, yaitu kepala dan leher (29‒54%).[6]
Indonesia
Belum terdapat data insidensi KSS secara menyeluruh di Indonesia. Menurut data Global Burden Cancer (GLOBOCAN) 2020, angka kasus kanker kulit di Indonesia pada 2020 mencapai 18.000 kasus, dengan angka kematian sekitar 3.000 kasus.[8]
Mortalitas
Studi oleh Cancer Registry of Norway melaporkan angka harapan hidup 5 tahun penderita KSS lokalisata mencapai 88% pada wanita dan 82% pada pria, sedangkan KSS metastasis hanya mencapai 64% pada wanita dan 51% pada pria.[1]
Menurut studi Eigentler TK et al., yang melibatkan 2.149 pasien KSS kulit, terdapat 2,8% kematian setelah di follow up selama 36,5 bulan. Faktor yang secara signifikan berperan dalam peningkatan mortalitas adalah desmoplasia, invasi tulang, dan kondisi imunosupresi.[1,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Ricky Dosan