Penatalaksanaan Gagal Napas
Penatalaksanaan gagal napas atau respiratory failure harus adalah pemberian bantuan napas. Meski begitu, langkah awal dalam penatalaksanaan pasien dengan gagal napas harus dimulai dengan menilai patensi jalan napas (airway), pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation dengan melihat hemodinamik).[2,4,10]
Prinsip Penanganan Kegawatdaruratan pada Gagal Napas
Klinisi harus dapat mengenali kondisi gagal napas ataupun ancaman gagal napas saat triase. Kemudian, nilai patensi jalan napas dan kondisi hemodinamik pasien.[10-12,21]
Airway dan Breathing
Pastikan bahwa airway atau jalan napas pasien dalam keadaan paten. Apabila airway pasien tidak dalam keadaan paten maka lakukan tindakan pembebasan airway yang didukung dengan proteksi terhadap c-spine, terutama pada pasien trauma.
Apabila pasien mengalami gurgling, segera lakukan suction untuk membersihkan cairan ataupun darah yang terakumulasi pada rongga mulut pasien. Pasien yang datang dengan penurunan kesadaran (GCS ≤8) membutuhkan definitive airway, seperti intubasi endotrakeal, karena ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan patensi jalan napas.
Suplementasi oksigen dapat diberikan disesuaikan dengan kondisi klinis dan kebutuhan pasien. Oksigen bisa diberikan dengan nasal kanul, sungkup, maupun melalui intubasi.[10-12,21]
Circulation dan Terapi Kegawatan Lainnya
Perhatikan juga kondisi hemodinamik pasien. Protokol resusitasi cairan dapat dilakukan jika diperlukan.
Penatalaksanaan gagal napas dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan analisis gas darah. Lakukan pemeriksaan secara holistik untuk mencari etiologi gagal napas dan penyakit penyerta lain yang dapat memperberat kondisi pasien.
Berikan terapi farmakologi sesuai dengan penyebab gagal napas, seperti antibiotik untuk kondisi infeksi bakteri pada sistem respirasi, bronkodilator pada pasien asma, dan diuretik untuk kondisi edema paru. Terapi dengan tindakan invasif seperti pemasangan chest tube dapat dilakukan pada pasien gagal napas yang disebabkan oleh pneumothorax.
Lakukan pemantauan yang ketat pada frekuensi napas, penilaian mekanika respirasi, serta fungsi terintegrasi sistem kardiovaskular dan respirasi. Perawatan intensif umumnya diperlukan.[10-12,21]
Terapi Perbaikan Fisiologis Sistem Respirasi
Penatalaksanaan gagal napas sesuai dengan terapi perbaikan fisiologis sistem respirasi dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya gagal napas yaitu hipoksemia dan hiperkapnia.[10-12]
Koreksi Hipoksemia
Tujuan dari penatalaksanaan koreksi hipoksemia adalah untuk mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat, yang umumnya dicapai dengan tekanan oksigen arteri (PaO₂) sebesar 60 mmHg atau saturasi oksigen arteri (SaO₂) sekitar 90%.[10-12]
Koreksi hipoksemia dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi oksigen, ventilasi mekanik, dan positive end-expiratory pressure (PEEP). Namun, sebelum dilakukan pemberian suplementasi oksigen ataupun ventilasi, pastikan jalan napas pasien dalam keadaan aman dan paten. Apabila pasien memiliki kendala pada jalan napas maka intubasi endotrakea dapat dilakukan.[12,21]
Suplementasi oksigen dapat diberikan melalui beberapa rute tergantung pada kondisi klinis pasien. Beberapa rute pilihan untuk suplementasi oksigen yaitu nasal kanul, simple mask, nonrebreathing mask, atau high flow nasal cannula. Suplementasi oksigen harus terkontrol karena suplementasi oksigen yang tidak terkontrol dapat menyebabkan keracunan oksigen dan narkosis CO₂.[21,23]
Untuk menghindari suplementasi oksigen yang tidak terkontrol, maka konsentrasi oksigen inspirasi harus disesuaikan pada tingkat terendah yaitu 90-94%, yang cukup untuk oksigenasi jaringan. Tabel berikut memaparkan alat suplementasi oksigen dan fraksi oksigennya.[22-24]
Tabel 1. Alat Suplementasi Oksigen beserta FiO₂
Alat | O₂ flow rate (L/m) | Fraksi Oksigen (FiO₂) | Kelebihan | Keterbatasan |
Low – flow delivery devices | ||||
Nasal kanul | 2 - 6 | 0,24 - 0,35 | Pasien nyaman | FiO₂ bervariasi dengan VE (volume ekspirasi) |
Simple mask | 4 - 8 | 0,24 - 0,40 | Pasien nyaman | FiO₂ bervariasi dengan VE (volume ekspirasi) |
High-flow delivery devices | ||||
Venturi mask | 2 - 12 | 0,25 - 0,50 | FiO₂ konstan dengan VE | Aliran tidak kuat pada FiO₂ tinggi |
Nonrebreathing mask | 6 - 15 | 0,70 - 0,90 | FiO₂ tinggi | Tidak nyaman, FiO₂ tidak dapat disesuaikan |
High-flow O₂ blender | 6 - 20 | 0,50 - 0,90 | FiO₂ tinggi pada aliran total tinggi | Tidak nyaman |
Indikasi Suplementasi Oksigen: ● Adanya hipoksemia yang nyata ● Kondisi distress respirasi ● Hemodinamik tidak stabil, hipotensi ● Trauma ● Infark miokard dengan hipoksemia |
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2023.[22-24]
Koreksi Hiperkapnia
Koreksi hiperkapnia dapat dilakukan dengan tata laksana suportif yang bertujuan untuk memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal hingga mengobati penyakit yang mendasari terjadinya gagal napas tipe hiperkapnia.[10-12]
Tata laksana suportif pada koreksi hiperkapnia adalah dengan mengusahakan tetap terbukanya jalan napas yang efektif dengan penyedotan (suction) sekret, stimulasi batuk, drainase postural, atau perkusi dada. Selain itu, membuat artificial airway seperti trakeostomi maupun intubasi dapat mempertahankan ventilasi alveolar.[21,25-26]
Kondisi hiperkapnia juga dapat disertai dengan kondisi hipoksemia, oleh karena itu suplementasi oksigen seringkali dibutuhkan. Pemberian suplementasi oksigen sebaiknya dimonitor dan disesuaikan secara hati-hati.[21,22]
Ventilasi Mekanik
Indikasi umum untuk penggunaan ventilasi mekanik mencakup:
- Apnea dengan henti napas
- Takipnea dengan laju pernapasan >30 kali/ menit
- Tingkat kesadaran terganggu atau koma
- Kelelahan otot pernapasan
- Ketidakstabilan hemodinamik
- Kegagalan pemberian oksigen tambahan untuk meningkatkan PaO₂ menjadi 55 sampai 60 mmHg
- Hiperkapnea dengan pH arteri < 7,25[21,27]
Ventilasi mekanik dapat diberikan melalui CPAP (continous positive airway pressure) dan BiPAP (bilevel positive airway pressure). Perbedaan antara CPAP dan BiPAP adalah pada BiPAP terdapat dua pengaturan tekanan yaitu tekanan inhalasi dan tekanan ekshalasi, sehingga dokter dapat mengendalikan seberapa banyak udara yang masuk dan dikeluarkan dari paru.[27-29]
Pertimbangan Pemilihan Setting Ventilator
Pertimbangan dalam memilih setting ventilator adalah:
- Target atau limit: batasan dalam pemberian udara untuk insipirasi, dapat berupa volume maupun tekanan
Trigger: memicu siklus napas. Dapat menggunakan timer (inisiasi napas dari ventilator) ataupun usaha napas (inisiasi napas oleh pasien)
Termination/cycle: terminasi inspirasi dan perpindahan ke ekspirasi, dapat berupa volume, waktu, tekanan, maupun aliran udara[27-29]
Keuntungan dan Kelemahan Ventilator
Keuntungan penggunaan ventilator mekanik antara lain:
- Mengatasi hipoksemia
- Mengatasi distres respirasi
- Mencegah atelektasis paru
- Mengatasi kelelahan otot bantu napas
- Menurunkan kebutuhan pemakaian oksigen sistemik dan miokard
- Menurunkan tekanan intrakranial
- Menstabilkan dinding dada
Keterbatasan penggunaan ventilator mekanik antara lain:
- Rentan terhadap infeksi saluran napas, karena kebersihan saluran napas pada pasien sulit untuk dijaga
- Tidak nyaman bagi pasien
- Dapat menyebabkan distensi pada gaster
- Pengaturan mode ventilasi yang salah dapat menyebabkan terjadinya barotrauma
- Membutuhkan pengawasan yang ketat
- Dapat menyebabkan infeksi nosokomial[27-29]
Terapi Farmakologi
Beberapa golongan obat tertentu sering digunakan dalam terapi farmakologi untuk pasien gagal napas seperti bronkodilator, diuretik, kortikosteroid, dan mukolitik.[12,21]
Bronkodilator
Terapi bronkodilator sering digunakan pada pasien gagal napas yang disebabkan oleh asma. Bronkodilator berpengaruh langsung terhadap kontraksi otot polos, dan memiliki pengaruh juga terhadap edema dan inflamasi secara tidak langsung. Selain untuk terapi asma, bronkodilator juga merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruktif, edema paru, dan acute respiratory distress syndrome (ARDS).[10-12]
Diuretik
Terapi farmakologi dengan diuretik sering digunakan sebagai terapi gagal jantung maupun edema paru yang menjadi penyebab gagal napas. Dosis diuretik disesuaikan dengan kondisi klinis pasien dan penyakit yang mendasarinya.[12,21]
Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan inflamasi pada jalan napas dengan mekanisme yang belum diketahui secara pasti. Beberapa studi melaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid pada pasien gagal napas tidak direkomendasikan untuk diberikan bersama-sama dengan obat penghambat neuromuskular non-depolarisasi, karena dapat menyebabkan kelemahan otot dan menimbulkan kesulitan dalam weaning ventilator.[11,21,27]
Mukolitik
Obat mukolitik biasanya diberikan langsung pada pasien gagal napas yang diintubasi dengan endotrakeal tube (ETT) di mana sering terjadi akumulasi sekret pada jalan napas.
Selain pemberian mukolitik, penggunaan NaCl 0,9% sekitar 3-5 ml, salin hipertonik, dan natrium bikarbonat hipertonik juga dapat diteteskan sebelum suctioning dilakukan sehingga jumlah sekret yang keluar akan lebih banyak.[21,25]
Penulisan pertama oleh: dr. Edwin Wijaya