Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan atrial fibrilasi adalah penurunan risiko kejadian tromboemboli, mengontrol irama jantung, dan mengontrol laju denyut jantung.[1-4]
Kontrol Laju (Rate Control)
Rate control merupakan penatalaksanaan yang penting bagi atrial fibrilasi pada saat akut maupun kronik. Dengan memperbaiki fungsi mekanik, menurunkan respon ventrikel, memperbaiki pengisian ventrikel, dan menurunkan kebutuhan oksigen miokardial, fungsi hemodinamik dapat menjadi lebih stabil. Medikamentosa yang dapat digunakan adalah dari golongan beta blocker seperti bisoprolol, esmolol, dan propanolol; atau penghambat kanal kalsium non dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil.[1-4]
Digoxin selama ini banyak digunakan untuk mengontrol laju ventrikel selama atrial fibrilasi. Namun, berdasarkan penelitian-penelitian saat ini dikatakan bahwa digoxin kurang efektif dalam mengontrol laju ventrikel, khususnya pada atrial fibrilasi paroksismal atau akut. Digoxin tidak dianjurkan sebagai terapi awal pasien atrial fibrilasi yang aktif karena onset kerjanya 1 jam setelah administrasi dan kadar puncak baru tercapai dalam 6 jam. Beta blocker, diltiazem dan verapamil dinilai lebih superior dibandingkan dengan digoxin dalam mengontrol laju ventrikel.[21,22]
Berikut adalah pilihan obat untuk rate control pada atrial fibrilasi:
- Propranolol 1 mg intravena bolus pelan dalam 1 menit, hingga 3 dosis dengan interval 2 menit
- Propranolol 10-40 mg sebanyak 3-4 kali per hari secara oral
- Bisoprolol 2,5-10 mg satu kali per hari
- Esmolol 500 µg/kg intravena bolus pelan dalam 1 menit, kemudian 50-300 µg/kg/menit intravena
- Diltiazem 120-360 mg per oral satu kali diberikan saat di IGD
- Diltiazem 0,25 mg/kg intravena bolus pelan dalam 2 menit, kemudian 5-15 mg/jam
- Verapamil 180-480 mg per oral satu kali diberikan saat di IGD
- Verapamil 0,075-0,15 mg/kg intravena bolus pelan dalam 2 menit, dapat dilanjutkan dengan 10 mg setelah 30 menit jika tidak berespon, kemudian 0,005 mg/kg/menit melalui infus[4,22]
Kontrol Irama (Rhythm Control)
Tujuan utama strategi kontrol irama adalah untuk mengurangi keluhan. Pilihan pertama untuk terapi ini adalah dengan obat antiaritmia. Amiodarone merupakan pilihan obat pada pasien dengan atrial fibrilasi paroksismal dan persisten. Supresi aritmia dari penggunaan amiodarone berkisar 50-80% dalam 1-3 tahun. Namun, penggunaan amiodarone dalam jangka waktu panjang (>5 tahun) dapat menimbulkan efek samping berupa disfungsi tiroid.[4,22]
Dosis yang dapat digunakan adalah:
- Amiodarone 300 mg intravena dalam 1 jam, kemudian 10-50 mg/jam dalam 24 jam
- Amiodarone 100-200 mg satu kali sehari per oral.[1-4]
Kardioversi Elektrik
Kardioversi elektrik merupakan salah satu strategi kendali irama pada saat fase akut atrial fibrilasi yang tidak stabil atau tidak respon terhadap terapi obat-obatan. Keberhasilan dari tindakan kardioversi ini mencapai 80-96%. Kardioversi dilakukan dengan memberikan syok elektrik yang tersinkronisasi secara langsung ke kompleks QRS untuk mencegah fibrilasi ventrikel. Kardioversi elektrik dengan arus bifasik lebih dipilih dibandingkan dengan arus monofasik, biasanya diberikan dengan kekuatan 120-200 Joule.[1-4,20]
Kardioversi elektrik dapat dilakukan dengan pasien disedasi menggunakan propofol atau midazolam. Saat melakukan kardioversi, tekanan darah dan saturasi oksigen pasien harus terus dipantau.
Pada pasien atrial fibrilasi yang tidak stabil, kardioversi harus segera dilakukan. Pada pasien yang stabil, kardioversi dilaporkan cukup aman dilakukan dalam waktu < 24 jam setelah onset atrial fibrilasi pada pasien yang belum mendapat antikoagulan.[4,20]
Terapi Pencegahan Tromboembolisme
Terapi antitrombotik digunakan untuk mencegah terjadinya stroke pada pasien atrial fibrilasi. Stratifikasi risiko stroke dengan skor CHADS-2-VASC dapat digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi berulang.
Skor CHA2DS2-VASc terdiri dari:
Congestive heart failure (disfungsi ventrikel kiri)
- Hypertension
Age ≥75 years (skor 2)
- Diabetes mellitus
Stroke history (skor 2)
- peripheral Vascular disease
- Age between 65 to 74 years
Sex Category (female) (skor 1)
Jika pasien memiliki skor 0 artinya pasien memiliki risiko ringan dan tidak memerlukan terapi antitrombotik. Jika pasien memiliki skor 1, artinya memiliki risiko ringan-sedang dan dokter dapat mempertimbangkan pemberian terapi antitrombotik. Jika pasien memiliki skor lebih dari 2, artinya memiliki risiko sedang-berat dan terapi antitrombotik diindikasikan.[1,22]
Antikoagulan dan antiplatelet merupakan jenis terapi yang digunakan pada pasien atrial fibrilasi. Antagonis vitamin K, seperti warfarin, yang tersedia luas dapat digunakan untuk pencegahan stroke pasien atrial fibrilasi. Beberapa antikoagulan baru, seperti dabigatran dan apixaban, juga dapat digunakan.[1-4]
Dosis Antikoagulan
Berikut ini dosis obat antikoagulan yang dapat digunakan untuk mencegah tromboembolisme pada atrial fibrilasi:
- Warfarin 5-10 mg per hari secara intravena bolus pelan dalam 1-2 menit, kemudian dosis rumatan 3-9 mg per hari
- Warfarin 5-10 mg per hari per oral, kemudian dosis rumatan 3-9 mg per hari
- Apixaban 5 mg dua kali sehari, atau 2,5 mg dua kali sehari jika kadar kreatinin pasien >1,5 mg/dL atau pasien berusia > 80 tahun atau dengan berat badan < 60 kg
- Dabigatran 150 mg dua kali sehari, atau 75 mg dua kali sehari jika klirens kreatinin 15-30 mL/menit
Rivaroxaban 20 mg per hari, atau 15 mg per hari jika klirens kreatinin 15-50 mL/menit[1-4]
Rekomendasi Pedoman Klinis
Pasien dengan atrial fibrilasi dan peningkatan skor CHA2DS2-VASc 2 atau lebih direkomendasikan pemberian antikoagulan oral.
Wanita dengan tidak adanya faktor risiko atrial fibrilasi dan pria dengan CHA2DS2-VASc dari 1 atau 0 dianggap memiliki risiko stroke yang rendah.
Antikoagulan oral non-vitamin K (apixaban, dabigatran, edoxaban, dan rivaroxaban) direkomendasikan daripada warfarin, kecuali untuk pasien dengan mitral stenosis sedang hingga berat dengan katup jantung mekanis terpasang.
Pada semua pasien dengan atrial fibrilasi, penggunaan skor CHA2DS2-VASc direkomendasikan untuk menilai risiko stroke.
Lakukan pemeriksaan fungsi ginjal dan hati sebelum memulai pemberian antikoagulan oral non-vitamin K.
Aspirin tidak dianjurkan pada pasien dengan skor CHA2DS2-VASc yang rendah.
Idarucizumab direkomendasikan untuk pembalikan dabigatran jika ada prosedur mendesak atau pendarahan. Andexanet alfa direkomendasikan untuk pembalikan perdarahan terkait rivaroxaban dan apixaban.
Oklusi apendiks atrium kiri perkutan direkomendasikan pada pasien atrial fibrilasi dengan risiko stroke yang memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulasi jangka panjang.
Jika durasi atrial fibrilasi lebih dari 48 jam atau jika waktunya tidak diketahui, mulai antikoagulasi dan pertahankan INR antara 2-3 atau mulai penghambat faktor Xa setidaknya tiga minggu sebelum dan setidaknya empat minggu setelah kardioversi.
Ablasi kateter merupakan pilihan pada pasien dengan fraksi ejeksi rendah.[4,22]
Terapi Ablasi
Ablasi frekuensi-radio merupakan prosedur non operatif, yang menggunakan kateter, dilakukan pada atrium kiri. Terapi ablasi merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan atrial fibrilasi yang masih mengalami keluhan walaupun telah dilakukan terapi medikamentosa optimal atau pasien yang memilih terapi ini karena menolak mengonsumsi obat antiaritmia seumur hidup. Ablasi frekuensi-radio mempunyai keberhasilan 85% dalam 1 tahun pertama dan 52% dalam 5 tahun.[4,20]
Ablasi dan modifikasi nodus atrioventricular (NAV) dengan pemasangan pacu jantung permanen merupakan terapi yang efektif untuk mengontrol respon ventrikel pada pasien atrial fibrilasi. Ablasi NAV merupakan prosedur yang dilakukan pada kondisi dimana kombinasi terapi gagal dengan obat atau ablasi atrium kiri tidak berhasil dilakukan.[4,23]
Terapi Suportif
Terapi penunjang atrial fibrilasi bertujuan untuk mencegah atau menghambat remodelling miokard akibat hipertensi, gagal jantung, ataupun inflamasi. Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah obat antihipertensi seperti amlodipine, golongan statin seperti atorvastatin, dan omega 3.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin receptor blocker dapat mencegah fibrosis atrium dan hipertrofi. Obat-obatan ini digunakan pada pasien dengan atrial fibrilasi yang mengalami gagal jantung dan hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri. Statin berfungsi untuk menghambat proses aterosklerosis, antiinflamasi, dan antioksidan.[1-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha