Penatalaksanaan Melanoma
Penatalaksanaan melanoma primer disarankan eksisi biopsi dengan margin 1–3 mm, sedangkan untuk ukuran besar, seperti lentigo maligna, pada wajah, akral dan genitalia disarankan biopsi insisi. Apabila diagnosis melanoma belum dapat ditentukan, tidak direkomendasikan melakukan terapi blind destructive, seperti laser, cryotherapy, atau pemberian obat topikal.[38]
Melanoma stadium I hingga IIIB umumnya dapat ditata laksana secara definitif dengan pembedahan eksisi sekaligus biopsi. Akan tetapi, jika ada metastasis ke nodus limfatik atau organ lain, terapi sistemik bisa dilakukan dengan/tanpa eksisi. Contoh terapi sistemik yang bisa diberikan adalah kemoterapi, imunoterapi, targeted therapy, dan terapi radiasi.[4,5]
Pembedahan
Tindakan bedah merupakan terapi definitif pada melanoma stadium I hingga IIIB. Ada dua tipe tindakan bedah untuk melanoma yaitu eksisi luas (wide excision) dan diseksi kelenjar getah bening (lymph node dissection).[2,5,23,34]
Eksisi Luas
Eksisi luas merupakan bedah untuk menghilangkan keseluruhan tumor melanoma disertai dengan kulit normal di sekitarnya yang disebut surgical margin.
Bila lesi adalah tumor in situ, ketebalan margin yang direkomendasikan adalah 5 mm. Sedangkan untuk diameter tumor ≤2 mm, margin 1 cm; dan bila >2 mm, margin yang direkomendasikan 2 cm. Eksisi harus meliputi lapisan subkutan dan tidak direkomendasikan >2 cm.[38]
Jika terdapat sel kanker pada margin, pasien akan memerlukan terapi bedah lainnya.[2,5,23,34]
Diseksi Kelenjar Getah Bening
Diseksi kelenjar getah bening biasanya dilakukan pada melanoma primer karena ada risiko penyebaran mikroskopik ke kelenjar terdekat. Penyebaran mikroskopik tidak dapat dideteksi dengan perabaan ataupun imaging test, sehingga diseksi dapat dilakukan.[2,5,23,34]
Jika risiko cukup tinggi, diseksi kelenjar getah bening sentinel atau sentinel lymph node dissection (SLND) dapat dilakukan. LND komplit dapat dilakukan jika ditemukan sel kanker yang telah menyebar ke node basin. Pada pasien dengan metastasis otak simtomatik akut atau soliter, terapi bedah dapat meringankan gejala.[2,5,23,34]
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama pada pasien melanoma stadium lanjut. Terapi ini dapat digunakan sebagai terapi sistemik maupun regional walaupun tidak seefektif imunoterapi yang diperbaharui dan targeted therapy. Sebagai terapi sistemik, kemoterapi dapat diberikan peroral ataupun intravena. Sebagai terapi regional, obat bisa diberikan secara isolated limb infusion/perfusion.[4,6,35]
Dacarbazine sampai sekarang merupakan standar terapi pada melanoma metastasis. Pilihan lainnya, temozolomide (TMZ) merupakan prodrug oral dari metabolit aktif dacarbazine yang juga digunakan pada melanoma stadium lanjut.[4,6,35]
Imunoterapi
Imunoterapi dapat digunakan sebagai terapi adjuvan setelah bedah atau sebagai terapi utama untuk melanoma yang tidak dapat dihilangkan dengan bedah. Imunoterapi ditemukan lebih efektif digunakan pada melanoma maligna dengan metastasis. Imunoterapi juga telah direkomendasikan menjadi salah satu pilihan terapi sistemik tambahan pada pasien melanoma dengan stadium III.
Interferon (IFN) α–2b
Interferon (IFN) α–2b merupakan salah satu pilihan imunoterapi yang sering digunakan. Obat ini memiliki peran penting dalam aktivitas imunomodulator, antiangiogenik, antiproliferatif dan antitumor.
Efek antitumor obat akan menstimulasi ekspresi major histocompatibility complex (MHC) kelas I dari sel imun dan melanoma, yang kemudian menyebabkan inhibisi proliferasi sel melanoma.[4,6,35]
Peginterferon α–2b (Peg-IFN)
Peginterferon α–2b (Peg-IFN) merupakan kombinasi IFN α–2b dengan molekul polietilen glycol. Terapi Peg-IFN telah disetujui oleh FDA sebagai salah satu pilihan terapi adjuvan melanoma stadium III.[4,6,35]
Interleukin–2 (IL–2)
Interleukin–2 (IL–2) merupakan salah satu pilihan imunoterapi pada kasus melanoma metastasis. Penggunaan IL–2 dosis tinggi telah ditemukan memiliki aktivitas antitumor pada pasien melanoma.[4,6,35]
Cytotoxic T-Lymphocyte-associated Antigen 4 (CTLA–4) Blockade
Ipilimumab merupakan obat imunoterapi yang diperbaharui sebagai terapi melanoma. Obat ini bekerja sebagai CTLA–4 blocker yang menghambat inaktivasi sel T dan memungkinkan pertumbuhan natural melanoma-specific cytotoxic T-cells. Ipilimumab sudah disetujui oleh FDA pada Maret 2011 sebagai terapi untuk melanoma metastatik atau melanoma yang tidak dapat menjalani pembedahan.[4,6,35]
Programmed Cell Death Protein I (PD-I)
Pembrolizumab dan nivolumab adalah obat imunoterapi yang lebih baru yang sudah disetujui sebagai terapi melanoma stadium lanjut. Obat ini bekerja dengan memblokade programmed cell death protein I (PD–I) yang berperan untuk menjaga sel T agar tidak menyerang sel lain dari tubuh.[4,6,35]
Targeted Therapy
Targeted therapy menggunakan molekul inhibitor atau antibodi yang memengaruhi protein yang bermutasi sehingga dapat menekan progresivitas penyakit. Ada beberapa pilihan targeted therapy yang dapat digunakan pada pasien melanoma, seperti inhibitor gen BRAF, inhibitor MEK, inhibitor CKIT, inhibitor vascular endothelial growth factor (VEGF), dan inhibitor cyclin-dependent kinase (CDK).
Inhibitor BRAF
Inhibitor BRAF menarget gen BRAF termutasi yang menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel kanker. Vemurafenib merupakan inhibitor selektif BRAF-mutan oral yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA pada tahun 2011. Obat ini ditemukan memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan kemoterapi dalam penanganan melanoma dengan positif mutasi BRAF.
Dabrafenib juga merupakan jenis inhibitor selektif BRAF-mutan yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA pada tahun 2013 untuk melanoma dengan mutasi BRAF yang tidak dapat direseksi atau dengan metastasis.[4,6,35]
Inhibitor MEK
Inhibitor MEK umumnya digunakan pada pasien yang memiliki resistensi terhadap inhibitor BRAF. Trametinib direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan melanoma maligna dengan mutasi BRAF dan metastasis, atau yang tidak dapat direseksi. Terapi kombinasi cobimetinib dan vemurafenib merupakan pilihan terbaru untuk melanoma yang tidak dapat dibedah atau terdapat metastasis.[4,6,35]
Inhibitor CKIT
Inhibitor CKIT merupakan terapi yang menargetkan mutasi CKIT yang umumnya ditemukan pada kasus melanoma mukosa, acral lentiginous melanoma, dan melanoma kutaneus akibat paparan sinar matahari kronik. Imatinib merupakan pilihan utama terapi inhibitor CKIT yang digunakan pada melanoma metastasis dengan mutasi CKIT.[4,6,35]
Inhibitor Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Peningkatan level VEGF umumnya dihubungkan dengan prognosis yang buruk, supresi imun, pertumbuhan neovaskular tumor, dan progresivitas kanker. Melalui inhibisi VEGF, progresivitas melanoma diharapkan dapat berkurang. Bevacizumab merupakan contoh agen golongan ini.[4,6,35]
Inhibitor Cyclin-Dependent Kinase (CDK)
Mutasi CDK4 ditemukan pada 2% pasien melanoma familial. Mutasi pada CDK4, CDK 6, dan siklin menyebabkan tidak terkontrolnya proliferasi sel melanoma. Beberapa pilihan terapi inhibitor CDK4/6 selektif, seperti ribociclib, abemaciclib, dan palbociclib telah ditemukan memiliki efikasi dalam terapi melanoma.[4,6,35]
Terapi Radiasi
Terapi radiasi hampir tidak pernah digunakan sebagai terapi tumor primer melanoma. Namun, terapi radiasi dapat membantu mencegah rekurensi lokal setelah pembedahan kelenjar getah bening pada pasien lansia. Sedangkan pada lesi metastasis, terapi radiasi dinyatakan efektif pada melanoma dengan metastasis ekstensif pada kulit maupun tulang.
Pada metastasis ke otak, radioterapi dapat menjadi pilihan tata laksana dengan kombinasi targeted therapy. Walaupun pada metastasis ke otak lebih direkomendasikan untuk kombinasi imunoterapi dan targeted therapy. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa whole brain radiotherapy (WBRT) tidak direkomendasikan karena memiliki efek toksik yang dapat menyebabkan gangguan kognitif jangka panjang. Maka dari itu, SRS direkomendasikan.[5,9,23,38]
Stereotactic radiosurgery (SRS) merupakan terapi radiasi tipe eksternal yang digunakan untuk melanoma yang sudah mengalami metastasis ke otak. SRS menghantarkan radiasi dosis tinggi ke area kecil yang sangat spesifik pada tubuh.[5,9,23]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli