Diagnosis Ruptur Hepar
Diagnosis ruptur hepar mengutamakan identifikasi instabilitas hemodinamik, mekanisme cedera hepar, serta penunjang diagnosis misalnya dengan focused assessment with sonography for trauma (FAST) untuk identifikasi adanya darah intraabdomen. Gold standard diagnosis untuk ruptur hepar adalah CT scan abdomen.[22]
Diagnosis ruptur hepar harus segera ditegakkan dan mendapatkan penatalaksanaan optimal karena bersifat mengancam jiwa. Pasien dengan trauma hepar dapat mengeluhkan nyeri abdomen kanan atas, hipotensi, dan syok. Diagnosis ruptur hepar tidak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan penunjang, seperti pencitraan, membantu memberikan informasi tingkat kerusakan hepar.[1,4]
Anamnesis
Pasien dengan ruptur hepar umumnya mengeluhkan nyeri pada area epigastrium atau kuadran kanan atas, mual, muntah, distensi abdomen, gejala anemia, dan syok hipovolemik.
Anamnesis juga perlu mengarahkan penyebab dari ruptur hepar, misalnya trauma, preeklampsia, eklampsia, sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count), atau karsinoma hepar.[1,4]
Pada trauma tumpul atau trauma penetrasi dengan energi kinetik tinggi, seperti kecelakaan lalu lintas atau luka tembak, terdapat peluang tinggi kerusakan organ intraabdomen. Jika pasien sadar, maka dokter perlu mendapatkan informasi seperti:
- Bagaimana mekanisme cedera?
- Apakah trauma merupakan trauma kinetik tinggi?
- Apakah pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas menggunakan sabuk pengaman?
- Perlu pula ditanyakan terkait senjata dan estimasi kehilangan darah bila yang terjadi adalah trauma penetrasi[4]
Mekanisme cedera perlu ditanyakan, karena trauma area thoracoabdominal area anterior atau lateral dapat berhubungan dengan ruptur hepar. Pada anamnesis perlu pula ditanyakan penggunaan obat antikoagulan, seperti warfarin dan heparin.[1,4,22]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada trauma hepar diawali dengan survei primer untuk mengidentifikasi adanya tanda syok hipovolemik akibat perdarahan hepar yang ditandai dengan hipotensi, takikardia, dan narrow pulse pressure.
Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik umum ruptur hepar dapat menunjukkan adanya nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen. Selain itu, dapat pula ditemukan distensi abdomen yang dapat berhubungan dengan adanya hemoperitoneum.
Pada ruptur hepar sekunder dari trauma, pemeriksaan fisik untuk identifikasi trauma multipel pada organ lainnya juga perlu dilakukan.[4,22]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding ruptur hepar dapat dibedakan menjadi penyebab nyeri abdomen setelah trauma lainnya dan penyebab ekstraabdomen.[4,6]
Penyebab Nyeri Abdomen setelah Trauma Lainnya
Beberapa cedera dapat menyebabkan nyeri abdomen seperti pada ruptur hepar, terutama cedera pada:
- Lien
- Pankreas
- Duodenum
- Gaster
- Ginjal
- Pembuluh darah intraabdomen
Untuk dapat membedakan penyebab nyeri abdomen lain dengan ruptur hepar, perhatikan lokasi cedera. Cedera organ berongga seperti duodenum, gaster, dan usus jarang menimbulkan kondisi hipotensi yang berujung pada syok. Sementara itu, pada trauma ginjal nyeri akan muncul pada punggung atau daerah flank, disertai dengan hematuria atau gangguan berkemih.[4]
Penyebab Ekstraabdomen
Diagnosis banding ruptur hepar untuk penyebab ekstraabdomen dengan tanda syok hemoragik, antara lain hemothorax, fraktur pelvis, dan fraktur tulang panjang multipel. Seluruh kondisi ini dapat dibedakan dengan ruptur hepar melalui lokasi anatomi jejas dan ditunjang dengan pemeriksaan radiologi.[6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kasus ruptur hepar adalah focused assessment with sonography for trauma (FAST), CT scan abdomen dan pelvis, serta pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap dan enzim transaminase.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat berupa focused assessment of sonography for trauma (FAST) maupun CT scan abdomen dengan kontras. Pemeriksaan radiologi dengan FAST di unit gawat darurat dapat menjadi pilihan awal untuk pencitraan, terutama pada keadaan di mana stabilisasi hemodinamik belum tercapai.[1,4,5,22]
Pencitraan dengan FAST dilakukan untuk identifikasi adanya darah intraabdomen. Hasil negatif pada pemeriksaan FAST dapat dilanjutkan dengan CT scan abdomen, terutama untuk pasien dengan hipotensi setelah cedera abdomen atau pasien dengan hemodinamik stabil setelah cedera penetrasi.
Pada pasien dengan kondisi hemodinamik stabil, pemeriksaan penunjang yang dapat direkomendasikan adalah CT scan abdomen dengan kontras intravena. Pemeriksaan ini memberikan hasil evaluasi cepat, termasuk derajat ruptur hepar dan membantu mendeteksi perdarahan aktif.[1,4,5]
USG abdomen mampu mengidentifikasi adanya hematoma, kontusio, biloma, hingga hemoperitoneum. Hematoma subkapsular biasanya tampak sebagai akumulasi cairan kurvilinear. Awalnya, hematoma bersifat anekoik, dan akan secara progresif menjadi semakin ekogenik.
Pemeriksaan dengan MRI tidak lebih superior dibandingkan CT scan dalam evaluasi ruptur hepar. Secara teori, MRI bermanfaat untuk pemantauan pasien, serta dapat menjadi alternatif pada pasien hamil atau anak dimana dosis radiasi menjadi perhatian. Pencitraan MRI dapat dipertimbangkan pada pasien yang stabil secara hemodinamik, karena waktu pengerjaannya yang panjang dan juga aksesnya yang terbatas.[14]
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan dengan kecurigaan perdarahan, pertimbangkan untuk pemeriksaan serial kadar hemoglobin, serum laktat, dan defisit basa untuk memantau perkembangan perdarahan, upaya resusitasi, dan kebutuhan transfusi.[4]
Semakin tinggi kadar laktat, semakin buruk kondisi pasien. Laktat adalah penanda indirek untuk kebutuhan oksigen, perfusi jaringan, dan tingkat keparahan syok hemoragik. Sementara defisit basa adalah penanda indirek untuk asidosis jaringan karena gangguan perfusi.[15]
Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen, kadar serum aminotransferase dapat menjadi bagian dalam pemeriksaan laboratorium awal. Pemeriksaan kadar aminotransferase bermanfaat terutama bagi pasien yang tidak segera menjalani tindakan pembedahan atau pemeriksaan radiologi.
Pada pasien dengan cedera hepar, dapat ditemukan peningkatan kadar alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), laktat dehidrogenase (LDH), dan gamma-glutamil transferase (GGT).[1,4]
Peritoneal Lavage
Peritoneal lavage diagnostik tidak secara rutin digunakan. Akan tetapi, tindakan ini dapat membantu untuk mendiagnostik hemoperitoneum pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan riwayat trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan peritoneal lavage diagnostik dapat dipertimbangkan jika USG dan CT scan tidak tersedia.[4,5]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli