Patofisiologi Collodion Baby Syndrome
Patofisiologi collodion baby syndrome melibatkan terjadinya mutasi dari gen TGM1 atau transglutaminase dalam kromosom 14q12. Gen lain yang juga diduga berpengaruh yaitu CYP4F22, ABCA12, ALOX12B, ALOXE3, NIPAL4, dan PNPLA1.
Mutasi dari gen menyebabkan kelainan pada proses kornifikasi sel epitel skuamosa dimana sel stratum korneum gagal untuk memisahkan diri. Gangguan proses kornifikasi dari sel epitel membuat fungsi fisiologis seperti deskuamasi, pengaturan hidrasi, respon imun, aktivitas sel dendritik, dan kemampuan untuk membersihkan iritan dan racun menjadi gagal.[1,3]
Patogenesis dan Variasi Fenotipe dari Bayi Collodion
Membran collodion terbentuk karena terjadinya kornifikasi pada epidermal yang disebabkan defek genetik pada protein keratinosit dan metabolisme lipid. Munculnya membran collodion adalah ekspresi awal dari berbagai bentuk iktiosis. Tingkat keparahan tidak dapat dipastikan berdasarkan presentasi awal.
Telah dilaporkan bahwa membran collodion terlepas dalam 2-4 minggu berikutnya setelah lahir dan menunjukkan kelainan kulit yang mendasarinya. Dalam jangka panjang, sekitar 75% kasus bayi collodion akan berkembang menjadi iktiosis kongenital autosomal resesif (autosomal recessive congenital ichthyosis/ ACRI), baik iktiosis lamelar ataupun congenital ichthyosiform erythroderma.
Sementara itu, 10% adalah self-healing collodion baby, dan 15% termasuk kelainan keratinisasi lainnya.[1]