Patofisiologi Hipertensi
Patofisiologi hipertensi melibatkan peningkatan tekanan darah, yang jika terjadi secara kronis akan menyebabkan kerusakan target organ. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi akibat abnormalitas pada resistensi perifer ataupun cardiac output. Patofisiologi hipertensi juga melibatkan sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Peran Ginjal dan Volume Cairan Tubuh
Ginjal memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal memproduksi dan meregulasi renin yang merangsang angiotensin I-converting enzyme (ACE) untuk membentuk angiotensin II dari angiotensin I yang disebut juga sebagai renin-angiotensin system (RAS).
Angiotensin II merupakan peptida vasoaktif yang berperan dalam konstriksi pembuluh darah, sehingga peningkatannya akan meningkatkan tekanan darah. Selain itu, ginjal juga berperan dalam mengatur diuresis dan natriuresis, di mana kegagalan fungsi ini menyebabkan peningkatan volume cairan dan kadar natrium darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Ginjal juga memiliki persarafan aferen yang dapat mengirimkan sinyal ke sistem saraf pusat, sehingga terjadi refleks yang merangsang peningkatan tonus sistem saraf eferen dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.[1,3-5]
Peran Vaskulatur
Mekanisme vaskular, termasuk ukuran, reaktivitas, dan elastisitas pembuluh darah juga memainkan peran penting dalam terjadinya hipertensi. Hipertensi sering dikaitkan dengan vasokonstriksi yang dapat disebabkan oleh peningkatan hormon vasokonstriktor, seperti angiotensin II, katekolamin, dan vasopresin. Selain itu, gangguan vasodilatasi juga dapat berperan dalam terjadinya hipertensi.
Hipertensi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan anatomis pada vaskular, seperti kakunya arteri besar, sehingga tidak terjadi distensi saat sistol dan recoil saat diastol.[1,3-5]
Peran Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat berperan dalam patofisiologi hipertensi melalui aktivitas simpatetik akibat sinyal saraf aferen. Aktivitas simpatetik yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, antara lain peningkatan vasokonstriksi dan remodelling vaskular, produksi renin oleh ginjal, dan peningkatan resorpsi natrium oleh ginjal.
Pada orang dengan obesitas, saraf aferen dari jaringan adiposa yang dirangsang oleh diet tinggi lemak mengirimkan sinyal refleks untuk meningkatkan tekanan darah dan resistensi insulin.[1,3-5]
Peran Endokrin
Selain angiotensin II, aldosteron juga memiliki peran dalam terjadinya hipertensi. Keberadaan angiotensin II menyebabkan pelepasan aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron diketahui meningkatkan resorpsi natrium oleh ginjal dan menurunkan diuresis.
Peran Mekanisme Imun
Pada orang dengan hipertensi, sel inflamasi diketahui terakumulasi di ginjal dan pembuluh darah. Sel inflamasi dapat memproduksi sitokin, termasuk interleukin, spesies oksigen reaktif, dan metaloproteinase yang ikut mengatur fungsi dan struktur ginjal dan vaskular. Namun, penyebab aktivasi sel inflamasi ini masih belum diketahui, di mana diduga sel inflamasi aktif akibat adanya aktivasi endotel pembuluh darah..[1,3-5]
Peran Genetik
Genetik diduga kuat berperan penting dalam patofisiologi hipertensi. Kasus hipertensi yang diturunkan dalam keluarga cukup umum ditemukan. Namun, hingga saat ini, beberapa mutasi genetik gen tunggal yang dicurigai menyebabkan hipertensi belum dapat menjelaskan fenomena hipertensi yang diturunkan dalam keluarga.[1,3-5]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahmah