Etiologi Atrial Fibrilasi
Etiologi atrial fibrilasi adalah abnormalitas aktivitas elektrik di jantung. Hal ini dapat terjadi pada berbagai kondisi patologis jantung, misalnya infark miokard dan gagal jantung. Atrial fibrilasi juga melibatkan predisposisi genetik, peningkatan tekanan atrial, proses inflamasi dan infiltratif, dan gangguan endokrin.[1-3]
Predisposisi Genetik
Atrial fibrilasi memiliki komponen herediter, khususnya pada awitan dini. Sindrom QT pendek dan sindrom Brugada berhubungan dengan adanya supraventrikular aritmia, termasuk atrial fibrilasi. Terdapat hubungan antara mutasi gen tertentu, seperti gen yang mengkode peptida atrial natriuretik, atau mutasi loss-of-function pada gen kanal natrium SCN5A.[4,5]
Peningkatan Tekanan Atrial
Berbagai kondisi jantung dapat menyebabkan peningkatan tekanan atrium sehingga dilatasi atrium terjadi. Dilatasi atrium ini secara progresif akan menyebabkan terjadinya fibrosis dan akhirnya memicu terjadinya atrial fibrilasi. Beberapa kondisi jantung tersebut adalah penyakit katup jantung, disfungsi sistolik atau diastolik, kardiomiopati hipertrofik, emboli paru, atau hipertensi pulmonal.[1,4]
Iskemia Atrium
Penyakit arteri koroner dilaporkan dapat memicu terjadinya iskemia pada atrium dan berkembang menjadi atrial fibrilasi. Iskemia ventrikel yang berat juga dilaporkan dapat memicu peningkatan tekanan intra-atrium dan atrial fibrilasi.[1,4]
Proses Inflamasi dan Infiltratif
Proses inflamasi kronik dapat memicu terjadinya fibrosis atrium secara perlahan namun progresif. Beberapa kondisi yang dapat memicu proses inflamasi kronik adalah perikarditis, miokarditis, dan sarkoidosis.[1,5]
Gangguan Endokrin
Hipertiroid, diabetes mellitus, dan feokromositoma merupakan gangguan endokrin yang dapat memicu terjadinya atrial fibrilasi.[1,6]
Faktor Risiko
Usia lanjut, gaya hidup sedenter, dan kebiasaan merokok merupakan beberapa faktor risiko atrial fibrilasi.[1-3]
Usia
Peningkatan usia merupakan faktor risiko yang penting pada atrial fibrilasi. Semakin meningkat usia, semakin meningkat pula risiko terjadinya atrial fibrilasi. Pada studi kohort multisenter, didapatkan adanya peningkatan risiko terjadinya atrial fibrilasi pada populasi usia 60-69 tahun sebesar 4,98 kali. Sementara itu, pada usia 70-79 tahun terdapat peningkatan risiko sebesar 7,35 kali, dan usia 80-89 tahun sebesar 9,33 kali.[5,7]
Gaya Hidup Sedenter
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang rendah atau gaya hidup sedenter dapat meningkatkan risiko atrial fibrilasi. Gaya hidup sedenter dihubungkan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi sebesar 38% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas fisik intensitas sedang. Meskipun demikian, sejumlah studi juga melaporkan bahwa aktivitas fisik yang terlalu tinggi seperti halnya pada atlet juga turut meningkatkan risiko atrial fibrilasi.[8,9]
Merokok
Merokok dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard dengan meningkatkan kadar katekolamin dan kerja miokardial, penurunan kapasitas oksigen, dan vasokontriksi koroner. Merokok juga bisa meningkatkan risiko aterosklerosis, disfungsi endotel, stres oksidatif, dan inflamasi. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya atrial fibrilasi, infark miokard, dan gagal jantung.[1,10]
Penggunaan Obat dan Alkohol
Konsumsi alkohol berkaitan erat dengan terjadinya kardiomiopati yang meningkatkan risiko terjadinya atrial fibrilasi. Obat-obatan tertentu seperti stimulan, metamfetamin, dan kokain juga telah terbukti berkaitan dengan terjadinya atrial fibrilasi.[1,11]
Obesitas
Adanya obesitas dapat menjadi predisposisi terjadinya atrial fibrilasi melalui hipertensi, diabetes mellitus, infark miokard, disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan pembesaran atrium kiri. Hal ini dapat memicu terjadinya mekanisme remodelling sebagai patofisiologi terjadinya atrial fibrilasi.[8,12]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha