Diagnosis Collodion Baby Syndrome
Diagnosis collodion baby syndrome ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis pada waktu kelahiran, dimana kulit seluruh tubuh bayi baru lahir ditutupi oleh membran yang menyerupai kertas perkamen atau sisik. Analisis genetik akan menunjukkan adanya mutasi dari gen spesifik, seperti gen TGM1 atau transglutaminase.
Biopsi kulit dapat dilakukan untuk melihat keadaan dari stratum korneum. Aktivitas dari enzim transglutaminase dapat dianalisis melalui biakan atau dengan imunofluoresensi lewat potongan spesimen biopsi kulit.[3,5]
Anamnesis
Pada anamnesis collodion baby syndrome, perlu ditanyakan adakah riwayat orangtua atau kerabat dengan membran collodion. Jika ada, tanyakan lebih lanjut mengenai onset usia saat mengalami kelainan yang sama, adakah gangguan pertumbuhan, dan gejala ekstrakutan yang berhubungan.[2]
Riwayat kelahiran juga perlu digali karena sebagian besar bayi dengan collodion baby syndrome merupakan bayi prematur.[1]
Collodion baby syndrome umumnya bersifat herediter dan berkaitan dengan iktiosis kongenital autosomal resesif (autosomal recessive congenital ichthyosis/ ACRI), baik non-bullous congenital ichthyosiform erythroderma (NBCIE) dan iktiosis lamelar. Bentuk lain yang lebih jarang adalah self-healing collodion syndrome, yang mana bayi akan sembuh total dalam beberapa bulan setelah lahir.[3]
Pemeriksaan Fisik
Collodion baby syndrome biasanya ditandai dengan adanya membran cellophane atau menyerupai kertas perkamen yang menutupi seluruh tubuh. Adanya membran atau selaput ini menyebabkan kelainan kontraksi dari wajah yang cukup dalam, seperti mata, telinga, dan mulut. Beberapa gambaran yang dapat terjadi yakni eversi kelopak mata (ektropion), eversi bibir (eklabion), dan kelainan pada perkembangan wajah serta mulut.
Tanda klinis lain dari collodion baby syndrome adalah tidak adanya kuku pada jari kaki atau tangan (anonikia). Selain itu, bisa didapatkan hipoplastik jari tangan, hidung, dan tulang rawan telinga. Adanya membran yang ketat juga menyebabkan pseudokontraktur dari tungkai, menyebabkan keterbatasan mobilitas sendi.[1,3]
Tabel 1. Gambaran Pemeriksaan Fisik Collodion Baby Syndrome
Sistem | Gambaran Pemeriksaan Fisik |
Kulit | Mengkilap, kuning, tembus pandang seperti perkamen |
Rambut | Hipotrikosis (sedikit atau tidak ada rambut pada kepala) |
Mata | Ektropion, konjungtivitis |
Hidung | Mendatar, hipoplastik dari tulang rawan hidung |
Telinga | Hipoplastik tulang rawan telinga |
Mulut (bibir) | Eklabium (gambaran seperti mulut ikan) |
Tungkai/ekstremitas | Tangan seperti mencakar, gerak sendi terbatas, hipoplastik digiti, edema seluruh tungkai |
Pernapasan | Gangguan ekspansi dinding dada |
Tubuh | Pengelupasan perut dan dada |
Saraf | Kejang neonatus |
Manifestasi lain | Fisura anal, dehidrasi, gangguan elektrolit, kehilangan cairann, hipo atau hipertermia |
Sumber: dr. Ashfahani Imanadhia, Alomedika, 2023.[3]
Diagnosis Banding
Collodion baby syndrome umumnya bisa didiagnosis dengan mudah secara klinis. Diagnosis banding dilakukan untuk menentukan fenotipe iktiosis yang dialami pasien selanjutnya.[4,5]
Iktiosis Harlequin
Iktiosis Harlequin termasuk jenis iktiosis kongenital yang paling langka dan memiliki prognosis yang buruk karena tingkat morbiditas yang tinggi. Kelainan genetik yang mendasari adalah adanya mutasi gen transport lipid ABCA12. Jika dibandingkan dengan iktiosis Harlequin, collodion baby syndrome merupakan fenotipe yang lebih ringan.
Pada iktiosis Harlequin, terjadi kelainan keratinisasi dimana kulit menjadi sangat kering dan tampak bersisik seperti kulit ikan. Gambaran klinis penyakit ditandai dengan penebalan stratum korneum yang parah sehingga bayi seolah-olah terbungkus selaput yang rapat dan mengkilap. Adanya selaput yang rapat ini dapat menghambat pernapasan maupun pergerakan ekstremitas bayi.[7]
Iktiosis Lamelar
Iktiosis lamelar (IL) dan non bullous congenital ichthyosiform erythroderma (NCIE) termasuk dalam iktiosis kongenital autosomal resesif (autosomal recessive congenital ichthyosis/ARCI). Sekitar 75% kasus collodion baby syndrome berlanjut menjadi ARCI, sementara sisanya dapat sembuh sempurna (spontaneously healing collodion baby).
Etiologi dari kelainan ini adalah adanya mutasi gen TGM1. Iktiosis lamelar merupakan kelainan kulit dengan kerusakan kornifikasi yang berat, biasanya bayi lahir prematur dengan riwayat kelahiran mengalami collodion.[2,5]
Iktiosis Vulgaris
Iktiosis vulgaris merupakan bentuk iktiosis herediter yang paling ringan dengan penurunan secara autosomal dominan. Termasuk dalam iktiosis non-sindromik, kelainan ini ditandai dengan xerosis, scaling, pruritus, dan eksim. Manifestasi fenotipik cenderung muncul saat usia 2 bulan dan kemudian membaik pada musim panas. Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah sisi ekstensor tungkai bawah dan punggung.[8]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis collodion baby syndrome utamanya ditegakkan secara klinis. Namun, pemeriksaan penunjang berupa biopsi kulit dan analisis molekuler dapat dilakukan bila terdapat keraguan.
Diagnosis paling dini dapat dilakukan pada usia kehamilan 10-12 minggu dengan menggunakan PCR genomik pada sampel vili korionik atau pada minggu ke 15-18 dengan melakukan amniocentesis.[5]
Biopsi Kulit
Pada usia kehamilan sekitar 18-20 minggu dapat dilakukan biopsi kulit janin maupun fetoskopi. Biopsi kulit janin bisa membantu mendeteksi kelainan struktural. Namun, biopsi kulit secara rutin tidak dianjurkan. Aktivitas transglutaminase-1 dapat diamati dari sampel jaringan kulit yang dibekukan.
Pada bayi yang lahir dengan collodion baby syndrome, biopsi kulit dapat dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis apabila ada keraguan klinis. Meski demikian, pemeriksaan histopatologi dan biopsi yang dilakukan di beberapa minggu pertama kehidupan tidak dapat digunakan untuk membedakan berbagai jenis iktiosis.[5,9]
Analisis Genetik
Pada analisis molekuler, gen TGM1 harus dianalisis terlebih dahulu. Bila negatif, maka analisis gen lain seperti ALOX12B, ALOXE3, dan NIPAL4 dapat dilakukan.[5]