Pendahuluan Ruptur Hepar
Ruptur hepar merupakan cedera liver akibat trauma tumpul atau penetrasi pada abdomen maupun komplikasi keadaan klinis lain, dan termasuk kondisi gawat darurat langka yang mengancam jiwa. Ruptur hepar pada umumnya berawal dari perdarahan intraparenkim yang berkembang menjadi hematoma subkapsular.[1]
Ruptur hepar dapat disebabkan oleh trauma abdomen atau sebagai komplikasi preeklampsia, eklampsia, fatty liver, sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count), atau karsinoma hepar. Ruptur hepar pada kehamilan atau ruptur yang terkait keganasan dikenal pula sebagai ruptur hepar spontan.[1–3]
Gambar 1. Ruptur Hepar.
Pada kasus trauma, kerusakan hepar memiliki derajat keparahan bervariasi, mulai dari laserasi kapsular minor hingga kerusakan berat pada kedua lobus. Ruptur hepar juga berkaitan dengan cedera pada vena porta, vena hepatika, atau vena cava. Gejala yang muncul dapat berupa nyeri abdomen akut, perut kembung, muntah, dan syok.[4,5]
Penegakan diagnosis ruptur hepar dilakukan dengan pemeriksaan USG abdomen (focused assessment with sonography for trauma/FAST) dengan tujuan identifikasi darah pada cavum abdomen atau sekitar kantong perikardium. Pemeriksaan CT scan abdomen juga dapat menunjang diagnosis bila pasien cukup stabil secara hemodinamik untuk menjalankan pemeriksaan. Pasien ruptur hepar juga mengalami perubahan beberapa nilai laboratorium, seperti peningkatan kadar transaminase dan anemia.[2-4]
Tata laksana utama pada ruptur hepar adalah stabilisasi hemodinamik, serta laparotomi emergensi atau embolisasi dengan angiografi. Pasien dengan ruptur hepar berat atau hemodinamik yang tidak stabil sebaiknya menjalani pembedahan.
Intervensi bedah yang bisa dipilih antara lain liver packing, reseksi segmen atau lobus yang mengalami ruptur, hingga transplantasi hati. Embolisasi yang dipandu secara radiologis juga dapat dilakukan, walaupun masih terbatas pada lobus tunggal.[4–6]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli