Diagnosis Inflammatory Bowel Disease
Diagnosis Inflammatory Bowel Disease (IBD) perlu dicurigai pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen dan diare persisten. Diare bisa disertai atau tanpa darah. Diagnosis bisa dikonfirmasi dengan melakukan ileoskopi atau endoskopi gastrointestinal lain, dengan atau tanpa biopsi usus.[1,2]
Anamnesis
Pada anamnesis, tanyakan keluhan pasien, gejala gastrointestinal, serta faktor risiko pasien.[2,3,18]
Keluhan Intestinal
Manifestasi klinis IBD mencakup nyeri perut dan diare dengan atau tanpa lendir atau darah. Pasien juga bisa mengeluhkan inkontinensia, konstipasi, dan obstipasi. Abnormalitas peristaltik usus bisa dikeluhkan, yang ditandai nyeri atau pendarahan rektum, urgensi, dan tenesmus. Gejala sistemik bisa berupa demam, penurunan berat badan, malaise, dan arthralgia. Pada anak, dapat dijumpai gagal tumbuh atau pubertas yang tertunda.[2,3,18]
Manifestasi Ekstraintestinal
Pasien IBD juga bisa mengalami gejala ekstraintestinal seperti sariawan, clubbing, eritema nodosum, pyoderma gangrenosum, uveitis atau artritis.[2,3,18]
Faktor Risiko
Perlu ditanyakan mengenai riwayat keluarga dengan IBD, penyakit Celiac, kanker kolorektal, penggunaan antibiotik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), serta riwayat merokok.[2,3,18]
Gejala Berdasarkan Lokasi Lesi pada Crohn’s Disease
Gejala pada Crohn’s disease bisa berbeda sesuai lokasi lesi. Ileokolitis ditandai dengan adanya massa yang teraba dan terasa nyeri di kuadran perut kanan bawah. Massa yang teraba tersebut merupakan bagian dari usus yang mengalami inflamasi, indurasi mesenterium, dan pembesaran kelenjar limfa abdomen yang tampak sebagai gambaran “string sign” pada pemeriksaan radiologi.
Jejunoileitis ditandai dengan adanya gangguan malabsorpsi yang menyebabkan anemia, hipoalbuminemia, hipokalsemia, hipomagnesium, koagulopati, dan hiperoksaluria.
Kolitis dan penyakit pada perianal ditandai dengan adanya demam, malaise, diare, nyeri abdomen dan hematoskezia.[2,3,18]
Gejala Kolitis Ulseratif
Pada kolitis ulseratif, gejala utama yang timbul adalah diare, perdarahan rektum, pengeluaran lendir, tenesmus, dan nyeri abdomen. Pasien dengan proktitis biasa mengalami keluhan pengeluaran lendir dengan bercak darah yang tercampur pada feses. Pada tahap lanjut, lendir dan darah dapat bercampur dengan feses.
Selain diare, pasien dengan proktitis atau proctosigmoiditis juga dapat mengalami konstipasi. Beberapa gejala lain yang dapat timbul adalah anoreksia, mual, muntah, demam hingga penurunan berat badan.[2,3,18]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada Crohn’s disease adalah massa yang teraba pada perut kanan bawah, fisura atau fistula perianal, abses, dan prolaps rektum. Pada pemeriksaan rektal didapatkan feses dengan darah.
Pada kolitis ulseratif, bisa didapatkan nyeri pada palpasi area kanal anus serta ditemukan darah pada pemeriksaan colok dubur.
Pada toksik megakolon, salah satu komplikasi akut dari IBD, dapat ditemukan adanya hepatic tympany disertai gejala demam tinggi, menggigil, takikardia, nyeri perut, nyeri tekan dan distensi.[2,3,18]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding IBD mencakup irritable bowel syndrome, tuberkulosis intestinal, dan amoebiasis.[18,21]
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Manifestasi klinis pada Irritable Bowel Syndrome (IBS) antara lain adanya perubahan frekuensi, konsistensi dan tampilan feses yang dapat disertai lendir, rasa kembung, tidak nyaman pada perut, serta kolik abdomen yang hilang setelah buang air. Jika gejala bersifat progresif, perlu curiga mengarah ke Crohn’s disease. Kolonoskopi dapat membedakan IBS dan IBD.[18,21]
Kolitis Infeksiosa
Jika kecurigaan diagnosis mengarah pada kolitis infeksiosa, perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita kolitis infeksiosa dan bepergian ke daerah endemis. Manifestasi klinis dan gambaran endoskopi serupa kolitis ulseratif sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang berupa kultur feses dan jaringan serta biopsi kolon.[18,21]
Kolitis Radiasi
Kolitis radiasi terjadi setelah paparan sinar radiasi eksternal pada abdomen dan pelvis beberapa minggu atau tahun sebelumnya. Manifestasi klinis berupa nyeri perut, tenesmus dan perdarahan kronik. Gambaran endoskopi serupa kolitis ulseratif, namun yang membedakan terdapat infiltrat eosinofilik, epitel atipik, fibrosis dan telangiektasia kapiler.[18,21]
Kolitis Pseudomembranosa
Pada kolitis pseudomembranosa, terdapat riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya. Pada pemeriksaan feses ditemukan bakteri Clostridium difficile serta pada kolonoskopi terdapat pseudomembran di atas mukosa tanpa ulserasi pada jaringan di bawahnya.[18,21]
Tuberkulosis Intestinal
Manifestasi klinis berupa penurunan berat badan, nyeri perut, demam, serta gambaran infeksi tuberkulosis di bagian lain seperti hemoptisis. Pada pemeriksaan pencitraan, dapat ditemukan gambaran ileitis terminal dan limfadenopati, sedangkan pada biopsi didapatkan caseating granulomata.[18,21]
Amebiasis
Manifestasi klinis amebiasis dapat serupa Crohn’s disease pada ileum dan sekum. Diperlukan pemeriksaan feses untuk konfirmasi diagnosis.[18,21]
Kanker Kolorektal
Risiko kanker kolorektal meningkat seiring meningkatnya usia dan adanya riwayat keluarga dengan kanker kolorektal. Diperlukan pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan dan kolonoskopi untuk membedakan dengan IBD.[18,21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis IBD merupakan gabungan dari pencitraan dan biopsi dengan bantuan endoskopi.[1-3]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan meliputi pemeriksaan darah lengkap, panel metabolik, penanda inflamasi, dan pemeriksaan feses. Perinuclear antineutrophil cytoplasmic antibodies (pANCA) merupakan marker serologi terkait kolitis ulseratif, sedangkan anti-Saccharomyces cerevisiae antibodies (ASCA) terkait Crohn’s disease.
Pada Crohn’s disease, temuan laboratorium yang abnormal adalah peningkatan kadar laju endap darah dan C-reactive protein (CRP). Beberapa temuan lain yang juga dapat ditemukan adalah hipoalbuminemia, anemia, dan leukositosis.
Pada kolitis ulseratif dapat ditemukan peningkatan CRP, trombosit, laju endap darah, dan penurunan hemoglobin.[1-3,18]
Endoskopi dengan Biopsi
Endoskopi dengan atau tanpa biopsi umumnya dilakukan pada pasien suspek IBD walaupun tanpa gejala gastrointestinal bagian bawah. Biopsi dilakukan pada ileum terminal dan setiap segmen usus besar untuk pemeriksaan histopatologis.
Kolitis Ulseratif:
Temuan endoskopi bisa berupa inflamasi mukosa difus, angiogenesis telah menghilang, dan mukosa menjadi kasar atau granular. Bisa juga ditemukan beberapa erosi, ulkus atau pseudopoliposis.
Temuan histologi khas kolitis ulseratif meliputi perluasan inflamasi kronik pada mukosa. Pada kasus ringan, dijumpai kriptitis akut yang berkembang menjadi abses kripta pada kasus sedang. Pada kasus yang berat, dapat terbentuk ulserasi mukosa. Area yang tidak ulserasi membentuk gambaran polypoid atau "pseudopolip". Displasia mukosa kolon dapat meningkatkan risiko adenokarsinoma kolorektal.
Crohn’s Disease:
Temuan endoskopi bisa berupa:
- Ulkus longitudinal, terutama pada perlekatan mesenterika
- Gambaran cobblestone
- Ulkus ireguler hingga bulat yang luas atau aphthae di saluran pencernaan
Temuan histologi khas pada Crohn's disease meliputi keterlibatan transmural dinding usus oleh infiltrat limfoid yang mengandung granuloma mirip sarkoid serta perubahan proliferatif pada mukosa muskularis dan saraf pada dinding usus dan pleksus mienterikus.[1,18,20]
Rontgen Abdomen
Rontgen abdomen pada kolitis ulseratif derajat berat dapat menunjukkan edema, kolon iregular dengan gambaran thumb printing, pneumatosis coli, serta adanya udara bebas dan megakolon toksik dengan gambaran dilatasi kolon dengan diameter >6 cm.[18,20]
Barium Enema
Barium enema double-contrast radiographic menunjukkan lead-pipe/stove-pipe appearance pada kolitis ulseratif kronik, ataupun skip lession dan rectal sparing pada Crohn’s disease dengan adanya perubahan inflamasi pada bagian lain dari kolon. Thumbprinting menunjukkan mukosa inflamasi.[18,20]
CT Scan
CT Scan dengan kontras memberikan visualisasi yang baik pada lumen usus dan dinding usus serta dalam deteksi komplikasi ekstraintestinal seperti abses. Beberapa temuan CT Scan pada IBD, antara lain penebalan dari dinding usus dan adanya perubahan inflamatori seperti mesenteric fat stranding, wall enhancement, dan vaskularisasi meningkat dengan gambaran Coomb sign.[18,20]
MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) umumnya digunakan untuk pencitraan pada usus kecil dan mengevaluasi temuan ekstraintestinal seperti fistula perianal. MRI dapat menilai ketebalan dinding usus, derajat edema dan ulkus pada Crohn’s disease .[18,20]
Pencitraan Lainnya
Ultrasonography (USG) merupakan teknik non-invasif dalam mendiagnosis Crohn’s disease dengan sensitivitas 84% dan spesifisitas 92%.
Upper Gastrointestinal Series with Small Bowel Follow-Through (UGI/SBFT) merupakan teknik pencitraan untuk mengevaluasi usus kecil suspek Crohn’s disease. Pemeriksaan ini memiliki visualisasi yang baik dari lumen usus kecil dan dapat menunjukkan striktur dan fistula.
Penulisan pertama oleh: dr. Karina Sutanto