Penatalaksanaan Collodion Baby Syndrome
Strategi penatalaksanaan collodion baby syndrome utamanya berfokus pada perlindungan sawar atau barrier kulit, pengendalian infeksi, pemantauan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta inisiasi awal terapi retinoid.[2,5,10,11]
Pada collodion baby syndrome, fungsi normal dari sawar kulit hilang, sehingga bayi menjadi rentan terhadap infeksi. Selain itu, hilangnya air secara berlebihan dapat mengakibatkan dehidrasi, hipernatremia, dan gangguan regulasi suhu tubuh. Walaupun tidak semua bayi collodion lahir prematur, namun karena risiko komplikasi dan kematian selama periode neonatal cukup tinggi maka dibutuhkan perawatan khusus di ruangan intensif.[2,5]
Inkubator
Pasien collodion baby syndrome berisiko mengalami gangguan suhu tubuh akibat rusaknya fungsi sawar kulit. Oleh karena itu, pasien harus ditempatkan di inkubator dengan kelembapan tinggi dan dilakukan evaluasi secara hati-hati.
Dianjurkan untuk menempatkan bayi dalam inkubator yang dapat dikontrol suhu dan kelembabannya untuk mengurangi kehilangan air transepidermal. Suhu optimal yang dianjurkan adalah 32-34°C dan pemantauan suhu dilakukan secara ketat untuk menghindari hipo atau hipertermia. Sebagian besar studi merekomendasikan mempertahankan bayi dalam inkubator selama minimal 4 minggu atau sampai selaput membran terlepas sepenuhnya.[2,5]
Pencegahan Infeksi
Pada collodion baby syndrome juga terjadi peningkatan risiko infeksi, baik kulit maupun sistemik, seperti kandida dan bakteri. Manajemen lini pertama adalah pemberian pelembab dan agen keratolitik topikal dengan tujuan meningkatkan fungsi barrier kulit dan memfasilitasi deskuamasi.
Natrium klorida, urea, vitamin E asetat, gliserol, dan petroleum jelly merupakan agen pelembab dan pelumas yang dapat dipilih. Selain untuk mencegah infeksi, pemberian pelembab ini juga bermanfaat mencegah terjadinya fisura pada kulit serta iskemia atau edema ekstremitas akibat adanya kompresi membranosa.
Sementara itu, penggunaan keratolitik perlu lebih berhati-hati. Bayi dengan collodion baby syndrome berisiko lebih tinggi mengalami keracunan akibat penyerapan produk topikal karena kerusakan kulit yang dialaminya. Penggunaan agen keratolitik seperti asam laktat, asam glikolat, asam salisilat, N-asetil-sistin, dan glikol dapat dipertimbangkan pada kasus yang parah dengan hiperkeratosis yang nyata.[2,5]
Pencegahan Infeksi Saat Pungsi Vena
Penggunaan jalur intravena dan pengambilan sampel darah harus dipantau ketat untuk mencegah kerusakan kulit lebih lanjut. Antiseptik lokal, seperti cairan chlorhexidine, dapat diaplikasikan pada tempat dilakukannya pungsi vena atau pada lesi kulit yang erosif untuk mencegah infeksi. Sementara itu, penggunaan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan.[2]
Asam Retinoat
Terapi asam retinoat sistemik 0,5-1 mg/kg/hari dilaporkan memberi manfaat signifikan dalam pengobatan collodion baby syndrome. Asam retinoat bersifat keratolitik dan dapat membantu menghilangkan skuama serta mencegah hiperkeratosis kulit.
Meski demikian, perlu diingat terkait laporan efek penggunaan jangka panjang asam retinoat sistemik, seperti efek toksik pada jaringan tulang, terutama mempengaruhi mineralisasi tulang dan kalsifikasi ligamen. Efek lain dapat berupa cheilitis, rambut rontok, dan pruritus.[10,11]
Terapi Suportif
Pada collodion baby syndrome, ada risiko tinggi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit karena insensible loss yang tinggi dari kulit. Oleh karena itu, bayi perlu diberikan cairan intravena dan bantuan nutrisi melalui selang nasogastrik.
Bila bayi mengalami ektropion, dapat diberikan artificial tears dan lubrikan mata. Pada kasus yang berat, tindakan bedah dapat dipertimbangkan.
Kanal auditorius eksterna sebaiknya dibersihkan secara rutin. Ini dilakukan untuk mencegah akumulasi skuama dan mencegah kehilangan pendengaran.
Membran collodion tidak boleh dikelupas. Jelaskan pada orangtua bahwa membran dapat meluruh sendiri setelah 1-2 minggu.[2,5]