Epidemiologi Hipomagnesemia
Berdasarkan data epidemiologi, prevalensi hipomagnesemia pada populasi sehat ditemukan sekitar 2%. Kondisi hipomagnesemia ditemukan lebih tinggi pada pasien rawat inap dengan prevalensi yang berkisar antara 12% hingga 20%. Prevalensi pada pasien yang sakit kritis yang menerima perawatan intensif juga lebih tinggi, dengan estimasi prevalensi sebesar 65%.[4,7]
Global
Penelitian yang dilakukan di Spanyol pada 1.297 pasien rawat inap maupun rawat jalan, melaporkan bahwa prevalensi hipomagnesemia sebesar 8.43%, di mana hipomagnesemia ditemukan lebih sering terjadi pada pasien perempuan (53.3%) dibandingkan pasien laki-laki (47,7%). Dalam penelitian ini juga dilaporkan bahwa hipomagnesemia secara signifikan dipengaruhi oleh usia, meskipun semua kelompok usia dapat mengalami hypomagnesemia.
Pada penelitian ini, prevalensi hipomagnesemia yang lebih tinggi ditemukan pada pasien berusia di atas 65 tahun (59,01%), sedangkan prevalensi yang lebih rendah terdeteksi pada kelompok usia lainnya, khususnya pada pasien berusia 0-18 tahun (9,52%) dan pada pasien yang berusia antara 19 dan 65 tahun (31,46%).[10]
Penelitian lain yang dilakukan di India terhadap 100 anak yang mengalami sakit kritis (usia rata-rata 4,9 tahun) yang dirawat di unit perawatan intensif pediatrik, melaporkan prevalensi hipomagnesemia sekitar 55%.[4]
Indonesia
Data epidemiologi hipomagnesemia di Indonesia masih sangat terbatas. Sebuah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional di RSUP Fatmawati di Jakarta, yang melibatkan 84 pasien diabetes melitus tipe 2 melakukan penelitian hubungan antara kadar magnesium serum dengan HbA1c pada pasien diabetes melitus tipe 2. Dalam penelitian ini, dilaporkan sebanyak 14,3% pasien dengan diabetes melitus tipe 2 mengalami hipomagnesemia.[11]
Mortalitas
Mortalitas yang disebabkan oleh kondisi hipomagnesemia bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasarinya serta kondisi klinis pasien. Penelitian oleh Siddappa et al melaporkan bahwa pasien pediatrik yang dirawat intensif di PICU dengan kondisi hipomagnesemia memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi (30,2%) dibandingkan pasien pediatrik dengan normomagnesemia (22,1%).[12]
Mortalitas pada hipomagnesemia dipengaruhi oleh derajat keparahan defisiensi magnesium, keterlibatan organ, dan adanya komorbiditas. Hipomagnesemia berat dapat menyebabkan aritmia jantung yang fatal, serta meningkatkan risiko infark miokard dan gagal jantung. Adanya gangguan elektrolit lain yang terjadi bersamaan, seperti hipokalemia, juga dapat memperburuk dampak hipomagnesemia pada fungsi neuromuskular dan kardiovaskular.[1-4]