Pendahuluan Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu penyakit arteri kronik dan merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi akibat vaskular. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh retensi lipid pada tunika intima yang kemudian dapat menurunkan perfusi jaringan.
Aterosklerosis merupakan penyakit dengan multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui etiologi pastinya. Beberapa faktor, seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, dan diabetes mellitus, berperan dalam proses pembentukan aterosklerosis.[1,2]
Tanda dan gejala aterosklerosis beragam, tergantung pada sistem organ yang terkena dan tingkat keparahan. Bergantung pada arteri mana yang terdampak oleh plak, aterosklerois memiliki berbagai bentuk meliputi coronary artery disease, penyakit arteri karotid, peripheral artery disease, penyakit arteri renal and aneurisma aorta.
Pada aterosklerosis koroner, pasien dapat mengeluhkan gejala nyeri dada yang memburuk saat aktivitas dan tanda gagal jantung akut apabila sudah terdapat komplikasi. Sedangkan, pada arterosklerosis nonkoroner, pasien dapat mengalami kelemahan anggota gerak, nyeri abdomen, xantelasma, dan akantosis nigrikans tergantung pada lokasi aterosklerosis. Dalam mengevaluasi faktor risiko, pemeriksaan profil lipid, kadar glukosa, dan HbA1c dapat dilakukan.[3,4]
Pemeriksaan angiografi koroner merupakan baku emas diagnosis aterosklerosis koroner. Akan tetapi, pemeriksaan ini bersifat invasif sehingga kurang disarankan untuk tujuan skrining. Pemeriksaan penunjang lainnya, seperti ultrasonografi, Coronary Computed Tomographic Angiography (CCTA), Magnetic Resonance Angiography (MRA), Intravascular ultrasound (IVUS), Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan teknik scintigrafi dapat dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis.[5,6]
Terapi utama aterosklerosis adalah melalui modifikasi gaya hidup dan menangani faktor risiko pasien. Penanganan faktor risiko, seperti dislipidemia, hipertensi, dan diabetes mellitus, diperlukan untuk mencegah progresi penyakit. Selain itu, terapi antiplatelet juga dapat diberikan sesuai kondisi pasien. Terapi revaskularisasi baik menggunakan percutaneous coronary intervention (PCI) dan coronary artery bypass grafting (CABG) dilakukan apabila terapi medis gagal menangani kondisi pasien.[1,3,7]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri