Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
Penatalaksanaan syok hipovolemik harus meliputi 3 hal penting, yaitu resusitasi, penatalaksanaan terhadap penyebab yang mendasari (underlying cause) dari syok hipovolemik, dan terapi suportif.[5,10,11]
Resusitasi
Penatalaksanaan awal pasien syok hipovolemik adalah dengan melakukan evaluasi pada primary survey yang meliputi penatalaksanaan pada airway, breathing and ventilation, circulation, disability, serta exposure and environmental yang berfungsi sebagai resusitasi dan stabilisasi keadaan umum pasien.[11,18]
Airway (Jalan Napas)
Tindakan membebaskan airway harus didukung dengan proteksi terhadap cervical spine, terutama pada pasien syok hipovolemik yang mengalami trauma kepala atau leher. Hal ini penting karena pasien memiliki potensi tinggi mengalami cedera servikal.[18,23]
Jika pasien dapat berbicara dengan jelas, maka airway dinyatakan paten. Namun, jika pasien mengalami gurgling, segera lakukan suction untuk membersihkan cairan ataupun darah yang terakumulasi pada rongga mulut pasien yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.[18,23]
Pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS) ≤8 membutuhkan definitive airway seperti intubasi endotrakeal, karena ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan jalan napas. Teknik jaw-thrust merupakan intervensi awal untuk membuka airway pasien. Jika pasien tidak sadar dan tidak memiliki refleks muntah, maka dapat dilakukan pemasangan oropharyngeal airway sementara.[18,23]
Breathing and Ventilation (Pernapasan dan Ventilasi)
Pasien syok hipovolemik yang tidak memiliki indikasi untuk dilakukan intubasi harus diberikan suplementasi oksigen melalui sungkup muka non-rebreathing dengan kecepatan aliran oksigen sebesar 9–15 liter/menit yang dapat memberikan konsentrasi oksigen sebesar 90–100%. Tetap pertahankan pemberian oksigenasi dan ventilasi dengan bag-valve mask sebelum, saat, dan segera setelah melakukan intubasi pada pasien yang membutuhkan definitive airway.[23,24]
Circulation (Sirkulasi)
Saat evaluasi sirkulasi pasien, klinisi dapat memberikan terapi cairan awal pada pasien syok hipovolemik. Cairan harus dititrasi sesuai parameter hemodinamik dan urin output. Mengingat pada pasien dengan perdarahan aktif dan kondisi seperti ruptur aneurisma aorta dan diseksi aorta, resusitasi hipotensi diperlukan hingga pengobatan definitif.[10,18]
Lakukan penghentian perdarahan eksternal dengan penekanan langsung (direct pressure) dengan resusitasi menjadi jembatan menuju pengobatan definitif.[18,19]
Pada pasien syok hipovolemik non hemoragik atau non trauma, berikan bolus cairan isotonik yang lebih hangat (warmer fluid) dengan tetesan cepat. Berikan dengan dosis 1 liter untuk dewasa dan 20 mL/kgBB untuk pasien anak dengan berat badan <40 kg. Pemberian volume absolut cairan resusitasi harus didasarkan pada respons pasien terhadap pemberian cairan.[18,23,24]
Lakukan penilaian respons pasien terhadap resusitasi cairan dan identifikasi apakah oksigenasi jaringan pada pasien telah memadai. Amati juga respons pasien selama pemberian cairan awal ini. Buat keputusan terapi dan diagnostik lebih lanjut berdasarkan respons pasien terhadap resusitasi cairan.[23,24]
Pada pasien syok hipovolemik dengan luka bakar, inisiasi resusitasi cairan harus dilakukan dengan segera untuk memperbaiki sirkulasi. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan ringer laktat sesuai dengan formula Parkland, yaitu 4 ml x BB x % total body surface area (TSBA).[23,24]
Pada kondisi pasien syok hipovolemik akibat luka bakar yang mengalami rhabdomyolysis, dapat dilakukan titrasi maksimal pada pemberian ringer laktat, untuk mempertahankan urin output 30–50 ml per jam pada orang dewasa atau 1 ml/kg/jam pada anak.[23,24]
Bila terdapat pigmentasi merah (seperti myoglobin) dalam urin yang semakin jelas, maka urin output pasien harus dipertahankan antara 75–100 ml/jam sampai urin benar-benar bersih.[23,24]
Selama resusitasi cairan, lakukan pemantauan fungsi vital pasien seperti denyut nadi, tekanan darah, mean arterial pressure (MAP), capillary refill time (CRT), dan urin output. Inisiasi cairan yang adekuat pada resusitasi ditandai dengan urin output mencapai 0,5 ml/kg/jam pada pasien dewasa dan 1 ml/kg/jam pada pasien pediatrik.[17,23,24]
Disability (Evaluasi Neurologis)
Lakukan penilaian tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale (GCS), menilai ukuran dan reaksi pupil, mengidentifikasi tanda lateralisasi, serta menentukan kemungkinan adanya cedera medulla spinalis.[19,23]
Exposure and Environmental (Paparan dan Lingkungan)
Pakaian pasien sepenuhnya ditanggalkan untuk pemeriksaan dan penilaian yang menyeluruh pada saat primary survey untuk pasien trauma atau pasien dengan penurunan kesadaran. Saat evaluasi exposure, pastikan periksa ada atau tidaknya deformitas, luka terbuka, nyeri tekan, maupun bengkak.[17,19,23]
Penggunaan high-flow fluid warmer sangat dianjurkan untuk menghangatkan cairan kristaloid hingga suhu 39 °C, serta direkomendasikan untuk mencegah hilangnya panas tubuh dan mengembalikan suhu tubuh ke normal. Pasien juga harus segera diselimuti dengan selimut hangat atau menggunakan external warming device untuk mencegah hipotermia.[23,24]
Terapi Cairan
Terapi cairan pada pasien syok hipovolemik non hemoragik adalah:
- Tentukan defisit cairan
- Atasi syok dengan memberikan cairan kristaloid seperti ringer laktat atau NaCl 0,9% 20 ml/kgBB dalam 30–60 menit, pemberian cairan dapat diulang jika belum terdapat respons perbaikan
- Sisa defisit cairan dapat diberikan dengan persentase 50% dalam 8 jam pertama dan 50% dalam 16 jam berikutnya
- Klinis hipovolemia telah teratasi dan pasien dalam keadaan hidrasi ditandai dengan produksi urin pasien 0,5–1 mL/kgBB/jam[5,10,11]
Cairan kristaloid merupakan cairan pilihan utama untuk resusitasi dan penangan syok hipovolemik yang bukan disebabkan oleh perdarahan. Namun, cairan koloid dapat menjadi pilihan terutama pada pasien syok hipovolemik dengan derajat defisit cairan yang berat.[4,5,10]
Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid digunakan untuk memperbaiki kondisi pasien syok hipovolemik. Cairan kristaloid rumatan mengandung konsentrasi natrium yang sama dengan konsentrasi total tubuh normal (70 mmol/L), sedangkan cairan kristaloid pengganti memiliki kandungan natrium pada konsentrasi yang mirip dengan plasma normal (kira-kira 140 mmol/L).[23,25]
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan memiliki waktu paruh intravaskular berkisar antara 20–30 menit di intravaskular. Keuntungan dari kristaloid salah satunya, yaitu tidak menimbulkan reaksi imun pada pasien.[23,25]
Terdapat dua jenis cairan kristaloid yang sering digunakan dalam resusitasi cairan pada kondisi syok hipovolemik yaitu NaCl 0,9% dan ringer laktat.[23,25]
NaCI 0,9% atau Cairan Salin Normal:
NaCl 0,9% merupakan cairan kristaloid yang sering digunakan secara intravena untuk resusitasi cairan. Cairan ini merupakan cairan yang sedikit hipertonik karena mengandung Na 154 mmol/l (Na plasma 135–147 mmol/l) dan Cl 154 mmol/l (Cl plasma 94–111 mmol/l yang tidak fisiologis.[23,25]
Pemberian infus NaCl 0,9% secara terus menerus dapat menyebabkan resiko asidosis metabolik hiperkloremik. Namun, cairan NaCl 0,9% telah dilaporkan banyak studi penelitian dapat memperbaiki perfusi organ dan efektif dalam penatalaksanaan kondisi hipovolemik.[23,25]
Ringer Laktat:
Cairan ringer laktat merupakan cairan isotonis kristaloid yang dapat digunakan dalam terapi cairan pada pasien syok hipovolemik. Beberapa studi melaporkan bahwa cairan ringer laktat dapat menyebabkan efek prokoagulan dan kemungkinan timbulnya efek samping seperti trombosis vena dalam, dan emboli paru.[23,25]
Cairan Koloid
Cairan koloid merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik. Cairan koloid dapat bertahan lebih lama di ruang intravaskuler karena aktivitas osmotik serta adanya kandungan zat-zat yang berat molekulnya tinggi. Kerugian dari cairan koloid atau “plasma expander” adalah dapat menimbulkan reaksi anafilaksis dengan frekuensi yang cukup jaran dan gangguan pada cross match.[23,25]
Beberapa studi penelitian telah gagal membuktikan manfaat koloid bila dibandingkan dengan kristaloid dalam menurunkan tingkat mortalitas pada pasien syok hipovolemik. Sebuah studi Cochrane melaporkan dengan moderate‐certainty evidence bahwa penggunaan koloid (dekstrans/albumin/fresh frozen plasma), jika dibandingkan dengan kristaloid sebagai penggantian cairan, mungkin hanya memberikan sedikit atau tidak ada perbedaan terhadap jumlah subjek penelitian yang sakit kritis dan mengalami mortalitas.[26]
Transfusi Darah dan Massive Transfusion
Transfusi darah dilakukan pada pasien syok hipovolemik dengan hemodinamik yang tidak stabil setelah dilakukan pemberian terapi cairan dengan kristaloid. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perdarahan yang belum teratasi.[23,25]
Jenis transfusi darah yang diberikan tergantung pada kebutuhan pasien dan respons pasien terhadap pemberian cairan inisial pada resusitasi cairan. Pasien syok hipovolemik yang merespons cepat terhadap resusitasi cairan umumnya membutuhkan kebutuhan darah yang rendah.[23,24]
Sementara itu, untuk pasien syok hipovolemik dengan respons sementara, respons minimal atau tanpa respons, membutuhkan kebutuhan darah yang sedang hingga tinggi dengan onset waktu sesegera mungkin. Kebutuhan produk darah disesuaikan dengan respons pasien terhadap resusitasi cairan (tabel 7).[23,24]
Tabel 7. Respons Pasien terhadap Resusitasi Cairan dan Kebutuhan Produk Darah
RESPONS PASIEN | |||
Respons Cepat | Respons Sementara | Respons Minimal atau Tanpa Respons | |
Tanda-tanda vital | Kembali ke normal | perbaikan sementara, rekurensi penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung | Tetap tidak normal |
Estimasi kehilangan darah | Minimal (<15%) | Moderate dan ongoing (15%-40%) | Berat >40% |
Kebutuhan produk darah | Rendah | Sedang hingga tinggi | Sesegera mungkin |
Persiapan darah | Type dan crossmatch | Type-specific | Emergency blood release |
Kebutuhan intervensi operatif | Kemungkinan kecil | Kemungkinan sedang | Kemungkinan tinggi |
Sumber: dr.Eva Naomi Oretla, Alomedika, 2023[23,24]
Beberapa studi sangat merekomendasikan pemberian produk darah yang telah menjalani cross-match (uji silang). Apabila kondisi sangat darurat, pasien boleh diberikan packed red cells (PRC) dengan tipe darah yang sesuai atau O negatif. [24,25]
Beberapa studi lainnya juga merekomendasikan pemberian transfusi seimbang menggunakan plasma 1:1:1 atau 1:1:2 dengan trombosit ataupun PRC untuk menghasilkan hemostasis yang lebih baik.[10]
Transfusi darah dengan produk darah whole blood juga dapat dipertimbangkan terutama dalam keadaan di mana fasilitas bank darah terbatas namun kebutuhan pasien syok hipovolemik terhadap produk darah sangat tinggi.[23,25]
Untuk terapi dengan massive transfusion atau transfusi besar-besaran, dapat diberikan pada pasien dengan syok hipovolemik yang mengalami trauma kritis dengan perdarahan kelas III dan IV.[23,25]
Transfusi masif paling sering didefinisikan sebagai pemberian packed red blood cells (pRBC) >10 unit dalam 24 jam pertama setelah masuk rumah sakit atau >4 unit dalam 1 jam. Pemberian pBRC, plasma, dan trombosit secara dini untuk mempertahankan homeostasis.[23,25]
Penerapan massive transfusion protocol (MTP) memerlukan ketersediaan segera semua komponen darah untuk memberikan resusitasi yang optimal bagi pasien syok, karena protokol ini membutuhkan ketersedian darah dalam jumlah besar.[23,25]
Terapi Suportif
Pasien syok hipovolemik dengan kondisi kritis, gangguan kardiopulmonal, trauma dengan perdarahan, maupun luka bakar berat membutuhkan perawatan di ruang intensive care unit (ICU). Selain itu, pasien syok hipovolemik memerlukan manajemen suportif selain pemberian cairan, penggunaan ventilator bila terjadi gagal napas, serta pemberian vasopressor jika dibutuhkan.[10,11]
Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Syok Hipovolemik
Terapi medikamentosa seperti pemberian inotropik dengan dopamin, vasopressin, atau dobutamin dapat dipertimbangkan pada pasien syok hipovolemik non hemoragik atau bersamaan dengan tindakan operatif pada pasien syok hemoragik. Tabel 8 mendeskripsikan dosis farmakologi pada pasien syok hipovolemik.[6,11]
Tabel 8. Farmakoterapi pada Syok Hipovolemik
Obat | Kelas | Dosis | Efek atau Efek samping | Implikasi |
Epinephrine | Katekolamin endogen | Epinephrine dapat diberikan kontinyu bergantung pada efek dan kebutuhan pasien, yaitu 0,05 – 1,0 µg/kg/menit (dosis maksimum 5,0 µg/kg/menit) | Efek samping yang dapat timbul adalah iskemia miokard, stress cardiomyopathy, dan takiaritmia | Pemberian farmakoterapi dapat dimulai melalui infus sementara kateter vena sentral dipasang |
Dobutamine | Inotropik | Dobutamine diberikan secara kontinyu bergantung pada efek dan kebutuhan pasien: 2,5 – 5 µg/kg/menit secara IV (dosis maksimum 10 µg/kg/menit)
| Efek farmakoterapi dobutamine meningkatkan kontraktilitas dan curah jantung | |
Dopamine | Inotropik | 5-20 µg/kg/menit | Efek farmakoterapi dopamine meningkatkan kontraktilitas jantung dan vasokonstriksi | |
Norepinephrine | Katekolamin | Norepinephrine diberikan secara kontinyu bergantung pada efek dan kebutuhan pasien: 0,1-1,0 µg/kg/menit secara IV. | Efek samping yang dapat timbul adalah iskemia perifer dan aritmia jantung |
Sumber: dr.Eva Naomi Oretla, Alomedika, 2023[6,10,11]
Penulisan pertama oleh: dr. Reren Ramanda