Patofisiologi Edema Paru Akut
Patofisiologi edema paru akut baik pada proses penyakit kardiogenik maupun nonkardiogenik melibatkan adanya peningkatan cairan ekstravaskuler. Proses lengkap yang mendahului fenomena ini melibatkan adanya gangguan pada keseimbangan filtrasi cairan pada seluruh membran kapiler paru.
Akumulasi Berlebihan dari Cairan Ekstravaskular Paru
Pada dasarnya paru merupakan organ yang unik karena memiliki kompartemen yang ditempati udara dan cairan tanpa saling mengganggu satu sama lainnya. Udara mengisi saluran napas dan spatium alveolar, sementara cairan lebih banyak berada di dalam kapiler dan limfe yang mengelilingi dinding alveolus. Hanya sedikit cairan yang ada di ruang interstisial dinding alveolus, yaitu sekitar <10 ml/kg berat badan ideal. Akumulasi cairan berlebihan di daerah ini disebut sebagai excessive accumulation of extravascular lung water (EVLW) yang secara klinis bermanifestasi sebagai edema paru.[3,6]
EVLW dapat terjadi dari beberapa mekanisme:
- Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler paru
- Penurunan tekanan onkotik karena adanya protein-loss yang menyebabkan hipoalbuminemia karena kondisi penyakit kronik hepar, ginjal, malnutrisi, atau mekanisme lain
- Peningkatan permeabilitas dinding kapiler yang melibatkan jejas endotel dan barier epitel alveolus karena proses peradangan
- Gangguan drainase limfatik karena malposisi atau operasi reseksi organ paru[3]
Pengaruh Tekanan Hidrostatik dan Onkotik
Tekanan hidrostatik didefinisikan sebagai tekanan dalam dinding pembuluh kapiler yang dapat memindahkan cairan ke luar vaskuler. Tekanan onkotik diartikan sebagai tekanan yang muncul akibat adanya makromolekul pada darah untuk mempertahankan cairan tidak keluar vaskuler.[3,4,6] Hubungan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kaitannya pada filtrasi cairan paling baik dijelaskan oleh hukum Starling. Jumlah filtrasi cairan ditentukan oleh adanya perbedaan pada tekanan hidrostatik dan onkotik antara kapiler parenkim paru dan ruang interstisial.[4,6]
Pembuluh kapiler pada paru memiliki struktur glikosaminoglikan dan protein yang saling bertautan membentuk komplek seperti jel dan melapisi permukaan endotel. Lapisan inilah yang mempengaruhi tekanan onkotik kapiler paru begitu kuat, sehingga membuat cairan dapat bertahan pada dinding kapiler paru dan tidak mudah mengalami ekstravasasi. Faktor keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik ditambah dengan permeabilitas vaskuler dan kemampuan pembuluh limfe dalam meresorbsi cairan menjadikan penentu terjadinya edema paru akut.[3,6]
Gagal jantung kiri dan fenomena volume overload merupakan dua contoh penyebab edema paru akut yang diperantarai proses peningkatan tekanan hidrostatik. Dalam hal ini, tekanan hidrostatik meningkat hingga melebihi tekanan onkotik pada plasma darah sehingga mendorong cairan keluar vaskuler. Sebagai akibatnya, cairan dari intravaskuler berpindah ke ruang interstisial paru dan dapat berlanjut hingga ke spatium alveolar. Cairan yang membanjiri ruang interstisial paru dan alveoli akan mengganggu pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga menimbulkan gejala sesak napas dan hipoksemia.[3,4,6]
Edema Paru Akut Akibat Proses Nonkardiogenik
Pada edema paru akut nonkardiogenik yang melibatkan proses infeksi sistemik, misalnya sepsis; infeksi paru; atau inhalasi toksik, dapat terjadi perlukaan langsung pada endotel dan epitel kapiler paru sehingga terjadi peningkatan permeabilitas. Sebagai akibatnya, cairan intravaskuler dapat berpindah dari ruang intravaskuler ke interstisial dan alveolar paru. Beberapa kondisi yang menyebabkan fenomena ini antara lain keracunan opioid, pneumonia berat, berada pada dataran tinggi (high altitude), atau adanya keterlibatan sitokin interleukin-2 yang dapat diberikan dalam terapi penyakit kanker.
Pada kasus COVID-19, edema paru akut umum terjadi. Adanya edema paru pada pasien yang mengalami infeksi COVID-19 akan meningkatkan risiko mortalitas secara signifikan.[3,4,6]
Tahap Edema Paru Akut
Edema paru akut terjadi dalam 3 tahap utama. Dalam tahap pertama, akumulasi cairan berlebih dikompensasi oleh aliran limfatik yang bekerja lebih keras guna membebaskan jaringan interstisial dari cairan. Di tahap ini, cairan belum tertimbun karena peran pembuluh limfatik.
Dalam tahap kedua, aliran limfatik sudah tidak bisa mengkompensasi cairan berlebih sehingga timbul edema pada perihiler paru, mengelilingi bagian bronkiolus dan pembuluh darah besar paru, sehingga menimbulkan gambaran khas garis kerley B dan peribronchial cuffing.
Tahap ketiga terbagi menjadi 2. Pada tahap 3A, akumulasi cairan bertambah banyak hingga menimbulkan terkumpulnya cairan di interstisial dinding alveolus di daerah perifer paru. Kemudian, pada tahap 3B, akumulasi cairan di dinding alveolus tidak dapat terbendung lagi dan akhirnya mulai masuk ‘membanjiri’ ruang alveolus yang seharusnya terisi udara, sehingga memunculkan pola gambaran patognomonik berupa konsolidasi berbentuk ground glass opacification atau bat-wing appearance pada rontgen toraks. Pada tahap ini, pertukaran gas sudah mulai terganggu dan perlu segera dilakukan evakuasi cairan dari paru.[3,4,6]
Penulisan pertama oleh: dr.Gold SP Tampubolon