Prognosis Syok Kardiogenik
Prognosis jangka pendek untuk syok kardiogenik berhubungan dengan keparahan gangguan hemodinamik. Apabila terdapat hipoperfusi organ, pasien biasanya berakhir dengan multiorgan dysfunction.[55,56]
Prognosis jangka panjang pada pasien dengan syok kardiogenik, terutama yang disebabkan oleh infark miokard akut (IMA), sangat bergantung dengan revaskularisasi segera pada keadaan akut. Status fungsional dan quality of life pasien yang ditangani segera, biasanya sangat baik.[55,56]
Prognosis
Syok kardiogenik merupakan penyebab utama kematian pada pasien infark miokard akut (IMA), dimana hampir 50% pasien meninggal walaupun telah menerima terapi yang optimal. Angka mortalitas syok kardiogenik tetap meningkat dari 27% menjadi 30%, dan kematian di fasilitas kateterisasi meningkat dari 15% menjadi 20%, meskipun sudah ada peningkatan kateterisasi jantung (percutaneous coronary intervention/ PCI). Hal ini disebabkan karena meningkatnya populasi geriatri dan angka kejadian penyakit komorbid.[9,19,53,54]
Model dan Skoring Stratifikasi Risiko
Prognosis dari pasien syok kardiogenik akibat IMA berbeda dengan pasien dengan gagal jantung kronik. Prognosis dapat dihitung dengan berbagai stratifikasi risiko yang mudah dihitung dan memberikan gambaran pada patofisiologi dari syok kardiogenik, yaitu dengan metode skoring intraaortic balloon pump in cardiogenic shock II (IABP-SHOCK) dan CardShock.[5,6]
Nilai IABP-SHOCK memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari menggunakan 6 variabel setelah PCI. Interpretasi skoring ini dibagi menjadi skor rendah (0-2), sedang (3-4), dan tinggi (5-9), secara berurutan persentase mortalitas 30 hari adalah 23.8%, 49.2%, dan 76.6%.[6]
Tabel 3. Variabel dan Skor dari IABP-SHOCK.
Variabel | Skor |
Usia > 73 tahun | 1 |
Riwayat stroke | 2 |
skor TIMI < 3 setelah PCI | 2 |
Glukosa serum >191 mg/dL | 1 |
Serum laktat > 45 mg/dL (> 5mmol/L) | 2 |
Kreatinin > 1,5 mg/dL | 1 |
Skor maksimal | 9 |
Sumber: dr. Mia Amelia Mutiara Salikim. Alomedika, 2022[6]
Skoring dengan CardShock menggunakan 7 variabel yang memprediksi mortalitas dalam 12 hari. Variabel ini dihitung dengan skor 0 hingga 9 poin, dimana kelompok rendah (0-3), sedang (4-6), dan tinggi (7-9), dengan persentase mortalitas dalam 12 hari bila diurutkan menjadi 8,7%, 36%, dan 77%. Skoring stratifikasi risiko IABP-SHOCK dan CardShock ini digunakan untuk syok kardiogenik akibat infark miokard.[6]
Tabel 4. Variabel dan Skor dari CardShock
Variabel | Skor |
Usia > 75 tahun | 1 |
Kebingungan | 1 |
Riwayat myokard infark atau CABG | 1 |
Etiologi infark myokard akut | 1 |
Fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40% | 1 |
Serum laktat < 2 mmol/L | 0 |
Serum laktat 2-4 mmol/L | 1 |
Serum laktat > 4 mmol/L | 2 |
eGFR > 60 ml/menit | 0 |
eGFR 30-60 ml/menit | 1 |
eGFR < 30 ml/menit | 2 |
Skor maksimal | 9 |
Sumber: dr. Mia Amelia Mutiara Salikim. Alomedika, 2022[6]
Komplikasi
Komplikasi yang berhubungan dengan syok kardiogenik adalah aritmia, henti jantung, gagal ginjal, aneurisma ventrikel, stroke, tromboemboli, dan kematian.[9]
Aritmia
Aritmia pada syok kardiogenik disebabkan karena adanya iskemia dan perubahan metabolik, serta efek samping penggunaan inotropik. Penelitian kohort retrospektif oleh Vallabhajosyula et al. pada pasien syok kardiogenik akibat infark miokard akut, dari total 420.319 pasien syok kardiogenik, aritmia terjadi pada 213.718 pasien, yaitu 51%, dimana fibrilasi atrium terjadi pada 45%, ventricular tachycardia sebanyak 35% dan ventricular fibrillation sebanyak 30%.[23]
Henti Jantung
Pasien dengan syok kardiogenik dapat mengalami henti jantung akibat iskemia dan kematian jaringan miokard. Studi retrospektif di Denmark menunjukkan, dari total 250 pasien, sebanyak 130 dirujuk ke Rumah Sakit tersier, sedangkan 118 pasien henti jantung di Rumah Sakit. Selain itu, angka mortalitas dalam 1 minggu pada kedua kelompok adalah 60%.[24]
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut pada syok kardiogenik terjadi karena penurunan perfusi ke ginjal. Vallabhajosyula S, et al. pada penelitiannya menemukan gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada syok kardiogenik dengan persentase 35,3% dan 3,4% diantaranya memerlukan hemodialisis.[25]
Aneurisma Ventrikel
Aneurisma ventrikel disebabkan karena adanya kelemahan pada bagian tertentu di dinding ventrikel, sehingga terbentuk bulging pada bagian yang melemah tersebut. Sebuah penelitian kohort retrospektif mengatakan, dari total 11.622.528 pasien infark miokard akut, sebanyak 17.626 pasien, yaitu 0,2% mengalami aneurisma ventrikel kiri.[26]
Stroke
Komplikasi stroke akibat syok kardiogenik disebabkan karena terbentuknya trombus baik dari infark, maupun karena adanya hipokinetik dan dilatasi ventrikel kiri, serta penggunaan Mechanical Circulatory Support (MCS). Pada syok kardiogenik terjadi angka kejadian stroke dari 3,1% pada tahun 2005 menjadi 5,0% pada tahun 2014. Pada syok kardiogenik, insidens stroke iskemik adalah 2,70%, sedangkan pada stroke hemoragik adalah 0,40%.[27]
Tromboemboli
Komplikasi tromboemboli setelah syok kardiogenik dapat terjadi karena infark, gangguan katup, aritmia, dan hipokinetik. Selain itu, pada kasus syok kardiogenik, dapat dilakukan terapi veno-arterial extracorporeal membrane oxygenation (vaECMO). Akan tetapi, terapi dengan vaECMO saja dapat meningkatkan resiko hipertensi pulmonal dan tromboembolisme akibat resolusi thrombus tidak sempurna.[28]
Hepatic dan Cardiac Ischemia/Reperfusion Injury (IRI)
Ischemia reperfusion injury (IRI) adalah kerusakan sel sesudah dilakukan reperfusi atau restorasi aliran darah, setelah terjadi perubahan metabolisme sel akibat iskemia dan nekrosis. Iskemia dan nekrosis menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan diproduksinya radikal bebas.[41]
Saat reperfusi dilakukan, aliran darah kembali dan terjadi reoksigenasi. Reoksigenasi ini bukan hanya meningkatkan kadar oksigen, tapi juga meningkatkan oxygen free radicals. Fase awal IRI terjadi pada menit pertama setelah onset iskemia dan berlanjut sampai 6 jam.[41,42]
Maka dari itu, terapi fibrinolitik harus dilakukan sebelum 30 menit sampai 3 jam dari onset gejala, maksimal 12 jam. Sedangkan untuk reperfusi, direkomendasikan waktu “door-to-needle” diusahakan dalam 30 menit untuk terapi fibrinolitik dan waktu “door-to-balloon” dalam 90 menit untuk primary PCI.[41-43]
Kematian
Kematian terjadi pada syok kardiogenik terjadi akibat hipoperfusi dan multiple organ failure. Akan tetapi, dengan adanya revaskularisasi, angka kematian di Rumah Sakit menurun dari 45% menjadi 34%, walaupun tingkat mortalitas keseluruhan tetap tinggi, yaitu 55% pada pasien usia lebih dari 75 tahun.[19]
Penulisan pertama oleh: dr. Yenna Tasia