Penatalaksanaan Cushing Disease
Penatalaksanaan Cushing disease berfokus pada eliminasi sumber hiperproduksi adrenokortikotropin (ACTH) dengan pembedahan adenoma hipofisis. Pembedahan transsfenoidal adalah prosedur standar yang diandalkan, dengan tingkat kesembuhan yang baik pada pasien dengan adenoma yang terlokalisir.
Jika pembedahan tidak berhasil atau tidak memungkinkan, terapi radiasi pituitari atau penggunaan obat-obatan seperti inhibitor steroidogenesis dapat dipertimbangkan untuk mengontrol produksi kortisol. Pada kasus yang sangat berat atau refrakter, adrenalektomi bilateral mungkin diperlukan untuk menghentikan produksi kortisol sepenuhnya, diikuti dengan terapi penggantian glukokortikoid dan mineralokortikoid seumur hidup.[4,16-18]
Operasi Pituitari
Operasi pituitari adalah tindakan lini pertama pada Cushing disease dengan tujuan reseksi tumor penyebab dan koreksi dari hiperkortisol tanpa menyebabkan kerusakan pada pituitari. Tindakan ini dilakukan transsfenoid (transsphenoidal surgery/TSS) melalu mikroskopi atau endoskopi. Pada umumnya, metode mikroskopi lebih dipilih karena memberikan lapangan pandang yang lebih jelas. Operasi pituitari dapat diulang pada kondisi rekurensi dengan pertumbuhan tumor pada MRI.[4,16]
Remisi pasca tindakan TSS diperkirakan 80% pada pasien dengan mikroadenoma dan 60% pada pasien dengan makroadenoma. Dengan metode mikroskopi, angka bebas rekurensi selama 5 tahun adalah 89%. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi adalah diabetes insipidus permanen, kebocoran cairan serebrospinal, tromboemboli vena, dan hipopituitari pada <5% kasus. Angka rekurensi pasca tindakan bedah diperkirakan 10%.[4,17]
Pemantauan Pasca Operasi
Definisi dari remisi pada Cushing disease adalah konsentrasi kortisol serum <55 nmol/L atau 2 µg/dL yang diambil segera atau dalam 48 jam pasca operasi. Rekurensi pasca operasi dapat terjadi akibat kemunculan kembali tanda dan gejala hiperkortisolisme setelah periode remisi. Pemantauan terhadap rekurensi dilakukan seumur hidup.
Pemeriksaan late-night salivary cortisol (LNSC) dapat menunjukkan rekurensi lebih awal dibandingkan dengan dexamethasone suppression test (DST) dan urinary free cortisol (UFC), serta dapat dimulai secara berkala setelah pemulihan dari HPA aksis pasca operasi.[4,18]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan untuk mengontrol kortisol, jika terdapat kontraindikasi terhadap tindakan bedah, atau pada hiperkortisol persisten. Obat yang digunakan menargetkan steroidogenesis adrenal, reseptor dopamin, reseptor somatostatin, dan reseptor glukokortikoid.
Inhibitor Steroidogenesis Adrenal
Contoh inhibitor steroidogenesis adrenal adalah ketoconazole, metyrapone, dan etomidate.[4,5,19]
Ketoconazole:
Ketoconazole menghambat sitokrom P450 pada fase steroidogenesis serta menurunkan pembentukan glukokortikoid dan androgen melalui hambatan pada 11β-hydroxylase. Dosis ketoconazole adalah 400-1.600 mg per hari secara oral dan dalam dosis terbagi 2-3 kali. Ketoconazole dapat menyebabkan hepatotoksisitas pada 10-20% pasien sehingga direkomendasikan pemantauan fungsi hati secara berkala.[4,5]
Metyrapone:
Metyrapone adalah inhibitor steroidogenesis yang bekerja pada 11β-hydroxylase. Metyrapone memiliki waktu paruh yang pendek sehingga memerlukan pemberian berulang dalam sehari. Rentang dosis obat ini adalah 500 mg hingga 6 gram per hari secara oral dan terbagi dalam 3-4 dosis.[4,19]
Osilodrostat:
Osilodrostat adalah inhibitor 11β-hydroxylase dan aldosterone synthase. Pada penelitian in vitro, osilodrostat lebih poten dibandingkan dengan metyrapone dan ketoconazole. Pemberian osilodrostat adalah 4-14 mg per hari secara oral dalam dosis terbagi 2 kali.[4,19]
Etomidate:
Etomidate adalah agen anestesi derivat imidazole yang menghambat sintesis kortisol melalui aktivitasnya pada CYP11B1, 11-beta hydroxylase, dan sitokrom P450. Etomidate dapat diberikan sebagai lini pertama pada pasien dengan Cushing disease berat yang tidak mampu minum obat oral.
Dosis etomidate adalah 0,04-0,1 mg/kg/jam secara intravena pada pasien perawatan intensif dan 0,025 mg/kg/jam pada pasien yang tidak dalam perawatan intensif.[4,5]
Menargetkan Reseptor Somatostatin dan Dopamin
Contoh obat yang menargetkan reseptor somatostatin dan dopamin untuk Cushing disease adalah pasireotide dan cabergoline.
Pasireotide:
Pasireotide adalah agen yang bekerja langsung pada pituitari sebagai analog dari reseptor somatostatin yang mengendalikan sekresi hormon pertumbuhan dan mencegah sekresi ACTH. Pasireotide diberikan secara injeksi subkutan dengan dosis 0,6-1,8 mg/mL per hari terbagi dalam 2 kali sehari. Terdapat juga sediaan jangka panjang yang diberikan secara intramuskular setiap 4 minggu dalam dosis 10-30 mg per pemberian.[4,19]
Cabergoline:
Cabergoline adalah agonis reseptor dopamin dengan afinitas tertinggi pada reseptor D2. Reseptor D2 bersifat inhibisi dan ditemukan dalam berbagai sel pituitari dan berfungsi sebagai regulasi hormon. Keunggulan cabergoline adalah waktu paruh yang panjang yang memungkinkan pemberian per minggu dalam dosis 0,5-7 mg secara oral.[4,19]
Menghambat Reseptor Glukokortikoid
Mifepristone adalah penghambat reseptor glukokortikoid non-selektif yang berfungsi langsung pada ikatan kortisol dan glukokortikoid, sehingga tidak menurunkan sekresi kortisol namun menurunkan efeknya pada perifer. Mifepristone diberikan sekali sehari dalam dosis 300-1.200 mg per oral.[4,19]
Radioterapi
Indikasi dari radioterapi adalah sebagai adjuvan atau kondisi hiperkortisolisme setelah reseksi tumor parsial, terutama ketika tumor ganas dan agresif sehingga tidak memungkinkan dilakukan operasi. Tindakan stereotactic radiosurgery dapat mengontrol pertumbuhan tumor pada 95% pasien dengan remisi kelainan endokrin pada 81% melalui pemantauan 5 tahun.
Radioterapi umumnya diberikan bersamaan dengan terapi farmakologi untuk meningkatkan kontrol terhadap hiperkortisolisme. Rekurensi pasca radioterapi diperkirakan sebesar 26%.[3,17]
Adrenalektomi
Adrenalektomi adalah tindakan yang dilakukan ketika tidak memungkinkan dilakukan operasi pituitari, atau apabila radioterapi dan terapi farmakologis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tindakan adrenalektomi bilateral dianggap sebagai tindakan terakhir karena akan menyebabkan insufisiensi adrenal permanen. Selain itu, adrenalektomi dapat dipertimbangkan lebih awal pada pasien perempuan yang menghendaki kehamilan.[3,4]
Pasca adrenalektomi, kadar ACTH plasma dan MRI pituitari dilakukan 6 bulan setelah tindakan dan secara berkala. Angka relaps pasca tindakan <10% dengan perbaikan klinis terjadi pada >80% pasien.[17]
Penulisan pertama oleh: dr. Audric Albertus