Penatalaksanaan Hemangioma
Penatalaksanaan hemangioma berupa observasi. Namun, pada hemangioma risiko tinggi atau memiliki komplikasi, penanganan dapat dilakukan mencakup penanganan suportif untuk perdarahan dan luka yang terjadi, pemberian medikamentosa seperti kortikosteroid dan propranolol, serta tindakan definitif seperti terapi laser dan pembedahan.
Observasi atau watchful waiting merupakan pilihan strategi nonintervensi pada sebagian besar kasus hemangioma infantil karena kebanyakan lesi mengalami regresi spontan pada fase involusi dan akan memudar. Namun, pada hemangioma risiko tinggi, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian medikamentosa, atau tindakan definitif seperti terapi laser dan pembedahan.[6,7]
Stratifikasi Risiko
Berdasarkan risiko yang mungkin ditimbulkannya, hemangioma terbagi menjadi hemangioma risko rendah dan risiko tinggi. Ukuran, letak, dan distribusi hemangioma pada tubuh juga memengaruhi tingkat risiko dan komplikasi yang mungkin ditimbulkannya.
Hemangioma Risiko Rendah
Mayoritas hemangioma dapat mengalami involusi spontan, dan tidak membutuhkan tata laksana khusus. Hemangioma berisiko rendah adalah hemangioma yang berukuran kecil, terletak pada bagian tubuh yang tertutup pakaian atau rambut, serta tidak berpotensi menyebabkan kecacatan maupun komplikasi.[6,7]
Hemangioma Risiko Tinggi
Hemangioma risiko tinggi merupakan hemangioma yang berisiko menyebabkan gangguan fungsi tubuh, misalnya hemangioma periokular yang dapat menyebabkan gangguan aksis penglihatan, astigmatisme, dan amblyopia, atau hemangioma pada ujung hidung maupun periaurikular yang berpotensi merusak kartilago.
Hemangioma yang lebih besar, misalnya di atas 5 cm, lebih berisiko untuk meninggalkan sekuele. Hemangioma dengan distribusi segmental, atau yang terletak pada daerah perioral, perineal atau anogenital, dan leher berisiko untuk mengalami ulserasi. Selain itu, hemangioma berisiko tinggi juga mencakup hemangioma yang dapat berakibat fatal, misalnya hemangioma hepar yang bisa menyebabkan high-output cardiac failure.
Risiko tinggi juga didapatkan pada hemangioa yang merupakan bagian dari suatu sindrom, antara lain sindrom PHACES, yang merupakan akronim dari posterior fossa malformations, hemangioma of the cervicofacial region, arterial anomalies, cardiac anomalies, eye anomalies, and sternal or abdominal cleftin. Sindrom PHACE ditandai dengan hemangioma lebih dari 5 cm, segmental, yang biasa terletak pada wajah atau kulit kepala.
Tidak hanya PHACE, terdapat juga sindrom LUMBAR, yaitu akronim dari lumbosacral hemangioma, urogenital anomalies, myelopathy, bony deformities, anorectal or arterial, and renal anomalies. Hemangioma pada sindrom LUMBAR biasa terdistribusi secara segmental, serta terletak pada lumbosakralis, perineum, atau area genitalia.[5–7]
Observasi
Perlu dilakukan dokumentasi berupa foto lesi hemangioma serta pencatatan deskripsi lesi yang lengkap pada rekam medis agar mampu melakukan evaluasi secara baik. Pasien dengan hemangioma risiko tinggi, misalnya lesi yang bertambah besar dengan cepat, lesi yang mengalami perdarahan ataupun muncul luka, timbul gangguan penglihatan, atau ditemukan kelainan kardiovaskular, perlu segera dirujuk ke dokter spesialis yang berkaitan.[2,4,11]
Terapi Medikamentosa
Pilihan medikamentosa yang digunakan dalam penatalaksanaan hemangioma adalah beta blocker, khususnya propranolol, kortikosteroid, interferon alfa, dan vincristine.
Propranolol
Propranolol merupakan obat pertama yang mendapat persetujuan Food and Drugs Administration (FDA) sebagai terapi hemangioma pada tahun 2014. Mekanisme kerja propranolol pada kasus hemangioma diduga menimbulkan vasokonstriksi, menurunkan kerja VEGF dan bFGF yang kemudian menurunkan proses angiogenesis, serta menginduksi fase involusi dengan meningkatkan apoptosis sel endotel kapiler.
Dosis propranolol yang digunakan adalah 1,5–3 mg/kg/hari dibagi menjadi 2–3 kali pemberian per oral. Durasi terapi propranolol bervariasi antara 2–12 bulan. Penggunaan propranolol pada hemangioma menunjukkan response rate yang lebih baik dibandingkan penggunaan kortikosteroid saja.
Pemberian propranolol dikontraindikasikan pada bayi dengan berat kurang dari 2.000 gram, memiliki kelainan jantung, dan riwayat bronkospasme. Penggunaan beta blocker jenis lain, seperti timolol topikal atau atenolol, juga sudah mulai sering digunakan.
Penghentian propranolol harus dilakukan secara gradual, dengan memperhatikan apakah terjadi pertumbuhan ulang lesi (rebound growth), juga mencegah rebound sinus tachycardia.[4,6,18]
Kortikosteroid
Sebelum manfaat propranolol pada hemangioma diketahui, kortikosteroid, misalnya prednisone atau prednisolone dengan dosis 2–3 mg/kg BB digunakan sebagai terapi lini pertama pada hemangioma dengan komplikasi. Saat ini, kortikosteroid hanya digunakan jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap beta blocker, atau jika terapi dengan beta blocker tidak memberikan perbaikan.
Kortikosteroid intralesi masih digunakan pada hemangioma berukuran kecil, tebal, terlokalisasi, yang kurang cocok untuk diobati dengan propranolol oral atau timolol topikal. Pemberian kortikosteroid intralesi berisiko menyebabkan atrofi kulit, dispigmentasi, dan ulserasi.[6,7]
Interferon Alfa
Interferon alfa merupakan terapi pilihan pada kasus hemangioma yang mengancam nyawa (hemangioma ukuran besar pada leher dan wajah) atau lesi yang resisten terhadap kortikosteroid dosis tinggi. Jenis interferon alfa yang digunakan adalah interferon alfa-2a dan 2b.
Dosis interferon yang diberikan adalah 2–3 juta IU/m2 secara subkutan. Durasi terapi bervariasi selama 2–12 bulan. Efek samping yang timbul dari pemberian interferon alfa antara lain demam, kemerahan pada kulit, mual, gangguan fungsi hati, dan gangguan neurologis berupa diplegia spastik.[4,11]
Vincristine
Vincristine merupakan salah satu agen kemoterapi yang memiliki sifat antiangiogenesis. Vincristine menginduksi apoptosis sel dan menghambat pertumbuhan dan migrasi sel endotel, serta menghambat pembentukan pembuluh darah.
Vincristine merupakan alternatif dari kortikosteroid pada kasus hemangioma yang mengancam nyawa atau pada kasus Kasabach-Meritt Phenomenon. Vincristine diberikan setiap minggu melalui kateter sentral. Efek samping yang ditemukan adalah neuropati perifer, rambut rontok, konstipasi, dan infeksi.[3,4,6]
Pembedahan
Tindakan bedah biasanya dilakukan dengan menunggu anak sudah lebih besar, sekitar usia 3–5 tahun. Pada usia ini, biasanya lesi hemangioma sudah mengalami resolusi, sehingga belum tentu dibutuhkan intervensi. Ukuran hemangioma juga lebih kecil dibanding saat masa bayi, sehingga pembedahan lebih mudah dilakukan, dan jaringan parut minimal.
Selain itu, operasi lebih aman dilakukan pada usia ini, karena jaringan hemangioma sudah mengalami involusi, sehingga biasanya terdiri dari jaringan adiposa, dan bukan pembuluh darah.
Pembedahan pada usia yang lebih muda dapat diindikasikan, apabila lesi tidak membaik setelah pemberian farmakoterapi, lesi terlokalisasi dan letaknya sesuai untuk pembedahan secara anatomis, serta kemungkinan besar dibutuhkannya reseksi di masa mendatang yang akan tetap meninggalkan jaringan parut. Tindakan pembedahan pada usia bayi, perlu mempertimbangkan risiko anestesi pada kelompok usia ini.[6,7]
Terapi Laser
Terapi laser yang umum digunakan pada kasus hemangioma adalah dengan pulsed-dye laser (PDL). PDL memiliki daya tembus sekitar 2 mm pada kulit, sehingga biasanya penggunaannya terbatas untuk hemangioma superfisial.
Terapi PDL biasa digunakan pada hemangioma yang mengalami ulserasi, untuk mendorong terjadinya reepitelisasi dan mengurangi nyeri. PDL juga dapat digunakan untuk mengurangi telangiektasis pada hemangioma yang telah involusi.[4,6,7]
Terapi Suportif
Terapi suportif biasanya diberikan pada pasien yang mengalami ulserasi maupun perdarahan pada lesi hemangioma. Bersihkan lesi ataupun krusta yang terdapat di sekitar lesi dengan air hangat ataupun air steril bila ada. Berikan dressing atau penutup luka dengan kasa lembab untuk meminimalkan trauma dan memberikan penekanan pada luka.
Krim untuk menguatkan sawar kulit juga dapat diberikan, seperti petrolatum, zinc oxide, dan dimethicone. Berikan salep antibiotik seperti metronidazole 0,75% atau mupirocin 2%. Pasien dengan ulkus sebaiknya diberikan juga obat pengurang rasa nyeri, misalnya paracetamol, atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), misalnya ibuprofen.[3,4,11]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra