Pendahuluan Autism Spectrum Disorder
Autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan saraf pada anak terutama dalam domain fungsi sosial, komunikasi, dan perilaku. Gangguan-gangguan tersebut ditandai oleh adanya defisit persisten dalam kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang. Gejala umumnya mulai muncul pada usia 12-24 bulan.
Istilah "spectrum" mengacu pada fakta bahwa beberapa orang memiliki gejala ringan sementara yang lain memiliki gejala parah yang menyebabkan disabilitas seumur hidup. Diperkirakan faktor genetik yang memegang peran besar menyebabkan ASD.[3]
Pada kriteria diagnosis dalam ICD 10 maupun DSM IV, gangguan ini disebut sebagai gangguan perkembangan pervasif dan terdiri dari beberapa sindrom di dalamnya seperti autisme pada masa kanak, autisme atipikal, sindrom Rett, gangguan disintegrasi anak, sindrom Asperger, dan gangguan perkembangan pervasif lainnya.
Namun dalam kriteria diagnosis terbaru ICD 11 dan DSM 5, ASD diperlakukan sebagai satu kelompok gangguan dan pembagian menjadi sindrom-sindrom di bawahnya dihilangkan.[1]
Etiologi ASD belum diketahui, namun ASD sering komorbid dengan gangguan yang beronset pada masa kanak dan remaja lainnya. Etiologi ASD bersifat multifaktorial dan melibatkan faktor genetik, biologis, dan lingkungan. Paparan terhadap faktor risiko bisa terjadi pada pre natal, natal, dan segera setelah persalinan.[1,3]
Tujuan penatalaksanaan ASD adalah mendorong anak menuju kemandirian, memaksimalkan fungsi dan meningkatkan kualitas hidup. Hal ini dapat dicapai dengan terapi non farmakologi seperti intervensi edukasional dan perilaku terstruktur, intervensi untuk komunikasi dan Integrasi sensori serta terapi farmakologis seperti pemberian obat antipsikotik dan antidepresan (SSRI dan SNRI).[1]
Dalam penatalaksanaan ASD sebaiknya melibatkan tim multidisipliner yang terdiri dari dokter anak, psikiater, psikolog klinis, pendidik anak berkebutuhan khusus, ahli terapi okupasional, dan ahli terapi wicara. Tim ini terlibat mulai dari proses asesmen sampai perencanaan terapi.[1]
Modalitas terapi yang bisa diberikan mencakup berbagai pendekatan perilaku, psikososial, edukasional, dan farmakoterapi. Pilihan terapi yang akan digunakan disesuaikan dengan umur, tingkat perkembangan, dan kebutuhan pasien.[1,14]
Mengedepankan penanganan non farmakologis membantu pasien membentuk kemampuan komunikasi dan sosial yang adaptif. Obat bisa mengendalikan beberapa gejala ASD, namun belum ada obat yang bisa menyembuhkan ASD.
ASD adalah gangguan yang berlangsung seumur hidup dan membutuhkan dukungan sosial seumur hidupnya. Deteksi dini dan intervensi yang lebih awal berhubungan dengan fungsi adaptif yang lebih baik. Karena itu direkomendasikan perlunya skrining rutin untuk gangguan perkembangan pada balita.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita