Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Henti Jantung Mendadak general_alomedika 2025-03-28T14:08:41+07:00 2025-03-28T14:08:41+07:00
Henti Jantung Mendadak
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Henti Jantung Mendadak

Oleh :
dr. Nurul Falah
Share To Social Media:

Penatalaksanaan henti jantung mendadak terbagi menjadi beberapa tahap berbeda. Tahap pertama adalah identifikasi henti jantung mendadak dan pemberian bantuan hidup dasar (BHD). Tahap berikutnya adalah bantuan hidup lanjutan, termasuk pemberian obat-obatan via intravena ataupun intraoseus.

Saat return of spontaneous circulation (ROSC) telah didapatkan, pasien selanjutnya harus menjalani perawatan pasca resusitasi yang berkelanjutan untuk pencegahan henti jantung mendadak berulang di masa depan.Resusitasi jantung paru (RJP), defibrilasi, dan aktivasi emergency response system (EMS), harus segera dilakukan setelah henti jantung mendadak diidentifikasi.

Mengingat tata laksana henti jantung mendadak akan bergantung pada kompetensi penolong, dan kasus out of hospital cardiac arrest (OHCA) tergolong tinggi, perlu ada utilisasi defibrilator di ruang publik serta pelatihan BHD pada masyarakat awam, yang terfokus pada kompresi dada.[1,5,6]

Pengenalan Dini dan Aktivasi Pelayanan Gawat Darurat

Pengenalan dini dilakukan oleh penolong atau bystander yang menyadari penderita telah mengalami henti jantung mendadak. Pada saat bersamaan, penolong melihat apakah pasien tidak bernapas atau bernapas secara tidak normal (gasping).[1,5]

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan denyut nadi pada orang dewasa dengan meraba arteri karotis <10 detik. Jika penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode tersebut, kompresi harus segera dilakukan. Cek nadi dilakukan secara simultan bersamaan dengan penilaian napas pasien.[1,2]

Jika pernapasan tidak normal atau tidak bernapas, tetapi denyut nadi masih teraba, berikan bantuan napas setiap 5‒6 detik, dengan volume tidal yang direkomendasikan 500-700 ml atau dada terlihat mengembang. Hindari pemberian bantuan napas yang berlebihan. Nadi pasien diperiksa setiap 2 menit.[1,5]

Penolong harus sesegera mungkin memanggil nomor Gawat Darurat setempat apabila pasien tidak merespons dan tidak bernapas atau bernapas tidak adekuat (harus dianggap bahwa pasien mengalami henti jantung mendadak).[1,4]

Hambatan pada fase ini adalah penolong tidak mengenali tanda henti jantung mendadak dan tidak memiliki ilmu terkait melakukan resusitasi jantung paru (RJP). Hambatan juga bisa terjadi jika henti jantung mendadak terjadi di rumah pribadi dibandingkan lokasi umum.[1,5]

Resusitasi Jantung Paru Segera

Penolong segera melakukan resusitasi jantung paru (RJP) pada penderita henti jantung mendadak sampai bantuan datang. Metode RJP penting untuk membantu sirkulasi dengan mengkombinasikan kompresi dada dan pemberian napas buatan untuk memberikan oksigen yang diperlukan bagi kelangsungan hidup fungsi sel tubuh.[1,5]

Beberapa poin dalam pelaksanaan resusitasi jantung paru (RJP) berkualitas tinggi berdasarkan rekomendasi American Heart Association (AHA) 2020:

  • Memulai kompresi dada dalam waktu <10 detik setelah diagnosis henti jantung mendadak ditegakkan
  • Melakukan kompresi dada dengan cepat (100‒120 kali/menit) dan dengan kedalaman minimum 5 – 6 cm
  • Meminimalkan interupsi selama kompresi berlangsung
  • Mencegah ventilasi yang berlebihan
  • Menggantikan pelaksana kompresi dada setelah 2 menit atau jika kelelahan
  • Melakukan kompresi dada dan memberikan bantuan napas dengan perbandingan 30:2 apabila tidak terpasang bantuan jalan napas tingkat lanjut. Namun, RJP dengan kompresi dada saja terbukti lebih efektif bagi penolong awam yang tidak terlatih[1,5,27]

Pada henti jantung mendadak yang non shockable, yaitu PEA dan asistol, penanganannya meliputi RJP yang efektif, pemberian obat-obatan berupa  epinefrin dan  vasopressin, serta identifikasi/tata laksana penyebab. Setelah 5 siklus RJP, cek kembali irama jantung. Tata laksana selanjutnya sesuai dengan temuan.[1,5]

Bantuan Pernapasan

Setelah melakukan kompresi dada, buka jalan napas korban dengan baik pada korban trauma maupun non trauma. Bila terdapat kecurigaan atau terbukti cedera spinal, gunakan manuver jaw thrust tanpa mengekstensi kepala saat membuka jalan napas. Berikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory time), dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang.

Hindari pemberian bantuan napas yang cepat dan berlebihan karena dapat menimbulkan distensi lambung beserta komplikasinya, seperti regurgitasi dan aspirasi. Selain itu, ventilasi berlebihan juga dapat menyebabkan naiknya tekanan intratorakal, mengurangi venous return, dan menurunkan cardiac output.[1,3]

Defibrilasi Segera

Defibrilasi paling utama dilakukan pada menit-menit pertama setelah onset henti jantung. Jika terlambat, jantung tidak akan berespons terhadap terapi defibrilasi.

Defibrilasi dilakukan pada kondisi henti jantung mendadak yang shockable, yaitu ventrikel (VF) / takikardi ventrikel (VT) tanpa nadi. Setelah 5 siklus RJP atau 2 menit, segera lakukan penilaian. Bila masih ditemukan VF/VT  tanpa nadi, maka defibrilasi dapat segera dilakukan, dilanjutkan RJP 5 siklus atau 2 menit, kemudian lakukan penilaian ulang.

Penolong harus memeriksa denyut nadi karotis bilamana ritme yang teratur telah kembali. Bila tidak ada denyut nadi atau tidak ada indikasi shock dengan defibrilator, RJP harus dilanjutkan dengan menilai ritme setiap lima siklus.[1,5]

Keberadaan automated external defibrillator (AED) di tempat-tempat umum yang strategis dan pelatihan pada masyarakat sangat berguna untuk meningkatkan kelangsungan hidup penderita out of hospital cardiac arrest.[1-4]

Langkah–langkah penggunaan AED:

  1. Pastikan korban dan penolong dalam situasi aman dan ikuti langkah-langkah BHD dewasa. Lakukan kompresi dada dan pemberian bantuan napas sesuai panduan BHD.
  2. Segera setelah AED datang, nyalakan alat dan tempelkan elektroda pads pada dada korban. Elektroda pertama di garis midaxillaris sedikit di bawah ketiak, dan elektroda pads kedua sedikit di bawah klavikula kanan.
  3. Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang menyentuh korban saat AED melakukan analisis irama jantung.
  4. Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang menyentuh korban. Lalu tekan tombol shock.

  5. Segera lakukan kembali RJP.
  6. Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP sesuai perintah suara AED hingga penolong profesional datang dan mengambil alih RJP, korban mulai sadar, bergerak, membuka mata, bernapas normal, atau penolong kelelahan.[1,5]

Perawatan Jantung Lanjutan yang Efektif

Bantuan hidup lanjut  (advanced cardiac life support) bertujuan untuk menstabilkan kondisi pasien yang telah diresusitasi untuk melewati tahap kritis. Tahap ini terdiri dari tata laksana jalan napas buatan (pemasangan endotracheal tube), pemberian obat-obatan intravena, seperti epinefrin dan cairan. Jika perlu, terapi defibrilasi diberikan sesuai dengan gambaran EKG.[3,5]

Defibrilasi

Ventricular Tachycardia (VT) dan Ventricular Fibrillation (VF) yang berlangsung lama akan menurunkan aktivitas jantung, sehingga akan sulit untuk dikonversi ke ritme yang normal. Beberapa jenis terapi energi defibrilasi yang dapat dilakukan sesuai indikasi disritmia adalah:

  1. Biphasic waveform defibrillators. Energi optimal yang dipakai untuk mengakhiri VF bergantung pada spesifikasi alat, dan berkisar 120–200 Joule. Pada pasien dewasa menggunakan energi 200 J. Bilamana VF berhasil diatasi tetapi timbul VF ulang, berikan shock berikutnya dengan energi yang sama.

  2. Monophasic waveform defibrillators masih digunakan di banyak institusi, yaitu memberikan energi secara unidirectional. Energi awal yang digunakan pada pasien dewasa sebesar 360 J.

  3. Cardioversion untuk atrial flutter, disritmia supraventrikuler (seperti paroxysmal supraventricular tachycardia atau PSVT), dan VT dengan hemodinamik yang stabil, umumnya memerlukan energi 50–100 J monofasik. Energi ini lebih kecil dibandingkan dengan energi untuk atrial fibrillation (AF) yaitu 100–120J.

Energi optimal untuk kardioversi dengan biphasic waveform belum diketahui. Energi 100–120 J efektif dan dapat diberikan untuk takiaritmia yang lain. Kardioversi tidak akan efektif untuk terapi takikardi junctional atau takikardia ektopik atau multifokal.[1,5]

Intubasi

Pemasangan intubasi harus cepat dengan interupsi RJP seminimal mungkin, dan tanpa menunda defibrilasi. Intubasi akan mengoptimalkan oksigenasi dan pengeluaran CO2 selama resusitasi. Penempatan intubasi dikonfirmasi dan dipantau dengan kapnografi.

Setelah saluran napas lanjutan terpasang, berikan bantuan napas 1 kali tiap 6 detik (10 napas per menit), dengan kompresi dada terus menerus. Jalur endotrakeal juga bisa dipakai untuk memberikan obat bila akses intravena sulit, misalnya naloxone, atropine, vasopressin, epinefrin dan lidocaine (”NAVEL”). Obat diencerkan dengan 10 mL NaCl 0.9% dan diberikan 2–3 kali.[3,5]

Pacing

Heart block high-grade dengan bradikardia yang menonjol adalah penyebab henti jantung mendadak. Pacing temporer harus dipasang bila frekuensi jantung tidak meningkat dengan terapi farmakologi. Pacing transcutaneous adalah cara yang mudah untuk meningkatkan rate ventrikel.[1,5]

Perawatan Pasca Henti Jantung yang Terintegrasi

Perawatan pasca henti jantung dilakukan secara sistematis dan berbasis multidisiplin ilmu untuk pasien setelah didapatkan kondisi return of spontaneous circulation (ROSC). Perawatan pasca henti jantung memiliki beberapa fase yang harus dijalani, yaitu fase stabilisasi awal dan manajemen darurat tambahan dan berkelanjutan.[1,5]

Fase Stabilisasi Awal

Resusitasi tetap berlangsung pasca ROSC dan tahapan tata laksana pada fase ini dapat dilakukan bersamaan atau berurutan, yaitu:

  • Manajemen jalan napas: kapnografi gelombang atau kapnometri untuk mengkonfirmasi dan memantau penempatan pipa endotrakeal
  • Manajemen parameter pernapasan: titrasi FIO2 untuk SpO2 92‒98%; mulai dengan frekuensi napas 10 kali/menit, titrasi ke PaCO2 sebesar 35‒45 mmHg
  • Manajemen parameter hemodinamik: berikan kristaloid dan/atau vasopresor atau inotropik untuk mencapai tekanan darah sistolik >90 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) >65 mmHg[2,5]

Manajemen Darurat Tambahan dan Berkelanjutan

Evaluasi pada fase ini sebaiknya dilakukan secara bersamaan dan meliputi:

  • Intervensi jantung darurat: evaluasi awal EKG 12 sadapan; pertimbangkan hemodinamika untuk keputusan tentang intervensi jantung
  • Targeted temperature management (TTM): jika pasien dalam kondisi ROSC dan tetap tidak sadar, TTM dapat dimulai secepatnya pada suhu 32‒37,5∘C, selama 24 jam dengan menggunakan perangkat pendinginan dengan feedback loop

Manajemen perawatan kritis lainnya termasuk pengawasan suhu inti terus-menerus (esofageal, rektal, kemih), pertahankan normoxia, normokapnia, dan euglikemia, serta pemantauan elektroensefalogram (EEG) terus menerus atau berkala. Diperlukan juga ventilasi yang tetap melindungi paru.[1,4,26]

Medikamentosa

Obat-obat untuk henti jantung mendadak akan diberikan pada keadaan hemodinamik tidak stabil, iskemia atau infark miokard, dan aritmia.[1,5]

Epinefrin

Epinefrin merupakan terapi farmakologi utama pada henti jantung mendadak, terutama pada asistol dan PEA, meskipun sedikit bukti akan memperbaiki survival. Obat ini memiliki efek vasokonstriksi alpha-adrenergik pembuluh non serebral dan non koroner, sehingga menimbulkan kompensasi shunting darah ke otak dan jantung.

Dosis tinggi tidak dianjurkan karena dapat ikut menimbulkan disfungsi miokard, hanya diindikasikan pada overdosis beta-blocker atau Ca-channel blocker. Dosis yang dianjurkan pada pasien dewasa adalah 1,0 mg IV, ulangi tiap 3‒5 menit (setiap siklus kedua RJP), atau pemberian infus 1‒4 mikro/menit. Epinefrin juga dipakai untuk bradikardia simptomatik (bradikardi 0,01 mikro/kg; pulse arrest 0,01 mg/kg).[5,16,26]

Atropin

Atropin bermanfaat pada bradikardi atau A-V block. Obat ini memiliki efek vagolitik sehingga meningkatkan laju irama sinus dan meningkatkan konduksi AV node. Dosis atropin untuk bradikardi atau A-V block adalah 0,5 mg diulang tiap 3‒5 menit sampai dosis total 0,04 mg/kg.

Untuk asistol, atropine diberikan 1 mg bolus diulang tiap 3–5 menit bila perlu. Blok vagal total dicapai bila dosis kumulatif 3 mg.[5,17]

Lidocaine

Lidocaine bermanfaat untuk mengendalikan (bukan profilaksis) ektopik ventrikel selama infark miokard akut.

Dosis awal pada henti jantung adalah 1,0–1,5 mg/kg, dapat diulang 0,5–0,75 mg/kg bolus setiap 3–5 menit, sampai dosis total 3 mg/kg. Infus kontinu lidocaine 2–4 mg/menit diberikan setelah resusitasi berhasil.

Dosis lidocaine harus diturunkan pada pasien dengan cardiac output menurun, fungsi hepar terganggu, atau  lansia. (1 mg/kg; infus, 20-50 mikro/kg/menit).[5,18]

Amiodarone

Amiodarone memiliki sifat antiaritmia, memperpanjang aksi potensial, blokade kanal natrium, kronotropik negatif. Obat ini tidak memiliki efek prodisritmik, sehingga digunakan sebagai antidisritmia pada gangguan fungsi kardiak yang berat.

Indikasi penggunaan amiodarone adalah VT tidak stabil, VF yang gagal dilakukan defibrilasi elektrik dan terapi adrenalin, mengendalikan laju jantung selama VT yang monomorfik dan VT polimorfik, mengendalikan laju ventrikel pada aritmia atrium yang tidak berhasil dengan terapi digitalis, atau takikardi sekunder oleh penyebab lain, dan bagian dari kardioversi elektrik PSVT yang refrakter atau takikardia atrial.[5,18]

Pada VF dan VT yang tidak stabil, berikan 300 mg diencerkan dalam 20–30 ml NaCl 0,9% atau dextrose 5% secara cepat. Untuk pasien dengan kondisi lebih stabil, dosis 150 mg diberikan dalam waktu 10 menit, dilanjutkan dengan infus 1 mg/menit selama 6 jam kemudian 0,5 mg/menit.

Dosis maksimal amiodarone adalah 2 g sehari. Pada anak-anak, dosis loading 5 mg/kg dan dosis maksimum 15 mg/kg/hari. Efek samping yang timbul segera adalah bradikardi dan hipotensi.[5,18]

Perawatan Jangka Panjang pada Penyintas Henti Jantung Mendadak

Pasien yang berhasil bertahan pasca mengalami henti jantung mendadak tanpa kerusakan ireversibel pada otak harus menjalani pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan etiologi dan mendapatkan tata laksana definitif untuk pencegahan berulangnya henti jantung mendadak di kemudian hari.[1,3]

Pasien dengan henti jantung mendadak yang disebabkan oleh iskemia miokardial harus ditangani dengan intervensi bedah, farmakologis, dan radiologis sehingga angka harapan hidup dapat meningkat.

Penyintas henti jantung mendadak yang dipicu kardiomiopati hipertrofik, penyakit jantung bawaan, displasia ventrikular kanan, catecholaminergic polymorphic VT, sindrom Brugada, dan long QT syndrome merupakan kandidat untuk dipasang implantable cardioverter-defibrillator (ICD).[1-4]

Persiapan Rujukan

Jika henti jantung mendadak disebabkan oleh etiologi traumatik ataupun yang membutuhkan pembedahan, segera rujuk ke dokter spesialis bedah yang berkaitan setelah hemodinamik stabil. Beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan pada pasien dengan henti jantung mendadak adalah:

  • Pemasangan alat pacu jantung sementara pada kasus bradikardi dan bradikardi yang diinduksi VT/VF
  • Ablasi radiofrekuensi pada kasus badai VT dan syok berulang meskipun telah dilakukan tata laksana medis
  • Terapi defibrilator kardioverter: implantable cardioverter defibrillator (ICD) termasuk terapi yang sangat efektif tapi dikontraindikasikan pada kasus badai VT, di mana defibrilasi eksternal lebih disarankan untuk VT-VF
  • Coronary artery bypass grafting (CABG) untuk henti jantung mendadak yang dipicu oleh penyakit arteri koroner multi arteri, sehingga tidak memungkinkan untuk intervensi perkutan

  • Eksisi aneurisma ventrikel kiri: Biasa dilakukan jika tidak dapat ditangani dengan ablasi kateter
  • Penggantian katup aorta pada kasus henti jantung mendadak yang dipicu stenosis aorta berat
  • Ventricular assist devices dan orthotopic heart transplantation, yaitu opsi terakhir untuk henti jantung mendadak yang tidak merespon dengan terapi apapun[1,5]

 

Direvisi oleh: dr. Eurena Maulidya Putri P.

Referensi

1. Sovari AA. Sudden Cardiac Death. Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/151907-overview#a1
2. Patel K, Hipskind JE. Cardiac Arrest. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534866/
3. Sharabi AF, Singh A. Cardiopulmonary Arrest in Adults. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563231/
4. Yow AG, Rajasurya V, Sharma S. Sudden Cardiac Death. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2024. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507854/
5. American Heart Association. Highlights of the 2020 American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. 2020.
6. PERKI. Panduan diagnosis dan tatalaksana penyakit kardiovaskular pada pandemi COVID-19. 2020.
26. American Heart Association. 2023 AHA Focused Update on Adult Advanced Cardiovascular Life Support. Circulation. 2023.
27. Donoghue AJ, Nadkarni VM. Chest Compression-Only Cardiopulmonary Resuscitation in Pediatric Out-of-Hospital Cardiac Arrest: (Don’t) Take My Breath Away. J Am Coll Cardiol. 2021;78(11):1087-1089.

Diagnosis Henti Jantung Mendadak
Prognosis Henti Jantung Mendadak

Artikel Terkait

  • Kajian Etik dan Medikolegal dari Do Not Resuscitate
    Kajian Etik dan Medikolegal dari Do Not Resuscitate
  • Sekilas Mengenai Henti Jantung Intraoperatif
    Sekilas Mengenai Henti Jantung Intraoperatif
  • Terapi Hipotermia pada Pasien Henti Jantung dengan Irama Jantung Non-Shockable
    Terapi Hipotermia pada Pasien Henti Jantung dengan Irama Jantung Non-Shockable
  • Resusitasi Jantung Paru di Luar Fasilitas Kesehatan
    Resusitasi Jantung Paru di Luar Fasilitas Kesehatan
  • Pembaruan Pedoman ACLS 2024 – Ulasan Guideline Terkini
    Pembaruan Pedoman ACLS 2024 – Ulasan Guideline Terkini

Lebih Lanjut

Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 8 jam yang lalu
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....
Anonymous
Dibalas 8 jam yang lalu
Pemberian VAR dan SAR pada pasien terduga rabies
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, selamat sore. Saya ingin bertanya apakah pemberian VAR/SAR dapat diberikan pada pasien dengan risiko tinggi rabies yang kejadian tergigit hewan...
dr.fandi sukowicaksono
Dibalas 2 jam yang lalu
Apakah USG kehamilan dapat mendeteksi riwayat kehamilan sebelumnya yang tidak diketahui?
Oleh: dr.fandi sukowicaksono
3 Balasan
Alo Dokter. ini cerita pasien saya kemarin.mr X usia 26 th datang konsultasi sendiri , menceritakan kejadian saat usg kehamilan anak pertama istrinya dengan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.