Penatalaksanaan Autism Spectrum Disorder
Tujuan dari penatalaksanaan autism spectrum disorder (ASD) adalah untuk memaksimalkan fungsi, mendorong anak menuju kemandirian dan meningkatkan kualitas hidup. Ini dapat dicapai dengan terapi non farmakologi seperti intervensi edukasional dan perilaku terstruktur, intervensi untuk komunikasi dan integrasi sensori serta terapi farmakologis seperti pemberian obat antipsikotik dan antidepresan (SSRI dan SNRI).[1]
Dalam penatalaksanaan ASD sebaiknya melibatkan tim multidisipliner yang terdiri dari dokter anak, psikiater, psikolog klinis, pendidik anak berkebutuhan khusus, ahli terapi okupasional, dan ahli terapi wicara. Tim ini terlibat mulai dari proses asesmen sampai perencanaan terapi.[1]
Modalitas terapi yang bisa diberikan mencakup berbagai pendekatan perilaku, psikososial, edukasional, dan farmakoterapi. Pilihan terapi yang akan digunakan disesuaikan dengan umur, tingkat perkembangan, dan kebutuhan pasien.[1,14]
Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis adalah pendekatan yang direkomendasikan untuk penanganan ASD. Terapi ini meliputi intervensi edukasional dan perilaku terstruktur, intervensi untuk komunikasi, asistensi edukasional dan integrasi sensori.
Intervensi Edukasional dan Perilaku Terstruktur
Ada beberapa model yang bisa diterapkan untuk modalitas intervensi ini, yaitu:
Early Stage Denver Model:
Intervensi ini bertujuan untuk mempercepat perkembangan anak di semua domain. Target dari intervensi disusun berdasarkan asesmen mengenai perkembangan skills, perkembangan stress sosial-komunikatif, hubungan interpersonal, atensi dan motivasi sosial.[1,24]
Applied Behavioral Analysis (ABA):
ABA adalah intervensi yang paling banyak digunakan pada pasien ASD anak maupun dewasa. Intervensi ini berfokus pada upaya memperbaiki perilaku-perilaku spesifik. INtervensi ini dimulai dari latihan-latihan khusus untuk keterampilan tertentu yang kemudian berlanjut ke keterampilan yang lebih kompleks.[1,24]
Keterampilan yang dilatih meliputi keterampilan sosial, komunikasi, kemampuan membaca, dan kemampuan akademik. Pasien juga diajarkan kemampuan-kemampuan adaptif agar pasien mampu hidup mandiri, seperti menjaga hygiene, merawat diri, melakukan keterampilan domestik seperti bersih-bersih maupun menyiapkan makanan, dan bekerja.[1,24]
Social Communication, Emotional Regulation, and Transactional Support (SCERTS):
Intervensi ini terdiri dari 3 komponen yaitu:
Social communication, yang bertujuan untuk melatih kemampuan komunikasi spontan dan fungsional, ekspresi emosi, dan kemampuan mengembangkan hubungan dengan orang lain
Emotional regulation, yang bertujuan untuk menjaga regulasi emosi dalam menghadapi tekanan hidup sehari-hari dan agar selalu mampu belajar dan berinteraksi
Transactional support, yang bertujuan untuk memastikan dukungan untuk kebutuhan dan minat pasien, modifikasi dan adaptasi lingkungan, serta menyediakan alat bantu belajar
Intervensi untuk Komunikasi
Metode intervensi yang paling banyak digunakan untuk hal ini adalah picture exchange communication system (PECS) yaitu sistem latihan berkomunikasi dengan perantara gambar, social story yaitu menjelaskan kepada anak dengan ASD mengenai situasi sosial tertentu dan membantu mereka berperilaku dan memberikan respon yang sesuai secara sosial, dan social skills training yaitu membantu anak dengan ASD belajar berperilaku yang tepat secara sosial di dunia nyata.[1]
Asistensi Edukasional (Panduan Edukasional)
Metode yang digunakan disebut TEACHH (Treatment and education of Autistic and related Communication-handicapped Children). Tujuan utama dari TEACHH adalah membantu keterlibatan pasien dalam aktivitas, fleksibilitas, independensi, dan efikasi diri secara lebih bermakna.[1,24]
Kerangka kerja yang digunakan adalah organisasi materi fisik, jadwal individual, sistem pekerjaan atau aktivitas dan struktur visual dari materi yang digunakan untuk tugas dan aktivitas.
Integrasi Sensori
Integrasi sensori adalah terapi okupasi untuk anak dengan ASD agar mereka bermain seperti anak lain. Terapi ini dilakukan dengan menempatkan anak dalam ruangan yang secara khusus didesain untuk menstimulasi semua panca indera anak. Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki proses informasi sensorik di otak agar anak bisa berfungsi secara adaptif dalam kehidupan sehari-hari.[1]
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dapat digunakan untuk mengatasi komorbiditas atau psikiatri atau memberikan kontrol gejala tetapi tidak mengobati defisit neurologis. Obat-obat yang bisa digunakan dalam penanganan anak dengan ASD adalah obat antipsikotik, stimulant, antidepresan (SSRI dan SNRI), agonis alfa-2, antikonvulsan dan mood stabilizer, antiansietas dan benzodiazepine, serta obat tidur.[1]
Jenis dan kombinasi obat yang digunakan dilaporkan berbeda-beda di berbagai negara. Obat antipsikotik atipikal efektif digunakan untuk mengurangi iritabilitas, gerakan stereotipik dan hiperaktivitas. Obat antipsikotik yang direkomendasikan untuk ini adalah risperidone dan aripiprazole.[1,14]
Obat antidepresan SNRI (atomoxetine), stimulant (metilfenidat), dan agonis alfa-2 efektif dalam menurunkan gejala-gejala ADHD pada anak dengan ASD. Antidepresan SSRI bisa digunakan untuk mengurangi gerakan-gerakan stereotipik, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan antipsikotik.[1]
Bukti efektivitas penggunaan obat-obat antikonvulsan, mood stabilizer, dan antiansietas masih lemah, sehingga belum direkomendasikan pada anak dengan ASD. Oksitosin juga sempat dilaporkan berpotensi menjadi terapi ASD, tetapi efektivitasnya masih membutuhkan bukti lebih lanjut.
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita